Jakarta (RRN) - Nyaris tak ada film yang benar-benar “orisinal” begitu ditayangkan di bioskop. Terlebih dahulu, Lembaga Sensor Film (LSF) melakukan pengguntingan adegan yang dianggap tidak pantas.
Tak dipungkiri, kadang aksi pengguntingan adegan berisiko menghilangkan ide orisinal film itu sendiri. Adegan yang tak utuh dengan sendirinya menyurutkan kenikmatan saat menonton.
Agar filmnya tak terkena guntingan sensor, sineas memutar otak untuk menghasilkan adegan yang “aman” dan melenggang mulus sampai di bioskop secara utuh. Sineas juga bersikap luwes.
“Ini sudah era keterbukaan, kita harus mengikuti jaman. Kita jangan terus kaku [memilah mana yang harus dimasukkan dan tidak dalam film],” kata Mira Lesmana di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Sebagai produser, Mira cenderung tidak kaku dalam membuat film karena toh ada klasifikasi umur penonton. Namun ia menyayangkan implementasinya yang masih sangat lemah di Indonesia.
“Kami bikin [film] 17 tahun ke atas, tapi yang nembus anak kecil masuk [bioskop] banyak sekali. Padahal ada Lembaga Sensor Film, lalu buat apa?” kata Mira. “Sementara film yang harusnya tidak perlu disensor—karena dia untuk dewasa—jadi disensor.”
Sensor sendiri, menurut sineas yang sudah berkecimpung di dunia perfilman sejak 1995 ini, lebih dibutuhkan untuk melindungi anak-anak dari dampak buruk tontonan itu sendiri.
Mira sangat mewanti-wanti jangan sampai anak-anak menonton film-film yang sudah ditetapkan untuk orang dewasa. Sineas membuat sebuah film berkategori 17 tahun ke atas memang untuk mereka yang sudah bisa menentukan mana yang baik atau buruk, boleh ditonton atau tidak.
“Sekarang ini kacau, kebalik-balik. Yang enggak boleh ditonton sama anak-anak, ditonton. Yang sudah diperbolehkan untuk orang dewasa, malah disensor. Jadi tidak mencerdaskan gitu,” ujarnya.
Ia mencontohkan adegan ciuman. Baginya, adegan itu memang dibuat sesuai bagi orang yang usianya sudah termasuk dalam kategori dewasa. Maka sungguh menggelikan bila malah disensor.
“Kalau saya membuat film dewasa, saya enggak mau mikirin akan disensor atau tidak. Saya harus berpikir cerdas dan mencerdaskan bahwa ini sudah boleh dilihat. Kalau ternyata masih disensor, ya apa boleh buat. Itu yang sebenarnya sangat menyedihkan.”
Di samping itu, kakak kandung musisi jazz Indra Lesmana ini pun selalu melakukan self-sensor saat terlibat dalam proses pembuatan film, khususnya film anak-anak. Hal ini merupakan upaya untuk melindungi anak-anak yang menontonnya.
Mira menegaskan, “Tidak mungkin saya memasukkan adegan-adegan yang tidak boleh diihat untuk anak-anak.
vga/vga cnn/ rrn