Jakarta (RRN) - Langkah Jaksa Agung M Prasetyo menerbitkan keputusan deponering atau mengesampingkan perkara mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad dan Bambang Widjojanto memunculkan gugatan. Pemeriksaan pendahuluan Pasal 35 huruf c Undang-Undang Nomor 16/2004 tentang Kejaksaan terkait deponering itu akan dilakukan Mahkamah Konstitusi (MK) hari ini, Rabu (30/3).
Berdasarkan pengumuman jadwal sidang di situs resmi MK, pemeriksaan pendahuluan dengan nomor perkara 29/PUU-XIV/2016 itu akan berlangsung pukul 10.00 WIB. Dalam pemeriksaan pendahuluan, MK akan memeriksa apakah pemohon memiliki legal standing untuk mengajukan gugatan uji materi.
MK juga akan memastikan kelengkapan dan kejelasan materi permohonan gugatan dalam kaitan dengan kewenangan MK. Pemohon dalam gugatan tersebut adalah Irwansyah Siregar dan Dedi Nuryadi.
Irwansyah dan Dedi dikenal sebagai dua dari sejumlah korban penganiayaan yang dituduhkan kepada penyidik KPK Novel Baswedan dalam kasus pencurian sarang burung walet di Bengkulu tahun 2004. Keduanya juga protes lantaran Kejaksaan Agung menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2).
Hakim Putuskan Tidak Terima Praperadilan Deponering AS dan BW
Putusan praperadilan putusan Jaksa Agung terkait deponering atau mengesampingkan perkara atas pemalsuan dokumen oleh eks petinggi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad dan kesaksian palsu Bambang Widjajanto pada sidang sengketa Pilkada kota Waringin di Mahkamah Konstitusi dibacakan, Rabu (23/3) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Putusan yang dibacakan Hakim Tunggal Sutiyono di ruang sidang 5 sekitar pukul 14.00 WIB tersebut memutus bahwa permohonan praperadilan yang diajukan pemohon yakni Otto Cornelius (O.C) Kaligis dan Suryadharma Ali tidak diterima oleh pengadilan.
"Menyatakan permohonan praperadilan dari pemohon tidak dapat diterima dan membebankan biaya perkara sebesar nihil," ucap Hakim Tunggal Sutiyono diruang sidang.
Dalam pembacaan putusan tersebut, hakim menyatakan bahwa objek permohonan yang diajukan pemohon tidak sesuai.
Seperti yang diketahui sebelumnya, praperadilan AS dan BW diajukan pihak pemohon tanggal 19 Februari kemarin dengan objek terkait Surat Keputusan Penghentian Penuntutan (SKP2) sedangkan keputusan yang dikeluarkan Jaksa Agung terkait AS dan BW adalah deponering untuk kepentingan umum tertanggal 3 Maret 2016.
Sementara untuk perkara Novel Baswedan, permohonan praperadilan yang diajukan tanggal 19 Februari 2016 mendahuli tanggal dikeluarkannya SKP2 Novel Baswedan oleh Kejaksaan Negeri kotw Bengkulu yakni tertanggal 23 Februari 2026. Dengan kata lain pemohon mendahului objek permohonan yang ada.
Selain itu Hakim pun menyatakan bahwa pengajuan praperadilan dari pihak pemohon tidak memiliki legal standing yang tercantum dalam pasal 80 KUHAP. Dimana dalam hal ini pihak pemohon yakni O.C Kaligis dan Suryadharma Ali tidak memiliki hubungan langsung dengan objek praperadilan yang diajukan.
Desyana selaku tim kuasa hukum pemohon menyatakan kekecewaannya terhadap hasil putusan praperadilan. Ia menyatakan akan mengajukan banding karena menganggap alasan hakim tidak menerima permohonan praperadilan tersebut tidak menyentuh pokok materi yang diperiksa.
"Putusan hakim bukan terkait pokok materi yang diperiksa. Ini lebih terkait kepada eksepsi termohon, tapi pokok materinya tidak dipertimbangkan," tutur Desyana seusai sidang putusan.
Desyana menyatakan pihaknya akan terus menempuh upaya hukum demi penegakan keadilan.
"Mestinya kasus ini tidak menjadikan orang kebal hukum. Seseorang yang menjabat sebagai pejabat KPK bukan berarti dia kebal hukum dong seharusnya. Kepentingan umum mana yang dilanggar? Seharusnya hakim maupun Jaksa Agung bisa menjelaskan," tambah Desiana.
Sebelumnya, Jaksa Agung Muhammad Prasetyo memutuskan untuk mengeluarkan deponering bagi kasus yang menjerat mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi Abraham Samad dan Bambang Widjojanto. Abraham Samad ditetapkan dalam kasus dugaan pemalsuan dokumen dan pembuatan paspor tahun 2007. Sementara Bambang Widjojanto atas kasus saksi palsu Juni 2010.
Prasetyo menyatakan deponering diberikan dengan alasan kasus Abraham Samad dan Bambang Widjojanto merupakan perkara luar biasa. Kasus keduanya kini dihentikan juga karena amat menyita perhatian publik, dan dikhawatirkan dapat memperlemah semangat pemberantasan korupsi di Indonesia jika dilanjutkan proses hukumnya.
"Saya selaku Jaksa Agung menggunakan hak prerogatif yang diberikan Undang-Undang Kejaksaan untuk mengambil keputusan. Keputusan yang diambil adalah mengesampingkan perkara, deponering perkara atas nama Abraham Samad dan Bambang Widjojanto,” kata Prasetyo di gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis (3/3).
Pasal 35 huruf c berbunyi, Jaksa Agung mempunyai tugas dan wewenang menyampingkan perkara demi kepentingan umum. Kepentingan umum dimaksud, seperti dalam penjelasan Pasal 35 huruf c adalah kepentingan bangsa dan negara dan/atau kepentingan masyarakat luas.
Menerka Babak Lanjutan Perkara Kesaksian Palsu Bambang
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bambang Widjojanto tak terlalu kaget ketika ditangkap penyidik Badan Reserse Kriminal Polri pada 23 Januari lalu. Bambang sudah merasa akan ada perkara pidana yang dikaitkan dengan dirinya setelah KPK menetapkan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai tersangka 10 hari sebelumnya.
Sebelum ditangkap, Bambang sudah menyampaikan kepada sejumlah staf KPK mengenai kemungkinan dua kasus yang akan menjeratnya, yaitu Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat dan kasus Trisakti. Dugaan Bambang terbukti. Dia ditangkap karena disangka memerintahkan orang lain memberi kesaksian palsu di sidang sengketa pilkada tahun 2010 tersebut.
Namun yang mengherankan, tanpa dikirimi surat panggilan pertama atau panggilan kedua sebagai tersangka, Bambang langsung ditangkap karena kasus kesaksian palsu. Ada kesan terburu-buru pada penangkapan Bambang di Jumat pagi itu. Namun Wakil Kepala Polri Komisaris Jenderal Badrodin Haiti saat itu membantah tergesa-gesa menangkap Bambang.
KPK Desak Jokowi Deponering Kasus Bambang Widjojanto
Pimpinan sementara Komisi Pemberantasan Korupsi Johan Budi Sapto Pribowo mendukung dengan langkah deponering atau pengesampingan perkara terhadap Wakil Ketua KPK nonaktif Bambang Widjojanto. Johan akan mengupayakan pembicaraan dengan Jaksa Agung Prasetyo dan Presiden Jokowi untuk mendorong deponering ini.
"Kalau pendapat pribadi saya, langkah deponering dirasa tepat untuk kasus Pak Bambang Widjojanto. Tapi langkah ini harus ada persetujuan Presiden untuk kemudian memerintahkan kepada Jaksa Agung," ujar Johan kepada media, Selasa (26/5).
Mantan Deputi Pencegahan komisi antirasuah itu menuturkan, deponering merupakan wewenang Presiden untuk menuntaskan perkara Bambang yang bagian dari rentetan kisruh KPK dan Polri.
"Saya selaku pimpinan KPK akan mencoba berbicara dengan Jaksa Agung dan Presiden untuk solusi (deponering) ini, kalau Presiden mau," ujar Johan.
Apabila Jaksa Agung dan Presiden sepakat dengan usulan pengesampingan perkara tersebut, Johan berharap Bambang dapat kembali memimpin KPK.
"Pak BW bisa kembali lagi memimpin KPK untuk menjalani sisa kepemimpinannya," ujar Johan. Untuk diketahui, Bambang dan empat pimpinan lainnya bakal purnatugas pada akhir tahun ini, Desember 2015.
Selain Bambang, Ketua KPK nonaktif Abraham Samad dan penyidik KPK Novel Baswedan juga punya kasus di Kepolisian. BW, Samad, dan Novel mulai disidik Korps Bhayangkara setelah KPK menetapkan mantan Kepala Biro dan Pembinaan Karier Polri Komjen Budi Gunawan sebagai tersangka suap dan gratifikasi.
Pemimpin KPK lainnya Indriyanto Seno Adji mengatakan demi penegakan hukum, diperlukan tindakan tegas untuk menuntaskan konflik dua lembaga ini. "Secara pribadi ada suatu harapan menyelesaikan semua ini bagi suatu kepentingan integrated law enforcement di antara KPK, Polri, dan Kejaksaan," kata dia.
Hehamahua: Jika Deponering Dipilih, Kasus BW Benar Rekayasa
Komisi Pemberantasan Korupsi menyatakan proses penanganan kasus yang menimpa Abraham Samad, Bambang Widjojanto, dan Novel Baswedan masih menjadi domain kewenangan Kepolisian, meski langkah deponering --pengesampingan perkara demi kepentingan umum-- bisa dijadikan pertimbangan.
"Proses projustitia di Badan Reserse Kriminal Polri dan Kejaksaan masih berjalan. Saya belum mendengar (soal deponering) dan tidak dalam posisi memberi pendapat tentang deponeering," ujar Pelaksana Tugas Wakil Ketua KPK Indriyanto Seno Adji.
Meski demikian demi penegakan hukum, diperlukan tindakan tegas untuk menuntaskan konflik dua lembaga ini. "Secara pribadi ada suatu harapan menyelesaikan semua ini bagi suatu kepentingan integrated law enforcement di antara KPK, Polri, dan Kejaksaan," kata Indriyanto.
Mantan penasihat KPK Abdullah Hehamahua menilai deponering terhadap penanganan kasus yang menimpa pimpinan nonaktif dan penyidik KPK justru akan mempertegas bahwa perkara mereka tidak lebih dari akal-akalan.
"Jika deponering atas instruksi Presiden yang dijadikan pilihan, jelas bahwa kasus Pak Bambang Widjojanto dan Abraham Samad hanyalah rekayasa untuk mengobok-obok KPK," kata Hehamahua.
Dengan kata lain, alih-alih deponering, Hehamahua berharap penanganan kasus yang menimpa Bambang dan Samad bisa diusut tuntas ke meja hijau. Hal itu ia anggap penting dilakukan untuk mencari kepastian hukum dan penegakan keadilan.
"Kasus ini harus sampai ke pengadilan sehingga masyarakat dapat mengetahui apakah kasus Pak BW dan pak AS adalah benar-benar persoalan hukum atau persoalan politik dengan tujuan kriminalisasi KPK untuk kepentingan rezim penguasa," kata Hehamahua.
Seperti diketahui, kasus yang menjerat Samad dan Bambang kini masuk tahap penyidikan Polri. Ketua KPK nonaktif Abraham Samad ditetapkan sebagai tersangka untuk dua kasus sekaligus, yakni kasus dugaan pemalsuan dokumen dan penyalahgunaan wewenang.
Adapun Wakil Ketua KPK nonaktif Bambang Widjojanto diduga mengarahkan saksi memberikan keterangan palsu di bawah sumpah dalam proses pengurusan sengketa Pemilihan Kepala Daerah Kotawaringin Barat di Mahkamah Kontitusi pada 2010.
Sementara pada kasus Novel, penyidik KPK yang saat ini sedang 'bertarung' dengan Polri setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus penganiayaan pencuri sarang burung walet, ia kini mendaftarkan gugatan ke PN Jakarta Selatan.
Secara terpisah, Pelaksana Tugas Wakil Ketua KPK Johan Budi Sapto Pribowo mendukung langkah deponering dan akan mengupayakan pembicaraan dengan Jaksa Agung Prasetyo dan Presiden Jokowi untuk mendorong deponering.
“Kami tidak menggugat agar tidak ada deponering. Tapi soal kepentingan masyarakat luas, kepentingan bangsa dan negara itu sebenarnya tidak terjawab. Kepentingan masyarakat yang mana?” kata Sisno ketika dihubungi.
Mantan Kepala Divis Humas Mabes Polri ini menyatakan, untuk mempertegas keberatan atas langkah deponering Jaksa Agung dalam kasus Abraham Samad dan Bambang Widjojanto, ISPI juga akan mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Materi gugatan adalah bahwa keputusan deponering merupakan perbuatan melawan hukum.
“Kalau yang ke PN Selatan, gugatan belum kami masukan. Diharapkan bisa hari ini. Kami berharap gugatan ini bisa membatalkan deponering yang dilakukan dalam kasus pimpinan KPK,” ujar Sisno.
Terkait permohonan uji materi maupun rencana menggugat ke PN Jakarta Selatan, Sisno membantah bahwa langkah ISPI tersebut atas permintaan Polri. “Enggak ada permintaan dari siapa-siapa. Kami dari organisasi ISPI dan ini murni dari kami,” katanya.
Jaksa Agung memastikan mengambil langkah deponering pada 3 Maret lalu setelah berkonsultasi dengan Kapolri Jenderal Badrodin Haiti, Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali, dan Ketua DPR Ade Komarudin. Meski Ade menyerahkan sepenuhnya kepada Prasetyo, namun sejumlah politikus di Senayan mempertanyakan langkah deponering tersebut.
rdk cnn/rrn