Selasa, 21 Januari 2020|12:01:07 WIB
RADARRIAUNET.COM: PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) telah menghentikan pengeboran minyak sejak tahun 2018. Pasalnya jelang kontrak habis pada Agustus 2021, pengeboran dinilai sudah tidak lagi menguntungkan.
"Mengingat saat ini kami sudah nggak ekonomis untuk bor sumur. Kami tidak melakukan pengeboran, tahun 2018 terakhir," kata Presiden Direktur PT CPI Albert Simanjuntak dalam rapat dengar pendapat umum dengan Komisi VII di DPR RI, dikutip dari detik.com, Senin (20/1).
Akibat berhentinya pengeboran di Rokan, lifting migas Blok Rokan di tahun 2020 kemungkinan akan turun menjadi 161 barel per hari. Setidaknya, Blok Rokan mampu mencatatkan lifting minyak dan gas sebesar 190 ribu barel per hari di tahun 2019.
Kini, Albert mengatakan sedang fokus untuk melakukan transisi Blok Rokan ke Pertamina. Pertama, pihaknya membentuk steering comitte atau tim koordinasi antara Chevron dengan Pertamina.
Kemudian, pihaknya melakukan optimalisasi kerja ulang dan perbaikan sumur dengan menggunakan teknologi digital. Salah satunya dengan memperbaiki distribusi injeksi air untuk meningkatkan respon dan reservoir sumur.
Sehingga CPI dapat mempertahankan keandalan pipa air dan menghindari potensi penghentian produksi."Kami fokus lakukan workover dengan gunakan digital teknologi yaitu memilih kandidat-kandidat sumur yang dikerjakan dan meminimalisir downtime kita.
Kami juga lakukan injeksi air terpola di banyak lapangan termasuk lapangan Minas itu sangat penting," jelas Albert."Sehingga, kita jaga penurunan produksi nggak terlalu tajam," lanjutnya.
Alih Kelola Blok Rokan
Sementara itu disebutkan, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menargetkan pematangan transisi alih kelola Blok Rokan dari Chevron Pasific Indonesia ke PT Pertamina (Persero) rampung bulan ini. Proses ini sendiri telah dilakukan sejak tahun lalu.
Wakil Kepala SKK Migas, Fatar Yani Abdurrahman mengatakan ada beberapa persoalan administrasi dan persoalan penting lainnya antar kedua belah pihak yang bersifat business to business (B to B). Oleh karena itu, proses transisi membutuhkan waktu.
"Blok Rokan itu setidaknya sekarang transisinya dari tahun lalu sudah dilakukan. Tapi ada B to B, sehingga butuh waktu sedikit lama. Karena bisnis bisnis hulu migas tidak segampang di ritel," ujar Fatar dalam konferensi pers di Gedung City Plaza, Jakarta, Kamis (9/1) pekan lalu.
Meski begitu, Fatar memastikan bahwa proses transisi akan selesai di tahun ini. Ia berharap pematangan transisi itu bisa selesai Januari ini."Dalam waktu tidak begitu lama akan terjadi transisi di tahun 2020. Diharapkan Januari bisa selesai. Pengeboran 70 sumur bisa dilakukan," katanya.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif meminta agar transisi alih kelola Blok Rokan dari Chevron ke Pertamina dipercepat. Arifin berharap, proses ini bisa rampung tahun ini.
"Dengan begitu, akan mempercepat pelaksanaan proses pengeboran minyak dan gas bumi di blok yang terletak di Provinsi Riau tersebut," kata Arifin.
Percepatan alih kelola ini dilakukan untuk bisa mempertahankan tingkat produksi Blok Rokan saat jatuh tempo alih kelola di tahun 2021 nanti. Sebagai informasi, awal tahun 2019 ini, produksi Blok Rokan mencapai 207.000 barel per hari atau setara dengan 26% produksi nasional.
Blok yang memiliki luas 6.220 kilometer ini memiliki 96 lapangan, dimana tiga lapangan berpotensi menghasilkan minyak sangat baik yaitu Duri, Minas dan Bekasap. Tercatat, sejak beroperasi 1971 hingga 31 Desember 2017, total produksi di Blok Rokan mencapai 11,5 miliar barel minyak sejak awal operasi.
RR/dtc/zet