Pemerintah Diminta Tarik Dana Hasil Kejahatan
Peneiliti ICW Adnan Topan Husodo di Jakarta, Jumat (8/12/2017). Foto: MI/Rommy Pujianto/medcom.id

Pemerintah Diminta Tarik Dana Hasil Kejahatan

Sabtu, 16 Februari 2019|22:53:37 WIB




Jakarta: Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak pemerintah Indonesia agar dapat secara konsisten menindaklanjuti kerja sama bantuan hukum timbal balik atau Mutual Legal Assistance (MLA) RI dengan pemerintah Swiss.

Pemerintah diminta segera menarik dana-dana hasil kejahatan (asset recovery) yang disimpan di Swiss.

"MLA jangan hanya sekedar seremoni saja atau euforia belaka, pemerintah tidak meletakkan strategi asset recovery sebagai penegakan hukum, padahal itu adalah strategi untuk memiskinkan pelakunya," kata Koordinator ICW Adnan Topan Husodo saat dikonfirmasi, Jakarta, sebagaimana disitat dari laman medcom.id Jumat, 15 Februari 2019.

Pada 4 Februari 2019, pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) telah menandatangani perjanjian MLA dengan pemerintah Swiss. Dengan perjanjian ini, pemerintah memiliki peluang besar untuk menarik semua dana hasil kejahatan yang disimpan di luar negeri, khususnya Swiss.

"Asset Recovery bisa dilakukan jika pemerintah bersama DPR meratifikasi perjanjian MLA. MLA itu tahap awal untuk melakukan penegakan hukum, bagaimana agar asset recovery itu menjadi inti," ujarnya.

Sebanyak 899 nama individu, perusahaan, dan firma hukum Indonesia tercatat dalam dokumen Panama Papers yang dirilis International Concortium of Investigative Journalist (ICIJ) pada 2016.

Mereka di antaranya, Bambang Sulistyo, Harry Azhar Azis, Sugianto Kusuma hingga Edwin Soeryadjaya. Termasuk, firma hukum Indonesia seperti Law Office CCN & Associates, Rudyantho & Partners, hingga Soemadipradja & Taher juga tercatat di dalamnya.

"Penegakan hukum yang tidak meletakkan prioritasnya pada asset recovery dalam konteks pemberantasan korupsi, itu pasti tidak akan pernah menimbulkan efek jera," kata Adnan.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengapresiasi kerja sama yang ditandatangani pemerintah dengan Swiss tersebut. Penandatanganan MLA akan mempersempit ruang gerak pelaku kejahatan, termasuk koruptor.

"Dengan semakin lengkapnya aturan internasional, maka hal tersebut akan membuat ruang persembunyian pelaku kejahatan untuk menyembunyikan aset hasil kejahatan dan alat bukti menjadi lebih sempit," ucap juru bicara KPK Febri Diansyah dikonfirmasi terpisah.

 

mbm/rrn







Berita Terkait

Baca Juga Kumpulan Berita NEWS

MORE

MOST POPULAR ARTICLE