Kamis, 17 Oktober 2019|11:06:15 WIB
RADARRIAUNET.COM: Walaupun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) gencar menciduk para pejabat dalam operasi tangkap tangan (OTT) akhir-akhir ini, ternyata para Bupati dan Wali Kota sepertinya tidak pernah kapok-kapok dan jera melakukan tindak pidana korupsi, menerima suap dan gratifikasi. Buktinya, dua hari belakangan KPK menangkap dua Kepala Daerah, yakni sehari sebelumnya OTT KPK terhadap Supendi, Bupati Indramayu, Jawa Barat. Setelahnya, giliran Wali Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara Dzulmi Eldin terjaring OTT KPK.
Juru bicara KPK Febri Diansyah kepada awak media di Jakarta, Rabu (16/10) menyebutkan, Wali Kota Medan Dzulmi Eldin dicokok KPK, Selasa (15/10) malam. Total ada tujuh orang yang diamankan KPK dalam OTT ini. Ada enam yang diperiksa di Polrestabes Medan dan kemudian empat bakal dibawa ke Jakarta. Selain menangkap tujuh orang, KPK juga mengamankan uang tunai lebih dari Rp 200 juta. Uang tunai sebanyak itu diduga terkait dengan setoran Kepala Dinas kepada Wali Kota Medan Eldin.
"Direncanakan empat orang lainnya akan dibawa secara bertahap siang dan sore ini ke Jakarta, dari unsur kepala dinas, ajudan, dan protokoler Wali Kota," ujar Febri. Tim KPK dilaporkan sudah menuntaskan pemeriksaan awal terhadap enam orang yang turut diamankan dalam operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Wali Kota Medan Dzulmi Eldin. Keenam orang itu keluar secara bertahap dari Polrestabes Medan.
Dari pantauan wartawan, terlihat salah satu pihak yang diamankan KPK dalam OTT dini hari tadi keluar dari Polrestabes Medan sekitar pukul 14.05 WIB, Rabu (16/10). Tampak pihak yang turut diamankan KPK tersebut dibawa masuk petugas KPK ke salah satu mobil yang sudah disiapkan. Tak ada keterangan terkait pemeriksaan yang telah dilakukan tersebut. Selain itu, tim KPK tampak membawa dua tas ke dalam mobil. Mereka langsung meninggalkan Polrestabes Medan. Kasat Reskrim Polrestabes Medan Kompol Eko Hartanto menyatakan pemeriksaan para pihak yang diamankan sudah rampung. Para pihak yang sempat diamankan itu sudah meninggalkan Polrestabes Medan.
Punya Harta Rp 20 M
Sebagai Wali Kota Medan, Dzulmi Eldin memiliki harta kekayaan mencapai Rp 20.399.766.565 atau Rp 20 miliar menurut Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), yang terakhir dilaporkan pada 2018. Wajarkah Wali Kota punya harta Rp 20 miliar? Dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 59 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1980 tentang Hak Keuangan/Administratif Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah disebutkan, gaji pokok untuk Kepala Daerah Kabupaten/Kota termasuk Wali Kota adalah Rp 2.100.000 per bulan.
Kemudian berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 68 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden Nomor 168 Tahun 2000 tentang Tunjangan Jabatan Bagi Pejabat Negara Tertentu disebutkan, tunjangan jabatan yang didapat Kepala Daerah Kabupaten/Kota adalah sebesar Rp 3.780.000. Mengacu pada aturan tersebut, maka Eldin sebagai Wali Kota Medan mendapatkan gaji sebesar Rp 5.880.000 per bulan. Eldin menjabat Wali Kota Medan pada 2014 setelah diangkat menggantikan Rahudman yang dipenjara karena kasus korupsi APBD Tapanuli Tengah.
Eldin menjabat Wali Kota pada 18 Juni 2014 hingga 26 Juli 2015. Dia kemudian maju dalam Pilkada Medan 2015, berpasangan dengan Akhyar Nasution dan terpilih sebagai Wali Kota dan Wakil Wali Kota Medan. Artinya, Eldin sudah menjabat Wali Kota Medan lebih dari 5 tahun. Bila dihitung secara kasar, maka selama menjabat sebagai Wali Kota Medan, maka total gaji yang didapat Eldin per bulan sebesar Rp 5.880.000 dikalikan 5 tahun atau 60 bulan ialah Rp 352.800.000. Angka ini jauh di bawah harta yang dimiliki Eldin sebesar Rp 20 miliar.
Tapi, sejatinya Eldin sebagai Wali Kota tak hanya mendapat gaji pokok dan tunjangan jabatan saja. Eldin juga mendapat tunjangan operasional yang besarannya diatur dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 109 Tahun 2000 tentang Kedudukan Keuangan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Dalam aturan itu disebutkan, besarnya biaya penunjang operasional Kepala Daerah Kabupaten/Kota, ditetapkan berdasarkan klasifikasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) masing-masing daerah. Semakin besar PAD yang dimiliki, maka semakin besar pula tunjangan operasional yang didapat.
Bawa Setoran Rp 50 Juta
Sementara itu, pria berinisial And, staf Wali Kota Medan Dzulmi Eldin, kabur dari operasi tangkap tangan (OTT) KPK. Diduga And membawa setoran Rp 50 juta dari kepala dinas untuk Dzulmi Eldin. "Saat ini tim terus melakukan pencarian keberadaan yang bersangkutan And, diduga menerima tambahan Rp 50 juta dari kepala dinas yang akan diperuntukkan buat Wali Kota," ujar Kabiro Humas KPK Febri Diansyah kepada wartawan, dikutip dari laman detik.com, Rabu (16/10).
Saat OTT, tim KPK memantau mobil Avanza warna silver yang diduga dikemudikan staf protokol Walkot Medan saat tim datang ke rumah Kadis PU sekitar pukul 21.25 WIB, Selasa (15/10). Mobil staf protokol tiba-tiba melaju dengan kencang di jalanan Kota Medan saat diikuti tim KPK. "Sampai akhirnya dalam posisi yang sudah diapit oleh tim, mobil berhenti, namun Sdr And tidak turun," kata Febri Diansyah.
Tim KPK langsung menghampiri mobil tersebut dan menunjukkan identitas petugas KPK. Namun, bukannya kooperatif, staf Walkot Medan justru memundurkan mobil. "Dan memacu kecepatan hingga hampir menabrak Tim KPK. Dua orang anggota tim selamat karena langsung meloncat untuk menghindari kecelakaan," sambung Febri.
KPK menyita duit Rp 200 juta terkait OTT Wali Kota Medan Dzulmi Eldin. Selain Eldin, KPK mengamankan enam orang lainnya, termasuk Kadis PU hingga ajudan Wali Kota. Mereka masih berstatus sebagai terperiksa. "Diduga praktik setoran dari dinas-dinas sudah berlangsung beberapa kali," kata Febri terpisah.
OTT Bupati Indramayu
Sehari sebelum Wali Kota Medan terjaring OTT KPK, lembaga anti rasuah tersebut juga berhasil melakukan OTT terhadap Bupati Indramayu, Supendi. Terpisah Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan memaparkan kronologi operasi tangkap tangan (OTT) yang menjerat Bupati Indramayu Supendi, Senin (14/10).
Dalam OTT itu, KPK mengamankan Supendi dan tujuh orang lainnya. Mereka adalah Kepala Dinas PUPR Omarsyah; Kepala Bidang Jalan di Dinas PUPR Wempy Triyono dan staf Bidang Jalan Dinas PUPR Ferry Mulyono. Kemudian, sopir Supendi bernama Sudirjo; ajudan Supendi bernama Haidar Samsayail, pengusaha bernama Carsa AS dan Kepala Desa Bongas bernama Kadir. "KPK menerima informasi adanya dugaan permintaan uang dari Bupati kepada rekanan terkait beberapa proyek yang dikerjakan oleh rekanan," kata Basaria dalam konferensi pers, Selasa (15/10).
"Setelah dipantau dan memastikan adanya penyerahan uang untuk bupati, tim kemudian mengamankan beberapa orang di tempat berbeda. Total uang yang diamankan sebesar Rp 685 juta," kata Basaria.
Berdasarkan kesimpulan awal, KPK menetapkan Supendi, Omarsyah, Wempy, dan Carsa sebagai tersangka. Supendi, Omarsyah, dan Wempy diduga penerima suap. Sementara Carsa diduga sebagai pemberi suap. Suap itu sebagai realisasi fee yang diberikan oleh Carsa terkait tujuh proyek jalan di Dinas PUPR Indramayu. Ketujuh proyek yang dimaksud, yaitu pembangunan Jalan Rancajawad, Jalan Gadel, Jalan Rancasari, Jalan Pule, Jalan Lemah Ayu, Jalan Bondan-Kedungdongkal dan Jalan Sukra Wetan-Cilandak.
RR/dtc/zet