Pengalaman Menghadapi Kejahatan Seksual di Jalanan
Ilustrasi (foto:mdc/net)

Pengalaman Menghadapi Kejahatan Seksual di Jalanan

Selasa, 23 Juni 2015|21:52:15 WIB




Oleh : Muthiah Alhasany

Sebagai perempuan saya tahu bagaimana resikonya bepergian. Karena itulah saya selalu menjaga diri sebaik mungkin. Satu hal yang harus diingat oleh siapapun ketika berada jauh dari rumah adalah bahwa kita tidak boleh mengandalkan orang lain untuk keselamatan diri sendiri. Kita yang justru bertanggung jawab akan hal itu.

Sejak kecil saya mempunyai pembawaan yang tomboy menyukai permainan laki-laki dan mengikuti aktivitas seperti mereka. Saya senang memanjat pohon, bermain catur dan main mobil-mobilan, walau begitu sesekali saya juga bermain boneka. Di antara teman-teman bermain, saya dianggap agak aneh oleh anak-anak perempuan, tapi saya tidak peduli. Saya tidak menyukai anak-anak perempuan yang cengeng dan mudah menangis. Saya lebih suka menjadi kuat dan gesit seperti laki-laki. Oleh sebab itu, saya mengikuti olahraga beladiri karate sejak masih duduk di SMP.

Belajar karate, tidak sekedar belajar jurus-jurus untuk mengalahkan lawan. Di balik itu ada penempaan karakter terhadap anak didik. Saya merasa lebih percaya diri, tidak mudah takut terhadap suatu keadaan. Memang sifat saya yang tomboy semakin menjadi-jadi dengan menguasai karate. Saya jarang menggunakan rok sebagaimana anak perempuan lainnya. Celana panjang adalah pakaian yang saya sukai.

Bela diri itu menjadi sangat berguna ketika kita menghadapi keadaan di luar rumah yang tidak aman bagi perempuan. Beberapa kali saya pernah mengalami pelecehan seksual dari laki-laki iseng. Namun saya tidak mandah begitu saja atau menangis ketakutan. Saya melawan mereka yang mencoba berbuat jahat. Saya tunjukkan bahwa tidak semua perempuan itu lemah dan mudah dieksploitasi oleh laki-laki.

Satu waktu saya pergi ke pasar karena disuruh berbelanja oleh Ibunda. Di tengah jalan saya berpapasan dengan seorang lelaki yang sudah hampir separuh baya. Tak disangka laki-laki yang seharusnya berlaku sopan sebagai orang tua, tiba-tiba melakukan hal yang tidak senonoh. Saat berpapasan, tangan lelaki itu menyasar dan meraba payudara saya. Sungguh kurang ajar. Secara reflek saya langsung melayangkan satu pukulan telak ke ulu hatinya. Ia terhuyung sejenak. Kemudian ia ngacir sambil cengar cengir karena malu. Saya tidak mengejarnya, hanya memperhatikan kepergiannya dengan darah bergejolak. Saya mengutamakan tugas yang diberikan oleh orang tua.

Pada kesempatan lain, saya dan teman teman SMA baru pulang sekolah dari kawasan Tebet, Jakarta Selatan.  Kami yang bertempat tinggal di Depok selalu menggunakan kereta sebagai angkutan yang murah dan cepat. pada sore hari, kereta selalu berjubel karena banyaknya karyawan yang pulang kantor. Kami pun berdesakan di antara orang-orang tersebut. Dalam kepadatan penumpang, ada saja orang yang nakal memanfaatkan keadaan. Ada seorang laki-laki yang tangannya gerayangan menyentuh alat vital dan payudara perempuan. Teman saya terkena gerayangannya, ia lantas beringsut menghindar. Tapi laki-laki itu kemudian mencari mangsa yang lain. Sasarannya tetap anak-anak sekolah yang juga adalah teman-teman saya. Melihat teman-teman saya menjadi korban, saya merasa geram.  Saya tarik teman saya agar terhindar dari tangan nakal laki-laki tersebut, lantas saya layangkan pukulan ke arah dadanya. Tidak cukup dengan itu, saya hantam dengan tas yang berat dan penuh dengan buku. Ia nyaris terjatuh. Dia berusaha mundur, lalu turun di stasiun berikutnya.

Saya juga pernah menerima perlakuan serupa ketika pulang hampir tengah malam dari kantor. Saya duduk di bangku kedua dari belakang dalam bis dari Pasar Minggu ke Depok. Di sebelah saya adalah seorang laki-laki dewasa bertubuh tinggi dan berkumis. Di tengah perjalanan tangan laki-laki itu mulai iseng dan menggerayangi tubuh saya. Saya kaget, secara spontan saya menyikut perutnya dengan keras.  Laki-laki kesakitan sambil memegang perutnya. Saya lalu berdiri dan mengancam laki-laki tersebut. "Kalau masih iseng, saya hajar kamu,"

Kenek dan penumpang lain sampai menoleh karena mendengar suara saya yang keras. Laki-laki itu tidak berkata apapun. Dia lalu berdiri dan minta bis berhenti. Secepat mungkin laki-laki itu turun dan menghilang masuk ke sebuah gang. Saya kemudian duduk kembali dengan tenang. Saya memberi penjelasan singkat tentang kelakuan lelaki tersebut kepada penumpang yang menanyakannya.

Begitulah keadaan yang sewaktu-waktu bisa terjadi dan harus kita hadapi.  Hidup di Jakarta dan sekitarnya menuntut agar kita selalu waspada dan lebih berhati-hati. Terutama bagi orang yang terpaksa melakukan perjalanan di malam hari, resiko bahaya lebih tinggi. Satu hal yang harus dicamkan, keamanan dan keselamatan kita ada di tangan kita sendiri. Bekali diri semaksimal mungkin.

Waspadalah, waspadalah!!

 

Penulis







Berita Terkait

Baca Juga Kumpulan Berita NEWS

MORE

MOST POPULAR ARTICLE