Jumat, 01 Maret 2019|20:36:22 WIB
Jakarta: Kabar mengenai rencana Standard Chartered (StanChart) melepas 44,56 persen sahamnya di PT Bank Permata Tbk (BNLI) terus bergulir. Publik pun terus menebak siapa yang akan membeli divestasi saham tersebut.
President Director PT Samuel Aset Manajemen Agus B Yanuar mengatakan saat ini masih besar peluang perbankan lain membeli saham StanChart di Bank Permata. Namun, Samuel Aset Manajemen telah mendapatkan beberapa kandidat, yang salah satunya berasal dari perbankan asing.
"Tapi sebenarnya ada beberapa kandidat. Ada bank nasional dan bank asing yang kami dengar," kata Agus kepada awak media setempat, Jumat, 1 Maret 2019.
Agus menjelaskan, harga menjadi faktor penentu siapa investor yang akan menjadi pembeli saham tersebut. Penawaran terbaik akan menggantikan posisi StanChart di BNLI. "Rata-rata akuisisi perbankan Indonesia itu antara 1,9 kali price to book value atau dua kali. Saya rasa itu akan menjadi acuan," jelas Agus.
Dihubungi di tempat terpisah, Analis Binaartha Sekuritas Nafan Aji mengatakan selain PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), masih ada potensial pembeli saham StanChart yakni beberapa bank Jepang seperti Mitsubishi UFJ Financial Group Inc dan Mitsuho Bank.
"Potensial buyer bukan hanya Bank Mandiri saja. tapi bank-bank asing, seperti Mitsubishi, Mitsuho. Soalnya bank Jepang juga berkepentingan di sini. Mereka juga ingin masuk investasi di Tanah Air," kata Nafan.
Seperti diketahui StanChart berencana mendivestasikan sekitar 45 persen saham Bank Permata atau PermataBank. Aksi korporasi tersebut disebut sebagai salah satu bagian dari rencana untuk membebaskan modal sebagai imbal hasil ke investor melalui skema pembelian kembali saham atau buyback.
Kepala Eksekutif StanChart Bill Winters mengatakan rencana itu meningkatkan pengembalian modal kepada investor melalui kemungkinan pembelian kembali saham dan dividen yang lebih tinggi, yang dapat berlipat ganda pada 2021. Adapun saham Standard Charted telah kehilangan sekitar 37 persen dari nilainya sejak Winters mengambil alih kepemimpinan pada 2015.
"Kami sudah memiliki anggaran investasi yang sehat yang dimasukkan ke dalam rencana kami, sehingga penambahan modal harus tersedia untuk pembelian kembali dalam jangka waktu yang relatif singkat," kata Winters, seperti dikutip dari Financial Times, Rabu, 27 Februari 2019.
RRN/Ahl/medcom