Jumat, 23 Oktober 2015|15:03:19 WIB
RADAR BISNIS - Pemerintah dan Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyepakati target penerimaan pajak 2016 sebesar Rp 1.538,2 triliun, naik hampir 19 persen atau Rp244 triliun dibandingkan dengan target tahun ini.
Untuk mencapai target tersebut, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) akan memburu wajib pajak yang belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Adapun potensi penerimaan pajak yang diharapkan masuk strategi ini mencapai sekitar Rp400 triliun.
Direktur Jenderal Pajak, Sigit Priadi Pramudito mengatakan potensi penerimaan pajak yang belum tergali selama ini sekitar 4 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Angka itu, ia dapatkan dari perhitungan rasio perpajakan terhadap PDB (tax ratio) yang idealnya mengalami pertumbuhan alami setiap tahun.
"Setiap tahun pertumbuhan alami pajak adalah 10 persen, sedangkan tax ratio seharusnya ada di angka 15 persen. Angka tax ratio kita ada di 11 persen, sehingga masih ada potensi pajak sekitar 4 persen dari PDB. Kalau PDB kita kini senilai Rp 10 ribu triliun, maka sekitar Rp 400 triliun potensi yang belum tergali," jelas Sigit di Jakarta, Kamis (22/10).
Tak hanya itu, Sigit mengatakan potensi penerimaan juga bisa tercipta dari kebijakan penghapusan sanksi administrasi atas pembetulan kesalahan dan keterlambatan penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) atau reinventing policy, yang akan dilanjutkan pada tahun depan.Reinventing policy merupakan istilah lain dari sunset policy yang pernah sukses dilakukan DJP pada 2008.
Untuk itu, ia memastikan DJP akan menambah jumlah pegawai pajak guna meningkatkan kapasitas penagihan mengingat potensi penerimaan cukup besar.
•
"Tahun ini kami sudah menambah 10 kantor, dan tahun depan sudah dapat persetujuan dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN RB) untuk menambah 20 kantor, dan tiap tahun kita bisa dapatkan tambahannya sampai 4 ribu pegawai," ujarnya.
Dengan potensi penerimaan tersebut, Sigit meyakini target penerimaan pajak tahun depan bisa tercapai dan bisa mengurangi risiko meleset (shortfall) seperti yang terjadi pada tahun ini. Ia menambahkan, hingga akhir tahun shortfall penerimaan pajak diprediksikan sebesar Rp 150 triliun atau membengkak dari perkiraan awal sebesar Rp 120 triliun.
"Shortfall kali ini lebih disebabkan karena menurunkan pertumbuhan ekonomi dan depresiasi nilai tukar yang semakin dalam. Kami sudah pastikan hal tersebut. Dan tentunya hal itu juga berdampak pada defisit, tapi hal itu sudah kita mitigasi dengan pembiayaan sukuk, pinjaman, dan Surat Utang Negara (SUN)," jelasnya.
Sebagai informasi, target penerimaan pajak tahun ini mencapai Rp 1.294,26 triliun, sedangkan realisasinya hingga September baru sebesar Rp686,27 triliun atau 53,02 persen. (ags/gen)/fn