BUNG KARNO MELARANG MUSIK ROCK AND ROLL

BUNG KARNO MELARANG MUSIK ROCK AND ROLL

Rabu, 15 Mei 2019|11:51:12 WIB




RADARRIAUNET.COM: Setelah menonton Film – Film Amerika dan Eropa yang mengangkat kisah – kisah perjalanan Band – Band Rock papan atas dunia meniti karir dipentas musik Rock  seperti  The Doors ,The Dirt (Motley Crue),Bohemian Rhapsody (Quen) dan lain – lain, lebih cenderung mengangkat sisi kehidupan negatif dari  musisi – musisi grup band tersebut, mulai dari kecanduan alkohol dan narkoba, melakukan hubungan seks bebas dengan berganti – ganti pasangan untuk memuaskan nafsu sayhwat dan tindakan – tindakan brutal layaknya orang – orang di jalanan.

 

Dalam alur cerita film 'The Dirt, banyak menayangkan adegan – adegan tubuh telanjang dan tebaran kokain dan heroin, begitu juga “The Doors”, lebih menceritakan sang Vokalis Jim Morrison yang terkenal sebagai pemberontak norma, pemabuk, serta pemadat yang haus akan pengetahuan spiritual dan puisi. Pesta, seks bebas dan segala jenis candu yang masuk dalam tubuh bukan hal tabu, pada akhirnya diikuti oleh idola – idola mereka dengan  slogan “Seks and Drug.

Berbeda dengan film  Bohemian Rhapsody meceritakan orientasi seks Freddy Mercury (Vokalis) sebagai biseksual, menceritakan karir Queen hingga mereka bisa tampil bersama di Live Aid pada tahun 1985, walau awalnya Freddie pernah meninggalkan Queen untuk mengejar karier solonya sendiri. Penampilan tersebut merupakan enam tahun sebelum akhirnya Freddie meninggal karena didiagnosa AIDS.


Sementara tema – tema dan judul lagu yang mereka bawakan diatas panggung, didengarkan oleh ribuan penonton, tidak hanya bercerita tentang cinta, juga menceritakan tentang kritik sosial terhadap sistem politik dan menuntut keadilan tidak dibahas lebih mendalam di cerita film – film itu, apakah hal – hal demikian ini  menjadi alasan Bung Karno kepada kaum muda Indonesia untuk membawakan lagu – lagu ber – irama musik Rock Barat, memiliki dampak pengaruh  tidak baik terhadap kehidupan masyarakat Indonesia, terutama perkembangan anak muda pada saat itu ?  

Pada tahun 1950-an Indonesia  semasa dibawah  Pemerintahan Presiden Bung Karno, Negeri ini masih memasuki usia lima tahun memasuki alam  kemerdekaan,  musik Rock and  Roll dan lagu – lagu berbahasa Inggris   asal Amerika dan Inggris sempat dilarang dinyanyikan diatas panggung oleh musisi – musisi Indonesia, menurut  Bung Karno  masuknya musik  Rock and  Roll ke Indonesia bisa meracuni jiwa dan budaya bangsa, Bung Karno Khawatir jika budaya asli Indonesia sebagai kekayaan bangsa lambat laun akan terpinggirkan dan punah ditelan budaya Barat yang gemerlap.

Untuk mencegah kekhawatiran Bung Karno terhadap pengaruh musik – musik dari Rock and  Roll  menularkan budaya Barat yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia, pada hari perayaan Proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1956, Bung Karno mengeluarkan, sebuah manisfesto yang dikenal dengan nama Manipol USDEK (Undang-Undang Dasar 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia), sebagai ungkapan kebencian terhadap budaya Barat dan musik  Rock and  Roll dengan menyebutnya musik Ngak Ngik Ngok yang berujung pada pemenjaraan Koeswoyo bersaudara Plus Muri atau Koesplus, karena membawakan lagu – lagu The Beatles dengan genre musik Rock and  Roll.


Namun ada alasan politis yang tepat dibalik kebijakannya. Untuk melindungi kebudayaan bangsa dari pengaruh asing, terutama Barat, maka sejak bulan Oktober 1959 siaran Radio Republik Indonesia (RRI) dilarang untuk memutar atau memperdengarkan lagu-lagu Barat semacam rock and roll, cha cha, tango hingga mambo yang diistilahkan dengan nama musik “ngak ngik ngok” oleh Bung Karno. Tujuannya jelas: Mengajak seluruh bangsa menghargai budayanya sendiri. Sebuah langkah logis pada bangsa yang baru saja terbentuk dan berdiri.

Selain melarang budaya Barat, di sisi lain Presiden Soekarno juga memberikan teladan kepada anak bangsa dengan berupaya menggali potensi budaya daerah. Untuk menggantikan budaya dansa yang kadung populer di berbagai ballroom dan kelab, Bung Karno pun menggagas untuk menggali irama lenso yang diambil dari seni budaya Maluku, berupa tarian tradisional asal Ambon, Maluku. Lenso memiliki arti ‘saputangan’ dalam bahasa Maluku, dimana tarian ini diiringi musik yang bertempo medium dengan saputangan yang digenggam oleh setiap penari.


Bung Karno menyadari budaya bisa dijadikan alat  untuk menyerang suatu bangsa tanpa harus dengan cara – cara kekerasan bersenjata, sikapnya yang anti Barat dengan melarang warga  Indonesia nyanyi dan bergaya meniru grup Band Rock and  Roll The Beatles yang sedang digandrungi anak – anak muda seantero dunia termasuk Indonesia dianggap sebagai simbol Imperialis Barat untuk menghancurkan karakter keprbadian bangsa dalam berkebudayaan sebagaimana tertera di salah satu kalimat Trisakti.

Seharusnya Rancangan Undang – Undang (RUU) Permusikan dikeluarkan Pemerintah untuk menjadi payung hukum melindungi seni dan budaya asli Indonesia dari pengaruh budaya asing, serta bukan malah membelenggu kebebasan ekspresi dan membunuh kreatifitas pemusik – pemusik dalam negeri dengan alasan melindungi Industri musik Indonesia dengan mengeluarkan aturan yang tidak adil kepada pelaku musik, melalui uji kompetensi berdasarkan pengetahuan,keterampilan dan pengalaman yang hanya memberi peluang orang yang mengenyam pendidikan formal dibidang musik, menyingkirkan orang yang belajar musik secara autodidak.


KPW PRD Jawa Barat


RRN/WH







Berita Terkait

Baca Juga Kumpulan Berita NEWS

MORE

MOST POPULAR ARTICLE