Revisi UU TNI Dinilai Hanya Menguntungkan Perwira TNI, Kritik Keras Muncul dari Berbagai Pihak
Asep Nurdin, perwakilan dari Persaudaraan Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND), (foto:ist)

Revisi UU TNI Dinilai Hanya Menguntungkan Perwira TNI, Kritik Keras Muncul dari Berbagai Pihak

Rabu, 19 Maret 2025|09:55:09 WIB




RadarRiaumet | Jakarta – Revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) yang baru saja disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Indonesia mengundang reaksi keras dari berbagai kalangan, terutama terkait keberpihakan regulasi tersebut yang dianggap lebih menguntungkan kalangan perwira tinggi TNI. Selain memunculkan kekhawatiran akan potensi militerisasi pemerintahan, revisi ini juga dianggap tidak adil karena mengabaikan kesejahteraan prajurit TNI di tingkat bawah.

Beberapa perubahan signifikan dalam UU TNI yang baru disahkan mencakup perluasan peran militer dalam struktur pemerintahan sipil, serta peningkatan kesejahteraan perwira TNI. Salah satu poin yang menuai kritik adalah ketentuan yang memungkinkan perwira aktif TNI untuk menduduki jabatan sipil tanpa harus pensiun. Hal ini dianggap sebagai langkah yang berpotensi mengembalikan dwifungsi ABRI, yang sejak reformasi 1998 telah diupayakan untuk dipisahkan dari kehidupan politik dan birokrasi sipil.

Asep Nurdin, perwakilan dari Persaudaraan Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND), menilai bahwa UU TNI yang baru ini mengancam nilai-nilai demokrasi yang telah diperjuangkan selama ini. “Revisi UU TNI ini justru menunjukkan kemunduran bagi demokrasi Indonesia. Ini bisa memicu kembali dominasi militer dalam pemerintahan dan politik, yang selama ini menjadi bagian dari sejarah kelam kita,” ujarnya dengan tegas.

Selain itu, Asep juga mengkritik ketidakadilan yang terkandung dalam kebijakan baru ini. Menurutnya, revisi UU TNI lebih memprioritaskan kesejahteraan bagi perwira tinggi dan tidak cukup memberi perhatian pada prajurit yang berada di lapangan. “Kesejahteraan prajurit yang berada di garis depan justru terabaikan. Kebijakan ini jelas tidak adil, dan hanya menguntungkan segelintir elit militer,” tambah Asep.

Meski demikian, pemerintah menyatakan bahwa perubahan ini bertujuan untuk meningkatkan profesionalisme TNI dan memperkuat stabilitas nasional. Menteri Pertahanan Indonesia menegaskan bahwa dengan adanya peningkatan kesejahteraan bagi perwira tinggi TNI, maka TNI akan semakin siap menghadapi tantangan global dan menjaga pertahanan negara. Pemerintah juga berpendapat bahwa peran militer yang lebih besar dalam pemerintahan akan memberikan manfaat dalam pengambilan keputusan yang lebih efisien.

Namun, sejumlah pihak, terutama aktivis hak asasi manusia dan akademisi, tetap bersikeras agar UU ini dikaji ulang. Mereka menilai bahwa tanpa pengawasan ketat, potensi penyalahgunaan wewenang dapat mengancam proses demokratisasi di Indonesia. “Jika tidak diawasi dengan ketat, kebijakan ini bisa membuka jalan bagi dominasi militer yang merugikan rakyat dan merusak prinsip-prinsip demokrasi yang sudah diperjuangkan selama ini,” ungkap seorang akademisi dari Universitas Indonesia.

Pengesahan revisi UU TNI ini menciptakan polemik yang belum akan reda. Sementara pemerintah berusaha untuk menegaskan pentingnya kebijakan tersebut bagi stabilitas nasional, banyak pihak yang mengingatkan bahwa demokrasi Indonesia masih harus dijaga agar tidak tergerus oleh kepentingan elit militer. Seiring berjalannya waktu, keputusan ini akan terus diperdebatkan, dan dampaknya terhadap sistem demokrasi serta kesejahteraan prajurit TNI masih akan terus diawasi.

[]







Berita Terkait

Baca Juga Kumpulan Berita NEWS

MORE

MOST POPULAR ARTICLE