Jumat, 13 November 2015|13:12:27 WIB
JAKARTA (RRN) - Sepanjang sembilan bulan pertama tahun ini PT Bumi Serpong Damai Tbk menambah landbank (cadangan lahannya) seluas 42 hektar. Emiten properti berkode saham BSDE itu kini punya cadangan lahan seluas total 4.717 hektar yang ada di beberapa wilayah Indonesia.
Direktur Bumi Serpong Damai Hermawan Wijaya pada Investor Summit di Jakarta, Selasa (10/11/2015), menjelaskan nilai akuisisi lahan itu mencapai Rp 2,07 triliun yang dibiayai melalui perolehan kas dari operasional perseroan senilai Rp2,42 triliun.
"Cadangan landbank dan ketersediaan kas adalah hal sangat krusial bagi pengembang, karena hal itulah yang akan menjamin pertumbuhan berkelanjutan perseroan, dan pada akhirnya memberi nilai tambah bagi pemegang saham," kata Hermawan.
Penambahan terbesar cadangan lahan itu terutama dilakukan untuk proyek terbesar BSDE, yaitu BSD City seluas 37 hektar. Hermawan mengharapkan, aksi penambahan cadangan lahan itu bisa menjadi dasar pertumbuhan perseroan ke depannya.
Hingga saat ini, BSDE memiliki cadangan lahan di sejumlah lokasi strategis seperti di CBD Kuningan, Grand Wisata di Bekasi, Grand City di Balikpapan, serta Kota Wisata di Cibubur. Tahun ini BSDE telah meluncurkan beberapa produk terbarunya, baik di sektor residensial maupun komersial.
Beberapa proyek yang telah diperkenalkan antara lain AEON Mall BSDCity, Indonesia Convention Exibition (ICE), Courts Megastore, Vanya Park, Regent Town, dan Casa de Parco Apartement.
"Kami juga bekerjasama dengan beberapa investor strategis untuk meningkatkan value creation kami, misalnya dengan AEON Mall BSDyang bermitra dengan AEON Mall Jepang, Nava Park dengan Hongkongland, serta ICE yang kami andalkan sebagai kawasan pameran terbesar di Indonesia bersama Dyandra," kata Hermawan.
Sementara itu, dia menilai sektor residensial masih prospektif untuk terus dikembangkan. Di satu sisi, produk residensial merupakan kebutuhan utama konsumen, sementara di sisi lain juga bisa menjadi sarana investasi yang menguntungkan pada masa mendatang.
"Terlebih indikator ekonomi seperti nilai tukar terus menunjukan grafik pertumbuhan yang positif," ujarnya.
Lonjakan aset
Dalam waktu ini BSDE juga akan meluncurkan produk terbaru, antara lain kawasan mixed use The Element Condominium di Rasuna senilai Rp2 triliun, dan Grand Wisata Festive Garden.
"Kami sedang tunggu momen tepat saja untuk peluncuran proyek-proyek tersebu, terutama karena efek dari beberapa paket kebijakan pemerintah yang akan kembali menggairahkan pasar yang kami perkirakan pada kuartal I atau II tahun depan," kata Hermawan.
Adapun aset BSDE per 30 September 2015 lalu melonjak 26,30 persen menjadi Rp35,62 triliun. Angka itu meningkat dibandingkan dengan posisi aset pada akhir tahun lalu yang tercatat Rp28,21 triliun.
Hingga kuartal ketiga ini, BSDE berhasil meraih pendapatan Rp4,6 triliun. Capaian itu meningkat 18 persen dibandingkan dengan raihan pada periode sama tahun sebelumnya senilai Rp3,9 triliun.
"Lonjakan ini ditopang oleh pertumbuhan penjualan tanah dan bangunan sebesar Rp3,8 triliun bertumbuh year-on-year 19 persen atau setara 82 persen dari total pendapatan," ujarnya.
Ini Program Pembiayaan Rumah Murah Selain KPR Subsidi
Dana Aditiasari - detikfinance
Rabu, 11/11/2015 09:44 WIB
Program rumah murah
Jakarta -Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menambah bantuan pembiayaan perumahan di tahun ini. Program pembiayaan itu adalah Subsidi Selisih Bunga (SSB), yang total anggarannya mencapai 57,51 miliar.
Direktur Jenderal Pembiayaan Perumahan Kementerian PUPR, Maurin Sitorus mengatakan, fasilitas yang diberikan lewat skema SSB akan sama dengan fasilitas yang diberikan bantuan pembiayaan lewat skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), alias KPR subsidi.
"Nantinya sama (dengan penerima FLPP). Pemohon bisa mengajukan DP (Uang Muka KPR) 1% di Bank BTN (Bank Tabungan Negara), bisa dapat bunga KPR ringan 5% selama masa kredit. Sama dengan FLPP," ujar Maurin kepada detikFinance, Selasa (10/11/2015).
Maurin mengatakan, perbedaan mendasar antara skema FLPP dan skema SSB hanya terletak pada penyelenggaraannya saja.
Pada skema FLPP, dana yang digunakan untuk membayar rumah yang kemudian diangsur oleh masyarakat dalam bentuk Kredit Pemilikan Rumah (KPR), sebagian besarnya berasal dari dana pemerintah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dikelola Kementerian PUPR.
Sementara pada skema SSB, dana yang sama berasal sepenuhnya dari dana milik perbankan yang bersangkutan. "Sederhananya, perbedaan terletak di belakang layar saja. Fasilitas yang diterima dan cara pengajuannya oleh masyarakat semuanya sama," tutur Maurin.
(dna/hns)