Batal Dieksekusi Mati Keluarga Pudjo Belum Bisa Tersenyum
ilustrasi. dpc

Batal Dieksekusi Mati Keluarga Pudjo Belum Bisa Tersenyum

Selasa, 02 Agustus 2016|12:13:15 WIB




RADARRIAUNET.COM – Meski hukuman mati terhadap Pujo Lestari, warga Jalan Cempaka, RT 03/RW 04, Kelurahan Selat Panjang Selatan, Kecamatan Tebing Tinggi, Kabupaten Kepulauan Meranti batal dilakukan, Kamis (28/7) malam, namun pihak keluarganya tetap saja belum bisa tersenyum lebar. Apalagi setelah mendengar kabar tidak mengenakkan dari mulut Pujo yang mengaku belum bisa ikhlas.

Suasana di kediaman Pudjo hingga Jumat (29/7) siang tampak begitu sepi. Tidak ada tanda-tanda jika di rumah tersebut akan ada kegiatan khusus, seperti pemasangan tenda atau lainnya. Bahkan tidak terlihat kesibukan sanak family berdatangan di rumah tersebut, meski saat ini telah bertubi-tubi media massa memberitakan proses hukuman mati terhadap 14 narapidana Narkoba di Nusakambangan, termasuk Pudjo Lestari.

Selidik punya selidik, ternyata suasana tersebut sengaja diciptakan. Hal itu dilakukan guna menghindari dampak psikologis terhadap istrinya, P (38) serta kedua anaknya, Y (14) dan D (11), yang kini masih menunggu dengan harap-harap cemas. Apalagi setelah mereka tahu kalau esksekusi mati terhadap Pudjo yang sedianya berlangsung Kamis malam, gagal dilakukan.

“Kami terus berkoordinasi dengan mas Irwanto dan mas Surya yang sengaja diutus ke sana bersama Jaksa untuk menemui atau menjemput jasad mas Pudjo. Syukur Alhamdulillah eksekusinya batal dilakukan malam tadi. Mudah-mudahanlah batal untuk selama-lamanya,” kata Situ Nuriah, adik Pudjo yang berhasil ditemui  di kediaman mereka, kemarin.

Siti Nuriah tidak sendirian. Waktu itu ia juga turut didampingi sang ayah Kateno dan sejumlah sanak keluarga lainnya. Bahkan para tetangga dekat termasuk aparat kelurahan langsung berdatangan ketika mengetahui wartawan datang ke rumah tersebut bersama Lurah Selat Panjang Selatan H. Abdul Karim Zainudin yang kebetulan tinggal di samping rumah Kateno, ayah Pudjo. Sementara istri dan kedua anak Pudjo tidak terlihat karena telah diungsikan ke rumah keluarganya yang lain.

Meski pertemuan berlangsung singkat, namun ada hal menarik yang didapatkan dari keluarga Pudjo. Informasi tersebut tidak hanya mengenai keinginan Pudjo untuk dikebumikan di samping pusara ibunya di TPU Sepakat Jalan Kuburan, Kampungbaru, Selat Panjang Selatan serta mayatnya disalatkan di rumah duka walau hanya beberapa menit saja. Informasi yang paling menarik dari Siti Nuriah adalah pengakuan Pudjo kepada dirinya.

“Saya sempat dapat kesempatan telponan dengan mas Pudjo melalui suami saya Irwan. Saat itulah dia bercerita mengenai bosnya, Suryanto alias Ationg. Mas Pudjo mengaku saat itu hanya mereka berdua yang dimasukkan di ruang isolasi, sementara bosnya tidak. Makanya mas Pudjo kesal dan merasa tidak ikhlas karena tak adil,” ucap Siti dengan mata berlinang.

Menurut Siti, abang kandungnya itu mengaku ikhlas jika mereka bertiga menerima nasib sama (sama-sama dimasukkan di ruang isolasi dan sama-sama dihukum mati).
Namun, kenyataannya berbeda. Pudjo curiga bahwa Ationg lebih diistimewakan sehingga muncul dugaan kalau pria mata sipit itu bakal tidak menerima nasib sama seperti mereka. Kenyataan itu pulalah yang membuat keluarga Pudjo memandang miring terhadap para penegak hukum dan meminta agar selalu bersikap adil.

Agar tidak terjadi kesedihan mendalam, kami pun terpaksa mengalih pembicaraan dengan mewawancarai H. Karim dan tetangga lainnya tentang kehidupan Pudjo. Pudjo merupakan lelaki miskin. Meski bekerja sebagai ABK kapal barang dengan Suryanto alias Ationg, tetap saja tidak mengubah kondisi kehidupan keluarganya. Gaji yang ia kirimkan setiap bulannya bahkan tidak mencukupi kebutuhan keluarga. Bahkan sang istri terpaksa ikut bekerja sebagai pembantu demi biaya hidup mereka sehari-hari.

Kenyataan itu pula yang membuat para tetangga heran dan kuatir jika Pudjo sengaja dikambing-hitamkan dalam kasus ini. “Rasa-rasanya tak mungkin dia itu seorang pelaku narkoba jika melihat kondisi kehidupannya. Kami tahu betul karena kami ini bertetangga. Sejak menikah Pudjo menumpang di rumah orangtuanya Kateno. Untuk makan saja mereka susah. Makanya tak masuk akal," kata A Karim.

Karenanya, ke depan ia berharap agar sebelum vonis hukuman mati itu diputuskan, hendaknya hakim atau pihak pengadilan juga melihat langsung kondisi di lapangan.
“Memang secara hukum, terbukti mereka bersalah. Tetapi harus dilihat juga kehidupan mereka, sehingga hukuman mati itu diberikan benar-benar tepat,” harap A Karim yang turut diamini keluarga dan para tetangga Pudjo.

A Karim juga berharap kepada warganya untuk menjadikan kasus ini sebagai pelajaran hidup sehingga tidak terlibat dalam kasus Narkoba dan sampai dihukum mati seperti Pudjo. “Semua itu ada hikmahnya. Dan ini bisa menjadi pelajaran bagi yang lain. Hanya saja kita khawatirkan kondisi pisikis anaknya, makanya kita minta mayatnya nanti tidak berlama-lama di rumah ini jika suatu saat telah dieksekusi mati.


dpc/fn/radarriaunet.com







Berita Terkait

Baca Juga Kumpulan Berita RIAU

MORE

MOST POPULAR ARTICLE