Sabtu, 03 September 2016|14:59:19 WIB
RADARRIAUNET.COM - Para ulama sepakat bahwa syariat Islam yang diturunkan Allah SWT kepada umat manusia, melalui Rasul-Nya itu bertujuan untuk memelihara dan mengembangkan enam kemashlatan (kebaikan dan kedamaian), yaitu agama, jiwa, akal, kehormatan (keturunan), harta, serta lingkungan. Enam tujuan syariat (maqashid as-syari'ah) itu berkaitan erat dengan hak asasi manusia (HAM), baik dari segi pesan moralnya maupun kewajiban menegakkannya.
Pesan-pesan HAM yang disampaikan Nabi Muhammad SAW dalam orasi (khotbah) wada tampaknya jarang dibawa pulang oleh jamaah haji. Karena biasanya, jamaah haji sudah keberatan membawa air zamzam, kurma, karpet, dan oleh-oleh lainnya yang membuat koper mereka yang semula 'kurus', menjadi gemuk dan berat.
Dalam pelaksanaan haji, Nabi SAW pernah menyampaikan empat kali orasi yang mengandung pesan-pesan penegakan dan pendidikan HAM, yang penting direnungkan dan dijadikan sebagai pelajaran. Keempat orasi itu disampaikan pada 7 Dzulhijjah di Multazam atau dekat Maqam Ibrahim, pada 9 Dzulhijjah di Arafah, pada 12 dan 13 di Mina. Isi keempat orasi itu hampir sama, dengan sedikit perbedaan redaksi.
Mengapa Nabi SAW mengulang-ulang orasinya dengan tema yang sama? Jika pengulangan ini merupakan salah satu cara Rasulullah mendidik umatnya agar benar-benar memahami dan mengamalkan nilai-nilai HAM, bagaimana nilai-nilai HAM itu dapat dididikkan kepada jamaah haji dan yang belum berhaji? Pendidikan HAM dalam arti luas sangat penting dikembangkan, baik dalam pendidikan informal (keluarga), formal (madrasah dan sekolah), maupun nonformal (masyarakat).
Di antara orasi Nabi SAW yang membuat para sahabat tidak bisa menahan linangan air mata adalah sebagai berikut. "Wahai umat manusia, dengarkanlah orasiku ini karena aku tidak tahu, barangkali aku sama sekali tidak bertemu lagi tahun depan di tempat ini. Wahai umat manusia, sesungguhnya harta dan darah kalian itu suci hingga engkau bertemu dengan Tuhan kalian, seperti sucinya hari ini dan seperti sucinya bulan ini. Kalian semua sungguh akan bertemu dengan Tuhan (di akhirat), dan Dia akan memintai pertanggungjawaban atas amal perbuatan kalian. Ingatlah, aku telah menyampaikan hal ini. Siapa yang mempunyai amanah, hendaklah ia menyampaikannya kepada yang berhak menerimanya. Karena itu, saksikanlah! (HR Muttafaq 'alaih).
Orasi ini dilanjutkan dengan menegaskan pentingnya tauhid sebagai fondasi kehidupan, dan pentingnya nilai keadilan serta egalitarianisme. "Wahai umat manusia, Tuhan kalian itu Esa. Bapak kalian juga sama. Kalian itu keturunan Adam. Adam diciptakan dari tanah. Orang yang paling mulia menurut Allah adalah orang yang paling bertakwa. Orang Arab tidak lebih unggul daripada non-Arab, demikian pula orang non-Arab tidak lebih unggul daripada orang Arab. Orang berkulit merah tidak lebih mulia daripada orang berkulit putih, dan sebaliknya kecuali karena takwanya. Ingatlah, bukankah aku telah menyampaikan hal ini kepada kalian? Ya Allah, saksikanlah! Maka hendaklah yang hadir dan mengikuti orasiku ini menyampaikan kepada yang tidak hadir." (HR Jamaah).
Orasi tersebut dan berikut ini tidak hanya ditujukan kepada para sahabat beliau, tetapi juga seluruh umat manusia, sebagai pesan universal. "Wahai umat manusia, dengarkanlah kata-kataku ini dan camkanlah baik-baik, niscaya kalian akan memahami bahwa seorang Muslim itu saudara bagi Muslim lainnya. Semua kaum Muslimin itu bersaudara. Karena itu, seseorang tidak boleh mengambil (mencuri, merampas, merampok, melakukan korupsi) sesuatu dari saudaranya, kecuali yang diberikan olehnya dengan kerelaan hatinya. Karena itu, janganlah kalian menzalimi diri kalian sendiri. Apakah aku telah menyampaikan semua itu kepada kalian? Orang-orang yang hadir dan menyimaknya menyahut, 'Benar ya Rasulullah, engkau telah menyampaikan.' Rasul lalu berkata, 'Ya Allah, saksikanlah!'" (HR al-Bukhari dan Muslim).
Selanjutnya, beliau kembali menegaskan, "Sesungguhnya darah dan harta (properti) kalian itu suci atas kalian, seperti sucinya hari ini, di bulan ini, dan di negeri ini. Ketahuilah, segala sesuatu terkait urusan jahiliyah itu dianulir. Darah jahiliyah (pembunuhan) ditiadakan. Riba jahiliyah dihapus. Bertakwalah kepada Allah dalam urusan wanita (istri) karena istri itu engkau persunting dengan amanah Allah, dan engkau halalkan kemaluannya (berhubungan suami istri) dengan kalimat Allah. Istri berkewajiban untuk tidak mengizinkan seseorang pun, yang tidak kalian sukai untuk memasuki kamar kalian. Jika istri melakukan hal itu, pukullah dia dengan pukulan yang tidak melukai. Kalian berkewajiban memberi nafkah ekonomi dan pakaian bagi istri dengan cara yang baik." (HR Muslim).
Pendidikan HAM
Keempat petikan orasi wada tersebut sungguh sarat dengan pesan pendidikan dan penegakan HAM. HAM merupakan anugerah Allah untuk kebaikan hidup manusia. HAM bahkan merupakan bagian integral dari keimanan.
Semua orang yang mengklaim diri mereka sebagai Muslim harus menerima, mengakui, dan melaksanakan HAM. Nilai-nilai HAM yang dideklarasikan Nabi SAW dalam orasi wada meliputi hak untuk hidup, hak memperoleh keamanan, hak atas kepemilikian (properti), hak untuk penghormatan terhadap kesucian harga diri (baik laki-laki maupun perempuan), hak memperoleh kebebasan, hak memperoleh keadilan, hak mendapat persamaan di depan hukum, dan sebagainya.
Hidup itu karunia Allah yang harus disyukuri, dimaknai, dan diaktualisasikan. Karena itu, memaknai hak hidup berarti menghargai kehidupan manusia dan makhluk lain. Menegakkan hak hidup berarti menjaga hak janin (agar tidak digugurkan), tidak memperlakukan anak dengan kekerasan, menghargai nyawa orang lain (dilarang membunuh, memulai perang tanpa alasan, melakukan perbuatan teror), mencederai, melukai, dan mengancam nyawa/hak hidup siapa pun.
Menegakkan hak hidup mengandung spirit antiperbudakan, kekerasan, pemerasan, pemerkosaan, penistaan, peneroran, dan selalu mengedepankan hidup rukun, damai, aman, nyaman, tenteram, dan seterusnya. Hak hidup dalam sebuah negara juga berarti hak untuk memperoleh sandang, pangan, papan, dan kesejahteraan yang layak.
Secara edukatif, orasi Nabi tentang nilai-nilai HAM disampaikan secara berulang-ulang agar dipahami, dihayati, dan diamalkan oleh umatnya dengan sebaik-baiknya. Pendidikan HAM yang diorasikan Nabi SAW itu bertujuan untuk mengangkat harkat dan martabat kemanusiaan, emansipasi antara suami dan istri, laki-laki dan perempuan, menghapus budaya kekerasan, kezaliman, pemerasan, kriminalitas, dan kesewenang-wenangan. Bahkan, korupsi itu termasuk melanggar HAM, yaitu hak properti, hak memperoleh keadilan kesejahteraan sosial ekonomi.
Pendidikan dan penegakan HAM disimbolisasikan melalui praktik manasik dan larangan haji, seperti memakai pakaian ihram, melakukan tawaf dan sai, wukuf di Arafah, melempar jamrah dan mabit di Mina, hingga tahallul.
Semua ritualitas haji, termasuk larangannya, seperti tidak boleh memakai pakai berjahit (untuk lelaki), tidak boleh berburu, merusak tanaman, dan sebagainya, sungguh sarat dengan pesan pendidikan HAM. Karena itu, umat Islam yang berhaji, sejatinya harus menyadari pentingnya belajar mengamalkan nilai-nilai HAM dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Aktualisasi pendidikan dan penegakan nilai-nilai HAM juga disosialisasikan oleh Nabi SAW, melalui "keharusan menyampaikan pesannya kepada siapa pun yang tidak hadir". HAM itu amanah dari Allah yang wajib dibudayakan dan diamalkan.
Sejarah membuktikan bahwa pendidikan HAM yang dilakukan Nabi SAW, dengan pendekatan rasional (penggunaan akal sehat) dan mental-spiritual itu mampu mengubah karakter bangsa Arab dan umat Islam. Pendidikan HAM merupakan salah satu kunci revolusi mental spiritual, dalam rangka mewujudkan peradaban bangsa yang berkemajuan!
Oleh: Muhbib Abdul Wahab
Dosen Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah dan UMJ/rol