Jumat, 25 September 2015|13:50:28 WIB
JAKARTA (RRN) - Gonjang-ganjing melanda angkatan bersenjata China setelah Presiden Xi Jinping mengumumkan keputusan untuk memangkas hingga 300 ribu tentara saat parade peringatan 70 berakhirnya Perang Dunia II di Beijing, 3 September lalu.
Menurut seorang pejabat senior yang enggan diungkap identitasnya, Xi mengambil keputusan tersebut terlalu terburu-buru dan tanpa konsultasi panjang dengan Komisi Pusat Militer.
"Ini terlalu cepat. Orang sangat khawatir. Banyak petugas yang baik dapat kehilangan pekerjaan dan kehidupannya. Ini akan sulit bagi para tentara," ujar pejabat tersebut kepada Reuters, Selasa (22/9).
Pemangkasan pasukan keempat kalinya sejak 1980 ini, diperkirakan rampung pada akhir 2017. Menurut beberapa ahli, keputusan ini merupakan bagian dari upaya menjaga perdamaian dan stabilitas di kawasan.
Dalam rangkaian rasionalisasi tersebut, pemerintah sebelumnya sudah mengubah struktur komando Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) sehingga tak terlalu mirip era Soviet. Pemerintah lebih memilih mengucurkan banyak dana untuk angkatan laut dan udara setelah saling klaim wilayah Laut China Selatan mencuat.
Tak lama setelah pengumuman Xi, kantor berita China, Xinhua, langsung mempublikasikan artikel yang memuat komentar para tentara yang mendukung keputusan tersebut.
Dalam pemberitaan tersebut, semua sayap pasukan bersenjata percaya bahwa pemangkasan tersebut dapat meningkatkan standar kualitas.
Sementara itu, koran PLA Daily memberitakan bahwa pemangkasan tersebut akan sulit dijalankan. Kendati demikian, pemberitaan itu tenggelam dalam komentar di harian lokal yang dikuasai pemerintah.
Di samping segala kontroversi, pemangkasan tentara tersebut diperkirakan bakal menimbulkan ketidakpastian ekonomi China. Dewasa ini, pasar saham China jatuh dan pemerintah bergelut dengan reformasi ekonomi yang sulit.
Sebelumnya, para tentara yang didemobilisasi mengadakan unjuk rasa, protes mengenai kurangnya dukungan mencari pekerjaan baru atau bantuan masalah finansial lainnya.
Protes dari ribuan mantan tentara ini terjadi pada Juni. Namun, Kementerian Pertahanan mengaku tak mengetahui insiden tersebut.
Segala protes tersebut sebenarnya merupakan bagian dari aksi sakit hati panjang. Dalam upaya penumpasan korupsi, Xi menahan beberapa petinggi militer, termasuk dua mantan wakil ketua Komisi Pusat Militer. (stu/fn)