Kamis, 29 Oktober 2015|13:48:45 WIB
JAKARTA (RRN) - Presiden Korea Selatan, Park Geun-hye berjanji akan memperkuat kapabilitas pertahanan negaranya, didukung anggaran yang besar, demi bertahan melawan provokasi dari Korea Utara di masa depan pada Selasa (27/10).
Di kesempatan yang sama, Park menambahkan Seoul akan mencoba bekerja dengan Pyongyang untuk meningkatkan frekuensi reuni bagi keluarga kedua negara yang terpisah oleh Perang Korea 1950-1953.
Dalam pidato anggaran tahunan pada Majelis Nasional, Park menguraikan rencana peningkatan belanja pertahanan sebesar 4 persen tahun depan menjadi 39 triliun won (setara Rp468 triliun)—lebih tinggi daripada pertumbuhan anggaran keseluruhan sebesar 3 persen.
•
"Kami akan meningkatkan kemampuan pertahanan kami secara drastis untuk merespons kemungkinan provokasi oleh Korea Utara dengan efektif dan ancaman keamanan lainnya di semenanjung Korea," kata Park, dilansir dari Channel NewsAsia.
Secara detil, Park mengutip eskalasi tensi militer di perbatasan baru-baru ini yang dipicu peledakan ranjau darat dan melukai dua tentara Seoul hingga buntung. Seoul menindak keras Pyongyang atas insiden itu. Kedua militer sempat berada dalam waspada tingkat tinggi dan memperingatkan kemungkinan konflik bersenjata.
Namun akhirnya Korea Utara yang lebih dulu mendekati Korea Selatan untuk dialog. "Provokasi itu adalah pengingat lainnya bahwa kita bisa membuka pintu untuk dialog normal dan bekerja sama hanya ketika kita mempertahankan sikap pertahanan yang tak bisa dibantah," kata Park lagi.
Dialog itu mencapai kesepakatan pada akhir Agustus untuk menurunkan tensi keduanya dan menggelar reuni langka bagi keluarga yang terpisah. Agenda yang diadakan di resor pegunungan Korea Utara tersebut berakhir Senin kemarin, usai mempertemukan hampir seribu orang kerabat untuk pertama kalinya dalam enam dekade.
Menurut Park, pertemuan emosional itu hanyalah "kemajuan kecil", dengan komplain terkait frekuensi penyelenggaraan reuni dan waktu terbatas bagi kerabat untuk berinteraksi. "Pemerintah akan berupaya apapun untuk menggelar reuni secara rutin dan mengizinkan keluarga untuk mengecek apakah kerabatnya masih hidup,"
Jutaan orang terlantar akibat konflik Korea yang kini menyegel semenanjung itu. Kebanyakan meninggal tanpa pernah bertemu atau mendengar kabar kerabatnya di sisi perbatasan lain akibat dilarangnya lalu lintas sipil. Korea Utara telah lama memanipulasi isu reuni sebagai alat pengurangan tuntutan dari Korea Selatan, dan berkali-kali menolak usulan peningkatan frekuensinya. (stu/stu/fn)