Polemik SK Kemenhut Nomor 36 Tahun 2025: Pemutihan Kebun Sawit dalam Kawasan Hutan Dikecam Ormas PETIR
Ilustrasi Perkebunan sawit dikawasan hutan (Foto: www.science.org

Polemik SK Kemenhut Nomor 36 Tahun 2025: Pemutihan Kebun Sawit dalam Kawasan Hutan Dikecam Ormas PETIR

Kamis, 06 Maret 2025|11:53:03 WIB




RadarRiaunet | Pekanbaru - Terbitnya Surat Keputusan (SK) Menteri Kehutanan Nomor 36 Tahun 2025 yang mengatur pemutihan kebun sawit di dalam kawasan hutan seluas 790.474 hektare, memicu reaksi keras dari Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Organisasi Masyarakat (Ormas) Pemuda Tri Karya (PETIR). Dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan pada Kamis (6/3/2025), Ketua Umum DPN Ormas PETIR, Jack Sihombing, mengkritik langkah tersebut sebagai tindakan yang bertentangan dengan semangat penertiban kawasan hutan.

"Pemutihan kebun sawit di dalam kawasan hutan yang disahkan oleh Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni justru menunjukkan bahwa Satgas Sawit yang dibentuk berdasarkan Perpres Nomor 5 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan menjadi sia-sia. Apa yang ingin mereka tertibkan jika kebun sawit yang ilegal justru diberi amnesti?" ujarnya di Pekanbaru.

Dalam SK Kemenhut 36/2025, disebutkan bahwa sebanyak 436 perusahaan perkebunan sawit yang sebelumnya beroperasi tanpa izin sah di kawasan hutan kini tengah dalam proses pengesahan administrasi untuk memenuhi kriteria aturan yang berlaku. Dari total tersebut, sekitar 790.474 hektare kebun sawit tengah diproses untuk mendapatkan legalitas, sementara sekitar 317.253 hektare lainnya ditolak karena tidak memenuhi ketentuan dalam Undang-Undang Cipta Kerja.

Namun, Jack Sihombing menilai keputusan tersebut memberi kesempatan besar bagi para perusahaan sawit di Riau dan Kalimantan untuk melanjutkan operasional mereka di kawasan hutan, terutama perusahaan yang telah lama beroperasi di wilayah hutan produksi, hutan produksi terbatas, dan hutan produksi konversi. Ia mempertanyakan apakah kebun-kebun sawit tersebut memang memenuhi syarat untuk mendapatkan pengampunan.

Sihombing juga menuding adanya indikasi keterlibatan pihak-pihak tertentu dalam proses pemutihan ini. Ia mencatat, ada 14 perusahaan sawit yang beroperasi di Riau di bawah naungan First Resources Group Ltd/Surya Dumai Group yang mengajukan pemutihan, dan sebagian besar dari mereka telah mendapatkan pengampunan atas kebun sawit mereka yang berada di kawasan hutan. "Apakah ada upeti yang diterima Menteri Kehutanan dari perusahaan-perusahaan tersebut?" tudingnya.

Sebagai tindak lanjut, Jack Sihombing mendesak agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung melakukan pemeriksaan terhadap Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni. Ia menganggap bahwa SK Nomor 36 Tahun 2025 telah menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat dan mencurigai adanya persekongkolan dalam kebijakan tersebut.

Sementara itu, upaya untuk menghubungi Menteri Raja Juli Antoni melalui pesan WhatsApp tidak membuahkan hasil, dan hingga berita ini diposting, belum ada respons dari pihak Kementerian Kehutanan.

Kritik ini muncul di tengah ketegangan antara upaya pemerintah untuk mengatur dan menertibkan kawasan hutan dengan kebutuhan untuk memberikan ruang bagi sektor perkebunan sawit yang memiliki peran penting dalam perekonomian Indonesia.

[]







Berita Terkait

Baca Juga Kumpulan Berita NEWS

MORE

MOST POPULAR ARTICLE