Selasa, 25 Februari 2020|09:50:23 WIB
RADARRIAUNET.COM: Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional (PPN) atau Kepala Bappenas Suharso Monoarfa meminta kepada Amerika Serikat (AS) untuk tetap mempertahankan beberapa fasilitas ekonomi yang diberikan ke Indonesia. Hal ini seiring keputusan AS yang mencoret Indonesia dari daftar negara berkembang.
Suharso mengatakan, meski sudah masuk ke kategori negara berpendapatan menengah ke atas, Indonesia masih berada di fase awal. "Baru saja naik kelas, mestinya tidak bisa ditinggal serta merta seperti itu, kita tetap memerlukan dukungan internasional," kata dia di Gedung Bappenas, Jakarta, seperti dikutip dari Kompas.com, Senin (24/2).
Lebih lanjut, pria yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu meminta kepada AS untuk mempertahankan fasilitas pembiayaan atau pendanaan terhadap proyek nasional. Sebab menurutnya pendanaan bersumber dari dalam negeri masih sangat terbatas.
"Jadi mau tidak mau kita inginkan (pendanaan), harapan kita, apakah dalam bentuk investasi langsung, dalam bentuk pemberian fasilitas murah jangka panjang dan kerja sama ekonomi lainnya," tutur dia.
Suharso pun memastikan dikeluarkannya Indonesia dari daftar negara berkembang oleh AS, akan berdampak terhadap Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). "Pasti lah (berdampak ke RPJMN)," kata dia.
Pasalnya, dengan dikeluarkannya Indonesia dari daftar negara berkembang maka akan ada pencabutan fasilitas-fasilitas yang sebelumnya diterima. Salah satu keistimewaan yang akan hilang dengan dicabutnya status negara berkembang ialah pinjaman yang tidak lagi murah.
"Tapi tidak terlalu mahal, karena kita masih di tengah," ujarnya.
Selain itu Indonesia nantinya tidak lagi mendapat keistimewaan terkait dengan pelaksanaan perjanjian kerja sama. Sebab kata dia, Indonesia akan diperlakukan layaknya negara maju oleh AS.
Secara terpisah Ketua Umum Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Rosan Roeslani mengatakan kebijakan AS mencabut status Indonesia sebagai negara berkembang di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) akan mempengaruhi daya saing usaha di dalam negeri. Pasalnya, pencabutan tersebut berpotensi menghilangkan beberapa fasilitas perdagangan dari AS.
Pencabutan itu dapat memberatkan pengusaha dalam berdagang. "Terus terang ini akan mempengaruhi daya saing kami. Karena keistimewaan atau relaksasi yang kami terima ini kemungkinan besar bisa dihilangkan," kata Rosan di Jakarta, Senin (24/2).
Menurut Rosan, pemerintah perlu melakukan lobi dengan AS atas pencabutan tersebut. Negosiasi dapat membantu pengusaha, terutama bila AS dapat meninjau kembali keputusan mereka tersebut.
"Jadi memang diperlukan lobi-lobi dari pemerintah untuk bisa memastikan relaksasi ini, apakah masih dapat dinegosiasikan lagi," jelasnya.
Rosan merasa upaya peningkatan daya saing dapat dilakukan dengan adanya peningkatan produktivitas dan perkembangan kualitas barang RI.
"Karena ujung-ujungnya kalau barang bagus, walaupun harganya enggak kompetitif, pasti akan memilihnya negara yang lebih memiliki competitiveness yang lebih tinggi," paparnya.
RR/kps/zet