Kamis, 20 Juni 2019|12:41:42 WIB
Jakarta : Tim kuasa hukum paslon nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno menghadirkan 14 orang saksi fakta dan dua orang ahli dalam sidang sengketa Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (19/6/2019). Awalnya saksi fakta yang diajukan tim Prabowo berjumlah 15 orang sesuai dengan ketentuan yang diatur MK.
Namun salah satu saksi yang diajukan yakni aktivis HAM, Haris Azhar, menolak lantaran enggan menjadi saksi yang menguntungkan pihak terkait kasus pelanggaran HAM.
Saksi pertama yang dihadirkan memberikan keterangan di depan hakim MK adalah relawan IT Badan Pemenangan Nasional (BPN) Agus Muhammad Maksum. Dalam keterangannya, Agus menyampaikan temuan 17,5 juta Daftar Pemilih Tetap (DPT) tak wajar berkode khusus.
Dalam proses pemeriksaan, hakim mempertanyakan bukti fisik 17,5 juta DPT tak wajar tersebut. Sebab, tim Prabowo hanya melampirkan daftar bukti tanpa melengkapi dengan bukti fisik.
Selain itu, Agus pun mengaku dirinya mendapatkan ancaman pembunuhan, namun enggan menjelaskan itu datang dari siapa secara terbuka di sidang MK.
Saat ditanya lebih lanjut oleh Hakim Aswanto, Agus menjawab ancaman itu terkait upaya dirinya menyelidiki Daftar Pemilih Tetap (DPT) bukan terkait kesaksiannya di MK. Agus pun mengaku tak melaporkan hal tersebut ke polisi, karena merasa tim internalnya bisa mengamankan dia.
Saksi kedua adalah konsultan IT Idham Amiruddin yang menyampaikan soal Nomor Induk Kependudukan (NIK) kecamatan siluman, NIK rekayasa, pemilih ganda, dan pemilih bawah umur. Idham mengklaim ada 56.832 NIK kecamatan siluman dengan jumlah terbanyak di Provinsi Bengkulu.
Ia pun menyatakan mengecek langsung kejanggalan NIK pada DPT yang ia dapatkan dari tim Prabowo di pusat saat hari pencoblosan di Tempat Pemungutan Suara (TPS) di daerah tempat tinggalnya.
Idham pun menggamblangkan bahwa kecurangan itu terjadi di mayoritas TPS di Enrekang dan Pinrang (Sulawesi Selatan). Namun, saat dicecar kuasa hukum Komisi Pemilihan Umum (KPU) Ali Nurdin apakah tahu bahwa di dua daerah tersebut Prabowo-Sandi lah yang menang, Idham menjawab, "Tidak tahu."
Saksi ketiga adalah ahli IT Hermansyah. Dalam keterangannya, Hermansyah membeberkan kelemahan aplikasi Sistem Informasi Penghitungan Suara (Situng) Pemilu 2019 milik KPU. Ia juga menyampaikan pengakuan pernah menerima ancaman fisik penusukan pada tahun 2017. Namun penasihat IT Fadli Zon ini menegaskan peristiwa itu tak berkaitan dengan pilpres.
Saksi keempat adalah pengacara, Listiani. Ia menyampaikan laporannya ke Bawaslu tentang Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan 32 kepala daerah yang deklarasi dukungan kepada paslon nomor urut 01 Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin. Dari hasil keputusan Bawaslu Provinsi Jateng, Ganjar dinilai melanggar UU Pemda.
Saksi kelima adalah relawan Aliansi Peduli Demokrasi Indonesia (APDI), Nur Lhatifah. Nur mengaku melihat langsung pencoblosan sekitar 15 surat suara oleh petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di TPS 08 Dusun Winongsari, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Namun dari keterangan Bawaslu RI di persidangan, pencoblosan itu telah diproses dan dilakukan Pemungutan Suara Ulang (PSU).
Saksi keenam adalah relawan Prabowo-Sandi, Beti Kristiana yang mengaku menemukan tumpukan amplop surat suara yang diduga berisi C1 di halaman kantor Kecamatan Juwangi, Kabupaten Boyolali. Ia mengaku berinisiatif merekam temuan itu dan mengunggahnya di akun Youtube.
Beti juga mengaku WhatsApp dan akun Facebook miliknya dikloning usai mengunggah video tersebut ke Youtube. Dalam WhatsApp dan akun Facebook-nya itu tiba-tiba muncul informasi pengeboman KPU yang akan dilakukan oleh suami istri yang merujuk kepada dirinya.
Saksi ketujuh yakni Tri Hartanto yang melaporkan video Bupati Karanganyar Juliyatmono yang disebut mendeklarasikan dukungan pada Jokowi-Ma'ruf. Deklarasi ini diketahui dari rekaman video yang beredar melalui grup WhatsApp.
Saksi kedelapan adalah mantan Sekretaris Kementerian BUMN Said Didu. Dalam keterangannya, Said menegaskan bahwa dewan pengawas termasuk pejabat BUMN. Hal ini terkait polemik jabatan Ma'ruf di Bank BNI Syariah dan Mandiri Syariah yang mencuat beberapa waktu belakangan.
Saksi kesembilan adalah Ketua Sekber Pemenangan Prabowo-Sandi Kabupaten Batu Bara, Rahmadsyah. Ia menyebut dugaan polisi di Polres Kabupaten Batu Bara bernama Ismunazir yang tak netral karena mengarahkan dukungan saat sosialisasi keamanan pileg dan pilpres.
Saksi kesepuluh adalah Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat Desa Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Barat, Fakhrida. Dalam keterangannya, Fakhrida mengungkapkan arahan dari pihak provinsi untuk mendukung Jokowi-Ma'ruf.
Saksi kesebelas adalah relawan Prabowo-Sandi, Tri Susanti yang mengungkap soal DPT fiktif. Kemudian saksi kedua belas yakni koordinator saksi di Kecamatan Sidoarjo, Jawa Timur, Dimas Yenamura yang mengungkapkan soal dokumen KPPS bermasalah.
Saksi ketiga belas yakni Ketua Sekber Pemenangan Prabowo-Sandi Kalimantan Barat, Risda Mardarina yang mengungkapkan soal kotak suara yang terbuka di dua lokasi. Risda mengatakan anggotanya membuat dokumentasi berupa video dan foto. Setelah itu, sambung Risda, mereka melapor ke Direktorat Satgas BPN.
Saat ditanya hakim konstitusi I Dewa Gede Palguna, Risa mengaku tak lapor ke Bawaslu.
"Tidak (dilaporkan) karena sudah tengah malam banget, saya sudah capek banget keliling. Saya tunda dulu waktu itu," jawab Risa.
"Karena tugas kami itu harus melaporkan ke atasan saya, itu saja," ucapnya, seperti sitat CNNI Indonesia, Kamis (20/6/2019).
Risa mengatakan dirinya tak melapor ke Bawaslu, karena itu bukan wewenangnya melainkan atasannya di BPN atas apa yang telah dilaporkan dari daerah.
Sementara saksi terakhir yakni mantan caleg Partai Bulan Bintang (PBB) Hairul Anas yang mengungkap kesaksian saat mengikuti pelatihan dari Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf pada Februari lalu. Anas mengaku memperoleh strategi pemenangan dari sejumlah tokoh TKN, salah satunya Moeldoko yang menyatakan bahwa kecurangan wajar terjadi dalam suatu proses demokrasi.
Sidang sengketa pilpres yang dilayangkan kubu Prabowo-Sandi diregister oleh MK dengan nomor 01/PHPU-PRES/XVII/2019. Permohonan sengeketa Pilpres ini dilayangkan kubu Prabowo-Sandi yang menuding telah ada kecurangan bersifat terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) dalam pelaksanaan pemilu.
Dalam sidang sengketa Pilpres ini Komisi Pemilihan Umum (KPU) menjadi pihak termohon, paslon nomor urut 01 Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf menjadi pihak terkait, dan Bawaslu RI hanya menjadi pihak pemberi keterangan.
Gelaran ketiga sidang sengketa pilpres berlangsung maraton selama sekitar 20 jam, dari mulai Rabu (19/6/2019) pukul 09.00 WIB hingga Kamis (20/6/2019) pukul 05.00 WIB.
Rencananya hari ini MK akan kembali menggelar sidang sengketa pilpres mulai pukul 13.00 WIB dengan agenda mendengarkan keterangan saksi dari pihak KPU. Namun, Komisoner KPU Hasyim Asy'ari mengatakan kemungkinan pihaknya tak menghadirkan saksi dalam sidang sengketa pilpres hari ini.
RRN/CNNI