Senin, 09 November 2015|14:20:53 WIB
RADAR HEALTH - Tes darah untuk mengetahui serangan jantung pada wanita memiliki metode baru. Bagaimana caranya?
Selama ini tes darah untuk mengetahui apakah seseorang mengalami serangan jantung atau tidak dilihat dengan mengukur kadar troponin-I. dr Anasthasia Sari Sri Mumpuni, SpJP, dari RS Pondok Indah-Puri Indah menjelaskan bahwa dengan metode sebelumnya, tes troponin tidak sensitif untuk wanita karena menggunakan ambang batas yang sama.
"Dulu itu dikatakan serangan jantung jika kadar troponinnya 28 pg/ml untuk pria dan wanita. Tapi kini dengan tes troponin-I yang lebih sensitif ada ambang batas yang berbeda untuk pria dan wanita sehingga tes darah untuk serangan jantung menjadi lebih akurat," tutur dr Sari dalam temu media di Restoran Kembang Goela, Jl Sudirman, Jakarta Pusat, Kamis (5/11/2015).
dr Sickan Jaganathan, Associate Medical Director, Medical and Scientific Affairs, Abbott Diagnostics Division menjelaskan bahwa dengan metode tes yang baru, ada perbedaan antara ambang batas troponin pria dan wanita. Untuk pria ambang batasnya adalah 34,2 pg/ml dan wanita 15,6 pg/ml.
"Logikanya, ukuran badan Anda dan saya berbeda. Tentunya ukuran jantung juga berbeda. Sehingga ada perbedaan antara kadar troponin yang dikeluarkan oleh jantung ketika terjadi serangan jantung antara pria dan wanita," tutur pria yang akrab disapa Dr Jaga ini.
dr Jaga mengatakan berdasarkan penelitian yang diterbitkan oleh jurnal Lancet, metode high-sensitive troponin-I (hsTnI) berhasil mengurangi angka antrean yang tidak perlu di ruang gawat darurat. Pasien yang datang dengan keluhan nyeri dada di tes hsTnI lalu dibandingkan dengan ambang batas.
Jika kadar troponin dalam darah di bawah ambang batas maka pasien diperbolehkan pulang. Tandanya, nyeri dada yang dirasakan pasien bukan menandakan adanya serangan jantung.
"Jurnal Lancet merilis high sensitive troponin I 99,5 persen akurat mendeteksi troponin di bawah 5 pg/ml, yang menandakan tidak ada sakit jantung. Dalam penelitian ada 75 persen pasien yang dipulangkan karena tidak mengalami serangan jantung. Setelah dipantau selama satu bulan, pasien yang dipulangkan juga tidak mendapat serangan jantung," paparnya.
Meski begitu dr Sari mengatakan penggunaan metode hsTnI hanya sebagai metode atau alat penunjang. Untuk mendeteksi serangan jantung, panduan utama tetap menggunakan elektrokardiogram (EKG) dan riwayat sakit atau keluhan pasien.
"Tetap harus anamnesa dulu dengan EKG dan riwayat sakitnya, kita dengarkan juga keluhannya. Jadi alat ini sifatnya sebagai penunjang saja," pungkasnya.
(mrs/vit/fn)