RADARRIAUNET.COM - Usia Kabupaten Rokan Hilir memasuki 17 tahun. Praktek illegal fishing semakin marak terjadi disekitar perairan Selat Malaka, Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau. Himbauan serta larangan Pemerintah untuk menghentikan kegiatan perusak biota air dan terumbu karang tersebut tidak dihiraukan.
“Kita menduga, Pemerintah tidak serius dan bahkan terkesan main-main dalam menangani praktek illegal fishing yang dilakukan kelompok nelayan asal Provinsi Sumatera Utara itu, padahal sudah ada Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 2 Tahun 2015 tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela (Trawls) dan Pukat Tarik (Seine Net),” ungkap Murkan Muhammad, Ketua DPC Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Rokan Hilir, Senin (3/10/16) melalui BBM.
Ketidakseriusan Pemerintah itu menurutnya bisa dilihat dari semakin meluasnya illegal fishing, siang malam Pukat Harimau bertonase diatas 25 GT meluluh-lantakkan sumberdaya ikan dan laut tanpa henti-hentinya. Tapi malang, Pemerintah sama sekali tidak pernah melakukan pengawasan. Dimanakah lagi perlindungan negara terhadap nelayan.
“Kita prihatin karena nelayan tradisional menjadi korban praktek illegal fishing dan Pemerintah menutup mata. Pemerintah seolah tak berdaya ketika berhadapan dengan kalangan pengusaha bermental pemburu rente ekonomi,” ujarnya.
Memang sekarang ini, berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, maka wewenang melakukan pengawasan diserahkan ke Pemerintah Provinsi dan Pusat. “Namun kita meminta supaya Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir dapat memfasilitasi semua itu, demi kesejahteraan nelayan dan keamanan laut kita. Apalagi sekarang ini bertepatan dengan HUT Kabupaten Rokan Hilir ke-17,” tutupnya yang juga Anggota DPRD Rokan Hilir.
rtc/radarriaunet.com