Selasa, 05 Februari 2019|16:57:04 WIB
Jawa Barat: Pada awal tahun 2019 ini Presiden Jokowi gencar membagi – bagikan sertifikat tanah kepada masyarakat sebagai tanda bukti hak hukum atas tanah – tanah yang sedang digarap atau sudah diajukan oleh kelompok – kelompok masyarakat sebagai upaya penyelesaian konflik tanah yang selalu menjadi sengketa sesama warga maupun dengan perusahaan – perusahaan tertentu dalam melakukan usaha.
Persoalan sengketa tanah merupakan masalah yang selalu terjadi diberbagai daerah di Indonesia, menurut data kementerian Agraria dan Tata Ruang serta BPN jumlah total tanah yang belum tersertifikat di Indonesia terhitung mencapai 126 juta hektar, namun yang baru dipegang oleh masyarakat hanya 46 juta. Artinya masih kurang 80 juta sertifikat.
Presiden Jokowi memiliki target dalam waktu setahun ini mengeluarkan 9 juta sertifikat tanah untuk diserahkan kepada rakyat dengan mengerahkan Kementerian Agraria dan Tata Ruang serta BPN ditingkat Kota/Kabupaten dan provinsi untuk bisa memenuhi target tersebut agar rakyat segera memegang sertifikat sebagai wujud nyata dari pelaksanaan reforma agraria.
Persoalan agraria adalah suatu keharusan untuk dilaksanakan secara serius oleh pemerintah saat ini, sebagaimana kita ketahui pada masa Orde Baru berkuasa konflik sengketa tanah antara masyarakat dan pemilik modal terjadi dimana – mana, Indonesia sudah 20 tahun memasuki tahap reformasi dan demokrasi sudah menjadi keharusan Pemerintah Jokowi – JK melaksankan reforma agraria untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat sesuai amanat UUD 1945 dan cita – cita proklamasi 17 agustus 1945.
Presiden Jokowi harus lebih berani dalam melakukan reforma agraria untuk mendistribusikan tanah kepada rakyat, semakin hari semakin bertambah jumlah masyarakat mendapat hak kelola dan hak garap atas tanah berupa sertifikat dan legalitas hukum lainnya sebagai bukti adanya perlindungan hukum dari pemerintah untuk mengurangi sengketa tanah antara sesama warga maupun dengan pemilik modal.
Selain menerahkan tanah, pemerintah juga mesti memberikan kemudahan akses modal, bibit dan tekhnologi terbarukan kepada rakyat dibidang pertanian sebagai faktor pendukung mengembangkan pembangunan ekonomi masyarakat dalam bentuk pelatihan dan pendidikan dibidang usaha, sehingga masyarakat mampu melakukan perubahan nasib, bukan lagi sekedar menjadi buruh suruhan segelintir orang yang menguasai tanah.
Presiden Jokowi harus bisa menjawab cara penyelesaian persoalan – persoalan agraria yang dihadapi oleh sebagian besar rakyat Indonesia tidak hanya sebatas membagi – bagikan sertifikat tanah, akan tetapi juga mendampingi masyarakat dalam proses produksi dan distribusi, agar lahan – lahan tanah tersebut menjadi lahan usaha produktif rakyat untuk menghindari ekspansi modal asing mengambil alih tanah – tanah tersebut untuk kepentingan bisnis mereka.
Jika reforma agraria terlaksana dengan baik berarti Pemerintah Jokowi – JK telah memahami esensi dari penjabaran Pasal 33 ayat 3 yang berbunyi,”Bumi,air, udara dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dipergunakan sebesar – besarnya untuk kemakmuran rakyat,” dengan begitu tidak ada lagi tuduhan terhadap Presiden Jokowi menjalankan reforma agraria palsu dari pihak – pihak yang menjadi oposisi pemerintah saat ini.
Karena persoalan pokok bangsa ini bukanlah siapa yang harus menjabat presiden, melainkan haluan ekonomi apa yang harus dijalankan pemerintahan nasional kedepan, bangsa ini telah larut dalam alam liberal yang telah terbukti gagal membawa kehidupan rakyat secara adil dan sejahtera, satu – satunya jalan adalah kembali pada Pancasila dan UUD 1945 sesuai amanat para pendiri bangsa mendirikan Republik Indonesia tanpa penghisapan manusia atas manusia dan tanpa penghisapan bangsa atas bangsa.
Wendy Hartono
Ketua KPW – STN Jawa Barat