Selasa, 23 Agustus 2016|09:51:14 WIB
RADARRIAUNET.COM - Penggunaan pestisida biasa dilakukan untuk membunuh hama atau ulat yang menganggu tanaman. Namun, perlu diketahui bahwa sisa-sisa pestisida atau residu dapat pula memengaruhi kualitas lingkungan.
Nah, kualitas lingkungan termasuk di dalamnya kondisi tanah menjadi salah satu faktor penentu penanaman tanaman. Seperti tanaman obat gambir, pemilihan tanah merupakan salah satu faktor yang dipertimbangkan sebelum gambir ditanam. Dr Otih Rositianam M.Sc dari Kementerian Pertanian mengatakan bahwa riwayat lahan yang akan digunakan sangat memengaruhi perkembangan tanaman gambir.
"Lahan yang pernah digunakan dengan pestisida nggak bisa (digunakan untuk menanam gambir), karena ada residu yang jatuh ke tanah, sisa-sisa," ucap Dr Otih Rostiana, M.Sc dalam seminar ilmiah dan workshop tentang 'Tanaman Obat Gambir' di Gedung Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Jl Percetakan Negara, Jakarta, Kamis (18/8/2016).
Sedangkan, untuk menghilangkan risidu pestisida pada tanah harus memakan waktu hingga bertahun-tahun. "Biasanya 2-3 tahun baru pengaruhnya hilang, dan tahun ke-empat baru bisa digunakan langsung," ucap Otih.
Otih menambahkan bahwa pestisida dapat memengaruhi kualitas tanah. Selain itu, pestisida juga dapat meningkatkan risiko terjadinya penurunan kualitas air pada pengairan lahan yang bakal berdampak pada tumbuhan yang ditanam pada lahan tersebut. Walaupun begitu, ditegaskan Otih bahwa pestisida tidak berisiko menimbulkan masalah selama digunakan dalam ambang batas aman.
"Setiap pestisida memiliki ambang batas yang berbeda-beda, sesuai dengan kandungan bahan aktifnya, misal bahan A, dia akan hilang setelah dengan pencucian sekian lama," terang Otih.
Sementara, dilansir Global Healing Center, walaupun pestisida digunakan dalam ambang batas aman, tetap ada dampak yang terjadi. Misalnya saja risiko gangguan pernapasan, iritasi kulit, gangguan otak dan darah, kerusakan ginjal dan liver, kanker, hingga kematian.
Dikutip dari media, tanaman bisa saja menyerap pestisida yang digunakan sebelumnya di suatu lahan. Namun, ini hanya berlaku pada beberapa tanaman di mana pestisida yang disebut pestisida sistemik diambil oleh tanaman dan dialirkan ke bagian lain untuk mengendalikan hama. Sementara, pada pestisida non sistemik, risiko terserap oleh tanaman lebih rendah.
Secara umum, disebutkan pula bahwa pestisida tidak terkonsentrasi di buah atau sayuran. Tetapi, residu pestisida organoklorin seperti DDT, dieldrin, dan chlordane yang kini sudah jarang digunakan bisa terkonsentrasi di benih tanaman. Meski konsentrasinya cukup rendah, termasuk ketika terkandung di dalam biji, baiknya sebisa mungkin paparan pestisda tersebut dihindari.
Nah, tanaman dari lahan yang terpapar residu pestisida, ketika dikonsumsi manusia juga bisa menimbulkan dampak tertentu. Seperti dilansir awak media, studi dari Harvard University yang dipublikasi dalam jurnal Human reproduction menemukan pada pria dengan tingkat konsumsi rata-rata 1,5 porsi produk residu pestisida tinggi, spermanya bisa berkurang hampir setengah.
"Sperma normal yang ada juga hanya sekitar dua pertiga dari rata-rata pria umumnya. Tapi ini bukan berarti kesuburannya berkurang. Kami akan terus melanjutkan pekerjaan untuk mencari tahu seberapa jauh efek pada kualitas air mani ini akan berdampak pada kesuburan," ujar peneliti senior, Jorge Chavarro.
dtc/fn/radarriaunet.com