Jumat, 16 Oktober 2015|11:00:05 WIB
SIAK SRI INDRAPURA (RRN) - Jejak aktivitas pembalakan liar (illegal loging, red) di kawasan penyangga hutan lindung suaka marga satwa Zamrud di Kecamatan Dayun, Kabupaten Siak, Provinsi Riau, sungguh mencenggangkan. Bagaimana tidak, ratusan kayu alam jenis Meranti berusia sekitar 50-90 tahun dengan diameter 30-100 centimeter, habis dibabat pembalak liar selama kurun waktu 3 tahun terakhir. Kini, Zamrud yang dikenal salah satu paru-paru dunia di Indonesia, kondisinya sudah rusak akibat karhutla dan pembalakan liar. Ibarat penyakit, paru-paru itu sekarang sudah kronis dan masuk stadium empat.
Selesai menelusuri ratusan hektare bekas kebakaran hutan dan lahan (karhutla, red) di dekat areal Badan Operasi Bersama (BOB) PT Bumi Siak Pusako-Pertamina Hulu, Rabu (14/10/2015), kami melanjutkan perjalanan ke lokasi bekas aktivitas illegal loging. Dimana, pada 9 Oktober 2015 lalu, polisi menangkap HS, salah satu pelaku pembalakan liar di distrik 85 (kilometer 85, red). Lokasi ini merupakan kawasan penyangga yang berjarak sekitar 25 km dari kawasan inti hutan lindung Zamrud, yang merupakan paru-paru dunia.
"Penangkapan pelaku illog kemaren itu berawal saat kami bersama tim TNI Marinir Cilandak memadamkan api. Tiba-tiba, terdengar suara mesin Chain Saw meraung-raung dari dalam hutan. Bersama TNI bersenjata lengkap, kami mencari sumber suara dan berhasil menangkap seorang pelaku yang sedang memotong kayu hasil pemalakan liar. Setelah ditangkap, pelaku kami serahkan ke polisi," cerita Irwan Prayitna, Kabid Damkar BPBD Kabupaten Siak.
HS (50), pelaku pembalakan liar (illegal logging, red) di kawasan hutan penyangga suaka marga satwa Zamrud di Kecamatan Dayun, Kabupaten Siak, Provinsi Riau, yang ditangkap tim gabungan karhutla dan TNI Marinir Cilandak pada 9 Oktober 2015 lalu, kini sudah diamankan Polres Siak.
Kendati HS mengakui aktivitasnya itu melawan hukum, namun ia bekerja bersama rekan-rekannya untuk mengolah dan mengeluarkan kayu di areal terlarang itu. Dia membantah ada cukong yang mendanai. Untuk memuluskan aksinya, di malam hari, HS mengeluarkan kayu dari hutan dengan mobil dan melewati pos penjagaan Badan Operasi Bersama (BOB) PT Bumi Siak Pusako-Pertamina Hulu. "Kayunya dikeluarkan malam, kalau lewat pos, kita kasih uang rokok satpamnya," aku HS, saat ditanyai sejumlah wartawan di Mapolsek Siak, usai ditangkap.
"Saya yang mengolah, dan langsung jual. Tidak ada penampung dan tidak ada yang mendanai, saya warga Dayun," ujarnya.
Dia mengaku mengolah kayu sesuai permintaan pembeli, jika ada orderan maka ia akan ke hutan membuat papan atau beruti/kayu balok. "Kayu yang saya olah hanya dijual untuk masyarakat sekitar, tidak di jual ke luar. Di dalam banyak rumah warga, kalau warga bikin rumah atau pondok, tinggal pesan dan kami cari ke hutan," ujar HS.
Terkait kebakaran hutan dan lahan (karhutla, red) yang sering terjadi di kawasan hutan penyangga, yang berjarak sekitar 25 km dari hutan lindung Zamrud, kata HS, itu ulah masyarakat yang bermukim di dalam yang memiliki kebun ratusan hektare. "Kalau semuanya ada ribuan hektare, warga dengan mudah sampai ke hutan, membuka kebun melewati jalan BOB, cuma itu jalan masuk satu-satunya," kata HS.
Kabid Damkar BPBD Siak Irwan Prayitna dan Pawi (staf Damkar Siak) yang ikut menangkap HS di lokasi illegal logging menjelaskan, pelaku mengunakan alat seperti sepeda yang memiliki bak dan mampu membawa setengah kubik kayu sekali jalan. Sampai di pinggir jalan milik BOB, diangkut menggunakan mobil.
Irwan menceritakan, di kawasan hutan lindung Zamrud yang terkenal juga salah satu paru-paru dunia di Indonesia, terdapat Danau Pulau Besar dan Danau Bawah. Karena berada di Desa Zamrud, kedua danau ini lebih populer di tengah masyarakat dengan nama Danau Zamrud.
"Di balik hutan ini ada danau, yang terkenal dengan nama danau Zamrud. Danaunya bagus, airnya berwana-warni," tambah Pawi, yang duduk di sebelah Irwan.
Selang 20 menit, kami sampai di lokasi bekas kebun sawit yang terbakar seluas 60 hektare. Lokasinya persis berada di samping hutan lindung Zamrud, hanya dipisah jalan tanah. Ratusan kayu alam jenis Meranti juga ikut jadi arang akibat karhutla itu."Ini kejadiannya dua minggu lalu, kami bersama tim fire fighter PT RAPP, polisi dan TNI berjibaku memadamkan api," kata Irwan.
"Waktu kejadian itu, ada 2 pelaku yang kita serahkan ke polisi, tapi kita tak tahu lagi bagaimana proses hukumnya. Lahan yang terbakar ini, warga sering menyebut milik pengusaha di Pekanbaru, namanya Ginting," kata Pawi.
Kondisi ini memang cukup aneh, sebab areal konsesi PT RAPP di Dayun ini dikuasai masyarakat untuk ditanami sawit. Bahkan, umur sawit itu diperkirakan sudah mencapai 3 tahun."Kok bisa di areal konsesi erusahaan ada kebun sawit, milik warga lagi. Siapa Ginting itu ya," tanya salah seorang wartawan kepada Pawi. Dia pun tak bisa menjelaskan karena tak pernah tahu siapa Ginting itu sebenarnya. Di areal bekas terbakar itu juga dipasang police line dan spanduk yang bertulis "Garis Polisi, Dalam Penyelidikan Polisi", lengkap dengan lambang Polri.
"Banyak mafia lahan di sini, mereka berlomba-lomba menanam sawit, apalagi akses jalan cukup bagus. Ratusan lahan yang terbakar di lokasi yang kita lihat tadi, sebentar lagi di pancang-pancang warga, lalu di tanam sawit. Warga di sini hanya pekerja, pemodal tak berani turun, kecuali nanti kalau situasi mulai aman dan sawitnya sudah berbuah," jelas Pawi.
Terkait kebakaran di areal konsesi tersebut, Humas PT RAPP Budi Firmansyah menyampaikan keterangan melalui BBM kepada GoRiau.com. Area yang terbakar di Dayun akibat perambahan. Namun tim fire perusahaan cepat tanggap terhadap kebakaran dan telah dilakukan pemadaman. Kejadian ini juga telah dilaporkan kepada pihak yang berwajib dan pemangku kepentingan terkait. (Djarot Handoko - Corporate Communications Manager PT. RAPP).
Hingga hasil investigasi selesai ditulis, GoRiau.com sudah menghubungi Humas BOB Evi. Meski handphone-nya dalam kondisi aktif setelah berkali-kali ditelpon, namun tidak pernah diangkat. (tmt)