BPK Temukan Kontrak Fiktif di Proyek Balai Diklat Sorong
Ketua BPK Harry Azhar Azis (kedua kanan) bersama Kepala PPATK Muhammad Yusuf (kanan) . BPK mengaku menemukan kontrak fiktif di kasus proyek pembangunan BP2IP di Sorong, Papua Barat. Ant/Cnn

BPK Temukan Kontrak Fiktif di Proyek Balai Diklat Sorong

Selasa, 28 Juni 2016|17:11:35 WIB




RADARRIAUNET.COM - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan adanya kontrak fiktif dalam proyek pengadaan dan pelaksanaan pembangunan Balai Pendidikan dan Pelatihan Ilmu Pelayaran (BP2IP) yang melibatkan mantan Dirjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan Bobby Renold Mamahit.
 
Saksi ahli dari BPK Hendratna mengatakan, dalam kontrak fiktif itu disebutkan perjanjian antara PT Hutama Karya (HK) sebagai pemenang tender dengan perusahaan lain untuk melaksanakan pembangunan BP2IP.
 
Belakangan, kontrak fiktif itu ternyata digunakan untuk menutupi pembayaran fee 10 persen yang ditujukan bagi pemilik proyek.
 
"Pembuatan kontrak fiktif ini membuat negara rugi sampai Rp40 miliar," ujar Hendratna di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (27/6) kemarin.
 
Hendratna menyebutkan bahwa proses pelelangan pelaksana proyek itu hanyalah formalitas saja. Hal ini juga ditunjukkan dari hasil audit BPK sejak Desember 2014 hingga April 2015 yang menemukan adanya kekurangan volume pekerjaan hingga Rp3 miliar.
 
"Jadi ada cara lain yang digunakan pihak panitia agar ada perusahaan tertentu yang tidak ikut dalam pelelangan itu," katanya.
 
Sementara itu ahli dari Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) Ahmad Zikrullah menyebutkan bahwa dalam proses pengadaan barang dan jasa harus efektif dan transparan.
 
Namun apabila ditemukan adanya kondisi memenangkan salah satu pihak dengan intervensi maupun penyalahgunaan wewenang maka harus dilakukan pelelangan ulang. Panitia lelang yang memenangkan dengan cara tertentu pun harus diganti seluruhnya.
 
"Kalau ada pelanggaran dalam proses lelang itu maka bisa dengan evaluasi atau lelang ulang. Tergantung penyebab pelanggarannya," ucap Ahmad.
 
Kuasa hukum terdakwa Bahtiar Sitanggang mengakui adanya kontrak fiktif pelaksana proyek yang disebutkan oleh saksi ahli.
 
"Yang fiktif itu adalah perusahaan yang bekerja sama dengan PT HK, tapi pengerjaannya tetap ada," tutur Bahtiar.
 
Hal ini, kata dia, semata dilakukan untuk menutupi pemberian fee sehingga keuntungan tetap masuk ke PT HK.
 
Bobby sebelumnya didakwa telah mengintervensi kuasa pengguna anggaran dan ketua panitia pengadaan agar memenangkan PT HK dalam lelang proyek pembangunan BP2IP di Sorong.
 
Bobby lantas meminta sejumlah uang kepada Senior Manajer Pemasaran PT HK, yakni Basuki Muchlis karena perusahaan itu telah dimenangkan dalam proses lelang. Dia pun didakwa menerima uang sebesar Rp40,1 miliar yang diberikan secara bertahap di sejumlah tempat.
 
Pembayaran kontrak kerja ini juga digunakan untuk mengganti fee 10 persen bagi terdakwa maupun pihak terkait yang memenangkan PT HK.
 
Atas perbuatannya, Bobby didakwa melanggar Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
 
Alex H24/Cnn






Berita Terkait

Baca Juga Kumpulan Berita NEWS

MORE

MOST POPULAR ARTICLE