Kamis, 10 September 2015|13:33:40 WIB
RADAR BISNIS - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan masih menanggung defisit ataumissmatch sekitar Rp 3 triliun di tahun 2014. Diperkirakan hingga akhir tahun ini angka defisitnya mencapai Rp 6-7 triliun. Sementara di tahun 2016, angkanya terus membengkak hingga Rp 9-11 triliun.
Deputi Komisioner Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) I Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Edi Setiadi mengungkapkan, situasi defisit tersebut salah satunya dikontribusi dari minimnya kesadaran masyarakat untuk membayar premi asuransi.
"Hari ini daftar, besok operasi jantung, selesai operasi, besok-besok tidak bayar lagi, ini yang membuat rasio klaim tinggi sekali 500-600%, bagaimana menyadarkan mereka ini, ini kan dzolim namanya," ujarnya di acara Seminar Internasional Industri Keuangan Non Bank (IKNB), di The Westin Resort Nusa Dua, Bali, Senin (7/9/2015).
Melihat hal tersebut, Edi menjelaskan, perlu adanya persyaratan khusus terkait klaim asuransi agar penggunaan dana asuransi tepat sasaran dan sesuai manfaatnya.
"Harusnya ada persyaratan, contoh di beberapa negara, kalau dia hidup tidak sehat seperti merokok, apakah begadang, kalau dia sakit disebabkan hal tersebut, itu tidak akan dicover. Jadi harusnya ada gotong-royong," terangnya.
Sejauh ini, kata Edi, OJK sebagai regulator di industri keuangan hanya bisa mengawasi atas risiko perusahaan. Namun, terkait kerugian hal tersebut murni kinerja perusahaan yang bersangkutan.
"Kita melandaskan pada peraturan yang ada, mengacu pada internasional based practice, masalahsustainability BPJS ke depan, karena ini lembaga yang didirikan oleh pemerintah dan memastikan keberlangsungan, maka perlu ada dorongan suntikan modal, jadi agar sustain bukan mengobati yang sakit tapi menerapkan gaya hidup sehat," jelas dia.
Menurut Edi, kedisiplinan masyarakat membayar premi bisa membantu BPJS Kesehatan untuk menekan angka defisit. Artinya, membayar premi tidak hanya di saat butuh, namun berkelanjutan.
"Ini masalah ketertiban pembayaran, kalau disiplin itu bisa diatasi. Soal usulan kenaikan tarif premi, itu ada hitung-hitungan resmi nggak sembarangan, itu harus disampaikan ke presiden, saya nggak bisa jawab," tandasnya. (drk/ang/fn)