Selasa, 23 April 2019|12:00:04 WIB
Jakarta : Dampak pemanasan global tak hanya bisa dirasakan oleh mereka yang ada di daratan, ekosistem terumbu karang juga bisa mengalami degradasi. Mulai dari pemutihan hingga matinya terumbu karang, yang pada akhirnya merusak ekosistem laut.
Atas kegelisahan itu Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mendorong pembuatan valuasi ekonomi terumbu karang di wilayah Indonesia.
Kepala Pusat Penelitian Oseanografi LIPI, Dirhamsyah, menuturkan valuasi ekonomi diharapkan bisa menjadi rujukan untuk berbagai kepentingan termasuk penanganan kasus kerusakan laut yang merusak ekosistem terumbu karang.
"Ke depan seharusnya kita dorong segala sesuatu pakai mediasinya formal. Oleh karena itu, pemerintah harus punya ukuran berapa sih valuasi karang satu hektarnya di daerah apa," kata Dirhamsyah seperti sitat CNN Indonesia, Selasa (23/4/2019).
Dirhamsyah mengatakan skema valuasi tersebut akan menjadi rujukan ilmiah, termasuk untuk penilaian nilai kerugian yang bisa dibawa ke pengadilan untuk mendakwa tersangka perusakan lingkungan.
Bahkan, ia menambahkan, dapat memberikan nilai yang tepat atas kerusakan ekosistem terumbu karang yang terjadi.
Menurutnya nilai karang antar satu wilayah dengan wilayah lain berbeda. Sehingga tidak bisa disamakan nilai ekonomi karang di Karimun Jawa dengan Raja Ampat, karena dipengaruhi berbagai faktor seperti aspek wisata, layanan, masalah spesies, dan tangkapan ikan.
Dia mengatakan valuasi tersebut harus bersifat ilmiah dan menjadi bagian dari peraturan yang berlaku di Indonesia, paling tidak berupa keputusan menteri sehingga mengikat secara hukum.
"Sebaiknya rujukannya itu scientific, yang bisa dipertanggungjawabkan oleh semua pihak, tapi segala sesuatu kalau mediasinya di belakang meja saya nggak bisa ngomong," katanya.
"Mediasinya nggak pakai pengadilan susah, ya ke depan seharusnya kita dorong segala sesuatu pakai mediasinya formal."
Namun, ia menambahkan, tenaga yang dimiliki pihaknya terbatas untuk membuat skema dan rincian aturan terkait valuasi terumbu karang. Sehingga ia mendorong agar rekan-rekan peneliti memasukkan proposal untuk pembuatan valuasi itu.
Selain itu ia berharap ada proposal penelitian tentang pembuatan rambu atau analisis tentang jumlah kapal yang layak masuk ke wilayah Raja Ampat, karena sampai sekarang belum ada kajian ilmiahnya untuk mengatur jumlah kapal masuk ke wilayah tersebut guna melindungi ekosistem terumbu karang dan biota laut lain.
Menurutnya kapal yang bebas masuk ke wilayah perairan Raja Ampat, dapat menabrak terumbu karang karena menghindari tabrakan dengan kapal lain jika kapal yang bersandar melampaui kapasitasnya.
Seorang peneliti ekologi LIPI, Puji Rahmadi, mengatakan luas terumbu karang Indonesia sekitar 85.707 kilometer persegi, atau setara 14 persen terumbu karang dunia, namun belum divaluasi secara langsung.
Terkait valuasi terumbu karang, Constanza (2014) menyebutkan nilai terumbu karang adalah US$352 per hektar per tahun. Sementara, nilai terumbu karang Indonesia setara dengan Rp45 triliun.
Selain terluas di dunia, Puji menambahkan, terumbu karang Indonesia juga memiliki keanekaragaman paling tinggi dengan 569 jumlah spesies atau setara 67 persen dari total 845 spesien yang telah ditemukan di dunia.
Jumlah spesies itu bisa saja bertambah jika ada penemuan spesies baru.
RRN/CNNI