Bencana Banjir Bandang Terjang Parapat: Hutan Alam DAS Bolon Simalungun Kehilangan 6.148 Hektar
Ilustrasi Ket: Luapan Sungai Batu Gaga yang membawa lumpur dan batu-batu menimbun rumah warga di Parapat.

Bencana Banjir Bandang Terjang Parapat: Hutan Alam DAS Bolon Simalungun Kehilangan 6.148 Hektar

Kamis, 20 Maret 2025|11:54:46 WIB




RadarRiaunet - Parapat, yang terletak di kawasan Danau Toba, kembali diterjang banjir bandang pada Minggu, 16 Maret 2025. Peristiwa ini terjadi setelah hujan deras yang mengguyur wilayah tersebut menyebabkan Sungai Batu Gaga meluap. Air yang meluap membawa serta batu besar dan lumpur yang menimbun permukiman warga, merusak rumah-rumah, serta mengganggu aktivitas ekonomi dan transportasi di kawasan tersebut.

Kerusakan Parah dan Dampak Sosial Ekonomi

Menurut laporan yang diterima oleh Huria Kristen Batak Protestan (HKBP), sebanyak 11 rumah rusak parah dan 138 Kepala Keluarga (KK) terdampak langsung oleh bencana ini. Selain itu, fasilitas umum seperti rumah sakit dan hotel, termasuk Hotel Atsari, juga terendam lumpur. Jalan utama yang menghubungkan Parapat dengan Medan dan Balige turut mengalami longsor dan terendam air, menghambat jalur transportasi vital tersebut.

Tiga hari setelah bencana, kondisi kota Parapat masih belum sepenuhnya pulih. Banyak rumah makan yang masih tutup akibat terendam lumpur. Warga terlihat bergotong royong untuk membersihkan rumah mereka dari sisa-sisa material yang terbawa banjir.

Ngatiman, seorang pengusaha di kawasan Panatapan, mengungkapkan bahwa bencana ini berdampak signifikan terhadap perekonomian lokal. "Biasanya dampak longsor seperti ini terasa lebih dari satu bulan. Wisatawan takut datang, sehingga usaha kami merugi," keluhnya. Ia menambahkan, warga selalu khawatir setiap kali hujan turun, takut akan terjadinya longsor kembali. Ngatiman juga mendesak pemerintah untuk segera menindak tegas para pelaku perusakan hutan yang dinilai sebagai penyebab utama bencana ini.

Debat Penyebab Banjir: Hujan Deras atau Kerusakan Hutan?

Penyebab banjir yang melanda Parapat menjadi perdebatan hangat di masyarakat. Beberapa pihak menyatakan bahwa hujan deras adalah faktor utama yang menyebabkan Sungai Batu Gaga meluap. Namun, banyak pihak yang berpendapat bahwa kerusakan hutan di kawasan hulu, terutama di sekitar Bangun Dolok, menjadi faktor utama yang memperburuk bencana ini.

Pernyataan ini ditegaskan oleh Ephorus HKBP, Pdt. Dr. Tinambunan, dalam konferensi pers pada 17 Maret 2025. "Banjir Parapat bukan ujian dari Tuhan atau suratan tangan, ini adalah akibat ulah manusia yang merusak alam ciptaan Tuhan," ujar Pdt. Tinambunan. Pernyataan ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh KSPPM, AMAN, dan Auriga Nusantara, yang menemukan bahwa dalam 20 tahun terakhir, telah terjadi pembukaan hutan yang signifikan di lima kecamatan sekitar Parapat, yakni Girsang Sipangan Bolon, Dolok Panribuan, Pematang Sidamanik, Hatoguan, dan Jorlang Hataran.

Kerusakan Hutan dan Dampaknya

Pada tahun 2000, luas hutan alam di wilayah sekitar DAS Bolon Simalungun mencapai 10.348 hektar, namun kini hanya tersisa 3.614 hektar pada tahun 2023. Proses deforestasi yang paling signifikan terjadi pada tahun 2005-2010, di mana 2.779 hektar hutan hilang. Selama periode 2010-2025, kawasan ini mengalami pengurangan tutupan hutan sebesar 2.366 hektar. Totalnya, dari tahun 2000 hingga 2022, kawasan ini kehilangan 6.148 hektar hutan alam. Kerusakan hutan ini mengurangi kapasitas alam dalam menahan air hujan dan stabilitas tanah, yang pada akhirnya memperburuk risiko bencana banjir dan longsor.

Selain hutan alam, analisis juga menunjukkan peningkatan luas kebun kayu eukaliptus yang terus berkembang di kawasan ini. Pada tahun 2022, kebun kayu eukaliptus mencakup 6.503 hektar. Perubahan tutupan lahan ini didominasi oleh peralihan fungsi hutan alam menjadi kebun eukaliptus, yang diduga berkontribusi terhadap peningkatan bencana alam di kawasan ini.

Peran Perusahaan dan Pemerintah Daerah

Salah satu perusahaan yang memiliki konsesi di wilayah ini adalah PT Toba Pulp Lestari (TPL), yang memiliki kawasan seluas 20.360 hektar di sektor Aek Nauli, Kabupaten Simalungun. Berdasarkan analisis perubahan tutupan hutan, kawasan konsesi TPL menunjukkan deforestasi yang sangat signifikan. Pada tahun 2000, luas hutan alam di wilayah tersebut mencapai 10.348 hektar, namun pada tahun 2023 hanya tersisa 3.614 hektar, dengan total kehilangan hutan mencapai 6.734 hektar. Periode deforestasi terbesar terjadi antara 2005 dan 2010, di mana hutan alam yang hilang mencapai 2.779 hektar.

Kehilangan tutupan hutan yang masif ini, ditambah dengan konversi lahan menjadi perkebunan kayu, semakin memperburuk kerentanannya terhadap bencana alam. Pemerintah Daerah Simalungun harus mengambil tindakan tegas untuk mengatasi pembukaan lahan secara tidak terkendali di kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS) Bolon Simalungun dan memperbaiki pengelolaan tata ruang untuk mencegah bencana serupa di masa depan.

Langkah Pemulihan dan Solusi

Dalam rangka mengatasi dampak bencana dan mencegah kejadian serupa, pemerintah daerah perlu mengevaluasi kebijakan tata ruang dengan fokus pada pengelolaan hutan yang lebih baik, terutama di wilayah rawan bencana. Di samping itu, pemulihan kawasan hutan yang telah rusak sangat penting untuk mengurangi dampak banjir dan longsor. Jika langkah-langkah pemulihan ini tidak segera dilakukan, ancaman bencana di Parapat dan sekitarnya akan terus mengintai.

Penting bagi semua pihak—pemerintah, masyarakat, dan perusahaan—untuk bekerjasama dalam menjaga kelestarian lingkungan agar bencana alam serupa tidak terus berulang. Jika tidak ada tindakan tegas, nasib bencana alam ini akan terus menghantui warga Parapat dan kawasan sekitar.

(dikutip dari berbagai sumber)







Berita Terkait

Baca Juga Kumpulan Berita NEWS

MORE

MOST POPULAR ARTICLE