Dulu Dolar Tembus Rp 10.000 Dibilang Kiamat, Sekarang Buktinya?

Dulu Dolar Tembus Rp 10.000 Dibilang Kiamat, Sekarang Buktinya?

Selasa, 08 September 2015|12:26:41 WIB




RADAR BISNIS - Nilai tukar rupiah menjadi sorotan tajam, karena terus melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dan menembus Rp 14.200. Banyak suara kepanikan yang muncul.

Kuat dan lemahnya rupiah memang dipengaruhi oleh dua hal. Pertama adalah fundamental ekonomi dan yang kedua adalah sentimen. Bila fundamental cukup baik dan rupiah tetap melemah, berarti masalahnya ada di sentimen. Hal itu yang sekarang terjadi di Indonesia.

Ada kondisi psikologis yang menggiring investor menggerakkan dananya keluar. Bahkan spekulan memainkan rumor untuk mencari keuntungan lebih besar.

"Sekarang lebih mungkin karena ditakut-takuti. Dolar akan tembus Rp 15.000 dan lebih tinggi lagi katanya. Dulu juga pernah dibilang dolar Rp 10.000 itu kiamat, tapi buktinya sekarang? Masih aman-aman saja," ungkap Rahmatullah, Kepala Divisi Operasi Valas, Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia (BI) dalam diskusi di Hotel Trans Luxury, Bandung, Sabtu (5/9/2015)

Rahmat menjelaskan, kenyataan rupiah yang terjadi hari ini, tak lepas dari peristiwa beberapa tahun silam. Terutama ketika krisis moneter 1998 berakhir. Saat perekonomian pulih di 1999, dolar AS bergerak pada kisaran Rp 8.000. Ini dianggap masa kepercayaan investor, khususnya asing kembali ke Indonesia. Ketika 2005, terjadi mini krisis dan membuat dolar bergerak ke level Rp 10.000.

Pada 2008 terjadi krisis keuangan besar yang bermula di Amerika Serikat (AS). Hampir semua negara terkena dampaknya, tak terkecuali Indonesia dengan dolar yang menembus Rp 12.000 dari yang sebelumnya Rp 8.000.

Saat itu, AS meluncurkan pelonggaran kebijakan moneter bernama quantitative easing. Negara berkembang seperti Indonesia, menerima dampak positif. Hingga dolar pun mampu kembali bergerak ke posisi Rp 8.000 dan Rp 9.000.Next
Kalau waktu itu istilahnya AS itu buang-buang duitlah. Dan kita kecipratan dari sana," imbuhnya.

Fase selanjutnya memang menjadi agak rumit. Setelah 'duit-duit yang dibuang' kembali ke negaranya. AS menempuh kebijakan tappering off atau menyetop stimulus ekonomi dan berencana menaikkan suku bunga acuan. Secara perlahan di 2012 rupiah terus melemah. Dolar menembus Rp 10.000 di 2013, dan menembus Rp 14.000 pada Agustus 2015.

Tahun ini juga dipersulit karena pengaruh dari krisis Yunani yang utang negaranya jatuh tempo tapi tak bisa dibayar. Kemudian juga China yang secara tiba-tiba mendevaluasi atau melemahkan mata uang yuan cukup jauh, lebih dari 3%.

"Sekarang kita menunggu keputusan The Fed (bank sentral AS) tanggal 16 September ini, apakah akan naikkan suku bunga. Menjelang keputusan itu memang pasar bergerak sesuai rumor. Meski nanti sebenarnya pasca kebijakan itu dimungkinkan kondisinya akan mereda," paparnya.

Rahmat menekankan, rupiah tidak bisa dilihat hanya dari sisi nominalnya. Bahwa ketika dolar mencapai Rp 14.000, maka kondisinya sangat buruk atau lebih parah lagi dikatakan sebagai krisis. Akan tetapi lihatlah rupiah dari realtivitasnya.

"Kalau misalnya dolar sekarang Rp 5.000 terus kemudian besok Rp 10.000 dan lusa Rp 15.000 itu baru sangat buruk. Tapi kalau begerak cuma di sekitar Rp 14.000 dalam jangka waktu yang lama itu tidak masalah. Asal sesuai dengan fundamentalnya," tegas Rahmat. (mkl/dnl/fn)
 







Berita Terkait

Baca Juga Kumpulan Berita EKONOMI

MORE

MOST POPULAR ARTICLE