Terkepung ISIS di Irak, Australia Tolak Warganya Pulang

Terkepung ISIS di Irak, Australia Tolak Warganya Pulang

Selasa, 08 September 2015|12:11:34 WIB




JAKARTA (RRN) - Seorang warga negara Australia keturunan Kurdi, Renas Lelikan, memohon pemerintah untuk memberikan paspor dan dokumen perjalanan sementara agar ia dapat hijrah dari kamp pengungsi di Irak yang diserang oleh ISIS.

"Saat ini, hidup saya dalam bahaya. Saya adalah warga negara Australia. Australia harus melakukan sesuatu untuk warganya," ujar Lelikan seperti dikutip CNN.

Namun, menurut Lelikan dan jaksa pembelanya di Melbourne, pemerintah Australia menolak aplikasi paspor lantaran dianggap mengancam keamanan nasional.

"Lelikan dapat terlibat dalam kekerasan bermotif politik atau aksi apapun jika ia bepergian menggunakan paspor Australia," tulis pejabat Australia seperti diungkapkan Jessie Smith dari lembaga bantuan hukum Stary Norton Halphen Criminal Lawyers di Melbourne.

Penolakan ini bukan tanpa dasar. Merujuk pada data pemerintah, rekam jejak Lelikan diwarnai beberapa aksi keterlibatan dengan terorisme, termasuk di Perancis.

Mengacu pada dokumen pengadilan Perancis, Lelikan pernah ditahan di Belanda pada 2007 lantaran diduga memiliki hubungan dengan kelompok pemberontak Kurdi, PKK. Uni Eropa, Amerika Serikat, Australia, dan Turki menganggap PKK adalah organisasi teroris.

Pada 2011, pengadilan Perancis menangguhkan hukuman tiga tahun penjara bagi Lelikan setelah ia dinyatakan berpartisipasi dalam sebuah organisasi teroris. Menggunakan paspor seorang kerabatnya, ia meninggalkan Perancis. Kini, ia bertahan di Irak.

Hingga kini, Lelikan masih menampik keterlibatannya dengan PKK. Ia mengaku bekerja sebagai jurnalis yang sedang melaporkan geliat pemberontak Kurdi penentang pemerintah selama tiga dekade belakangan.
•    
Namun, banyaknya bukti yang tersebar di media massa membuat pengacara Lelikan pun ragu reputasi kliennya dapat diperbaiki.

"Kami tahu ada banyak tuduhan keterlibatannya dengan PKK. Tentu saja, adili dia. Bawa dia pulang dan ia akan menjadi subjek hukum Australia dan kami tidak akan mempermasalahkan itu. Perhatian kami sekarang adalah keselamatannya," tutur Smith.

Kini, Lelikan terjebak di salah satu kamp pengungsi Kurdi di Kota Makhmour, Irak. Lebih dari dua dekade berdiri, kamp PBB ini telah menampung lebih dari 10 ribu pengungsi Kurdi yang kabur dari perang sipil di Turki.

Namun, pada musim panas 2014, para pengungsi justru menghadapi ancaman lain. ISIS menduduki Makhmour.

Peshmerga Kurdi dan PKK bersama pasukan udara Amerika Serikat akhirnya berhasil merebut kembali tanah Makhmour. ISIS dipukul mundur beberapa kilometer.

Kendati demikian, ancaman ISIS masih terus menghantui.

"Beberapa kali dalam sepekan, teroris ISIS menarget kamp pengungsi dengan rudal," ucap Lelikan. Serangan terakhir ISIS menewaskan satu perempuan dan melukai dua warga sipil lainnya di kamp tersebut. (ama/utw/fn)







Berita Terkait

Baca Juga Kumpulan Berita NEWS

MORE

MOST POPULAR ARTICLE