Jakarta (RRN) - Manajer Senior Peralatan PT Pelabuhan Indonesia II Haryadi Budi Kuncoro menampik keterlibatannya dalam korupsi pengadaan 10 mobile crane di perusahaannya.
Hal tersebut disampaikan Heru Widodo, selaku pengacara Haryadi, usai pemeriksaan di Badan Reserse Kriminal Polri, Jakarta, Senin (14/3). Sementara Haryadi sendiri, yang berada di samping Heru, tidak mengatakan apa-apa.
Menurut Heru, kliennya diberondong 26 pertanyaan yang dapat dijawab dengan lancar, baik terkait identitas maupun tugas dan kedudukannya sebagai pejabat Pelindo II.
"Dari keterangan yang disampaikan Pak Haryadi, semakin nyata bahwa dalam pengadaan crane itu dilaksanakan setelah adanya keputusan dari board of director (dewan direksi), ada keputusan direksi tentang investasi crane," kata Heru.
Menurut Heru, kemudian keputusan itu dibuatkan Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP). Setelah itu, keputusan kemudian didokumentasikan dalam draf yang diajukan kepada direksi untuk kemudian diteruskan kepada komisaris.
Dari situ, draf kemudian diserahkan kembali kepada Menteri Badan Usaha Milik Negara dan disetujui. Setelah disetujui menteri, baru program pengadaan 10 mobile crane tersebut diimplementasikan.
"Jadi tidak benar isu atau tuduhan yang selama ini beredar, yang menyatakan bahwa usulan pengadaan berasal dari Pak Haryadi, kemudian juga usulan anggaran dari Pak Haryadi sudah bisa dibantah dari keterangan tadi, termasuk penggunaan atau penyampaian salah satu merk tidak pernah dilakukan pak Haryadi," tutur Heru.
Heru melanjutkan, dalam pemeriksaan Haryadi juga mengungkapkan dirinya hanya menerima brosur-brosur dari beberapa merk dari pihak direksi. "Bukan dari apa yang diperoleh Pak Haryadi langsung yang mengikuti tender."
Direksi, kata dia, mendapatkan brosur tersebut ketika melakukan kunjungan ke China. Brosur itu saat itu belum bisa dibaca karena kendala bahasa. Oleh direksi, kemudian brosur tersebut diserahkan kepada Haryadi dan kembali diserahkan kepada tim.
"Jadi tidak ada pesan khusus untuk memenangkan perusahan X atau Y," kata Heru.
Sementara soal spesifikasinya tidak dibahas dalam pemeriksaan. Yang ditanyakan penyidik hanya sebatas berapa pelabuhan yang direncanakan akan menerima 10 mobile crane itu.
"Dari hasil keputusan board of director itu direalisasikan 10, yang 65 ton dan 25 ton," kata Heru. "Di tingkat bahwa hanya melaksanakan apa yang sudah diputuskan direksi."
Heru menegaskan tidak ada peran signifikan Haryadi dalam proses pengadaan ini. Semua yang dijalankan, kata dia, sesuai dengan tugas pokok dan tanggungjawabnya.
"Kalau bicara anggaran pun ternyata anggaran bukan dari bironya Pak Haryadi," kata Heru.
Sementara itu, polisi tutup mulut soal peran Haryadi dalam korupsi ini. Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Komisaris Besar Agung Setya hanya mengatakan Haryadi membantu tersangka yang sudah lebih dulu ditetapkan, yakni Direktur Teknik Ferialdy Noerlan.
"Pengadaan crane itu tidak terlepas dari peran HBK (Haryadi) dan FN (Ferialdy)," kata Agung.
Saat ini, kata dia, penyidik masih terus melakukan pendalaman sehingga belum bisa mengungkapkan banyak hal terkait kasus ini.
Kasus ini berawal saat penyidik menemukan 10 mobile crane yang semestinya dikirim ke delapan pelabuhan berbeda justru mangkrak di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Polisi menduga ada motif korupsi di balik pengadaan alat-alat berat itu karena tidak sesuai dengan rencana pengadaan yang sudah ditetapkan.
CNN/ RRN