BARONGSAI : Ritual atau Hiburan?
infotionghoa

BARONGSAI : Ritual atau Hiburan?

Sabtu, 10 Oktober 2015|14:42:58 WIB




RADAR TIONGHOA - Tak ada acara istimewa pada Imlek saat ini. Yang benar itu syukuran Imlek. Kami lebih bersyukur kepada Yang Maha Esa atas segala rahmat yang telah dilimpahkan kepada kami, kata Ketua Masyarakat Agama Kong Hu Chu Indonesia (Makin) Surabaya, Bingky Irawan.

Menurutnya, tak ada hiburan yang bakal memarakkan Imlek karena yang dimaksud dengan Imlek sesungguhnya adalah Barongsai itu sendiri. “Telah terjadi salah paham bila Barongsai dianggap sebagai hiburan.” Menurut Bingky, Barongsai adalah bagian dari acara ritual yang dimaksudkan untuk membersihkan roh jahat.

Dalam legenda Tionghoa, Barongsai tergolong binatang gaib yang muncul setiap 500 tahun sekali. Binatang berkepala kijang dengan satu tanduk dan bersisik ular itu adalah perlambang munculnya pemimpin baru.

Pertunjukan Barongsai dan Liong Samsi konon pertama kali di Nusantara ketika menyambut kedatangan seorang duta dari negeri Cina. Namanya, Sam Pok Kong. Dia juga dikenal sebagai duta, jenderal panglima perang yang taat menjalankan syariat Islam. Meski seorang muslim, dia juga mempelajari kepercayaan Budha dan Tao.

Masyarakat pesisir di Jawa Tengah menyebut Sam Pok Kong sebagai Kiai Dampo Awang. Sedang warga Jepara memberi nama Laskar Jepara. Petilasan yang masih tersisa, jangkar kapal, masih tersimpan di museum Kartini Jepara. Jangkar satunya ada di Klenteng Gedong Batu Semarang. Sam Pok Kong sendiri meninggal di negeri asalnya sana, sepulang dari Jawa.

Barongsai sendiri, menurut sinolog UI AS Udin ada dua macam. Pertama, Barongsai dalam bentuk singa dan paling banyak dimainkan. Kedua, Barongsai bentuk naga (Liong Samsi) yang muncul pada upacara penobatan kaisar Tionghoa. Naga – binatang khayalan yang dimitoskan – menjadi lambang kebesaran kaisar Tionghoa.

Sedangkan singa, kata Udin, sebenarnya merupakan jelmaan dari anjing Tibet yang disebut shicu. Anjing kecil bergrmbos di bagian lehernya ini – bentuknya sedikit lebih besar dari kucing – selalu mengiringi para bhiksu Tibet dalam acara-acara keagamaan, terutama saat mereka bepergian jauh. Dalam perjalanan itu, apabila para bhiksu menghadapi rintangan shicu pun berubah bentuk menjadi singa.

Barongsai, menurut Sarwono Setiabudi (tokoh seni asal Salatiga), merupakan perpaduan dari berbagai binatang: moncong kuda, kepala kura-kura, tanduk rusa, mata kelinci, kuku garuda. Sedang bentuk ular bersisik ikan. Dan punggungnya bergigi seperti buaya. “Ini melambangkan persatuan, kebhinekatunggalikaan,” katanya.

Jumlah pemain Barongsai sedikitnya sembilan orang. Mereka meliuk-liuk, menari gerakan naga raksasa sepanjang 21 meter. Sedang Liong Samsi, hewan singa yang melambangkan “mutiara sakti”. Sosok hewan ini – dalam tampilannya menggambarkan perjuangan mengejar cita-cita yang tak pernah puas. Ini melambangkan keuletan hidup tanpa mengabaikan jiwa persatuan.
Diposkan oleh Natalie tjia di 04.23 Tidak ada komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest
Label: chinese culture
Reaksi:     
Tai Jiao (pendidikan janin)
Jauh sebelum orang-orang modern memahami pentingnya pendidikan janin, orang-orang Tiongkok kuno sudah menyusun cara-cara pendidikan janin dan pendidikan bayi.

Istilah Tai Jiao atau pendidikan janin sudah dirangkum dan dicatat dalam buku Fu Ren Liang Fang(terapi bagi ibu) bagian Tai Jiao Men Lun (pembahasan Pendidikan Janin) oleh Chen Zi Ming , seorang tabib terkenal pada masa dinasti Song.
Anjurannya antara lain adalah , ketika ibu sedang mengandung , harus memperhatikan perbuatan baik , berujar yang baik, sering membaca syair-syair yang mengandung isi yang baik , mengenakan batu giok di pinggang agar janin bisa tenang.

Tabib terkenal Sun SeMao dalam buku Qian Jin Fang mengatakan bahwa Yang Tai (memelihara janin) merupakan hal yang penting bagi ibu-ibu yang sedang hamil.
Dalam masa hamil , dianjurkan agar ibu-ibu sering berdoa , membaca buku-buku Confucius dan berujar agar anaknya menjadi orang baik serta sering memainkan alat musik yang bersifat tenang. Dengan musik , dipercaya bahwa nantinya anak yang lahir akan menjadi cerdas.
Musik-musik yang bersifat menggelora dipercaya akan membuat janin menjadi aktif dan bergerak. Musik yang bersifat menggelora biasanya diberikan pada saat bayi tersebut lahir dan masih berusia muda sekali. Bahkan ada yang mengatakan bahwa raja Zhou Wang sudah dididik sejak janin oleh ibunya.

Pendidikan dimulai pada saat umur 3 tahun, biasanya dengan mempelajari buku-buku klasik , permainan menebak lentera , bermain perang-perangan kadang pada kasus tertentu sudah diajarkan rumus matematika Zhou.

Prinsip-prinsip kuno mengenai pendidikan janin dapat kita lihat di etnis Tionghoa. Rata-rata mereka yang hamil menghindari hal-hal yang bisa membangkitkan amarah , belajar bersabar , tidak melihat pembunuhan atau pemotongan binatang , berkata baik. Sayangnya mereka tidak menyadari latar belakang yang menyebabkan timbulnya pantangan terutama wanita hamil.

Saya berpendapat bahwa wanita hamil sebaiknya :
1.mendengar musik yang lembut , menenangkan hati dan untuk bayi bolehlah memberikan musik yang menggelora agar aktif.
2.tidak melihat atau menonton film-film yang bersifat kejam
3.sering berdoa atau membaca buku-buku yang mengajarkan kebaikan
4.sering berkata kepada janinnya agar menjadi orang baik dan berbudi luhur

Selamat mencoba resep kuno ini.







Berita Terkait

Baca Juga Kumpulan Berita NEWS

MORE

MOST POPULAR ARTICLE