Polemik Harga Avtur dan Lonjakan Harga Tiket Pesawat
Ilustrasi pengisian avtur untuk pesawat terbang. cnni pic

Polemik Harga Avtur dan Lonjakan Harga Tiket Pesawat

Kamis, 14 Februari 2019|11:56:06 WIB




Jakarta: Presiden Joko Widodo (Jokowi) menekan PT Pertamina (Persero) untuk memangkas harga avtur. Berdasarkan informasi yang diterima Jokowi, Pertamina dituding menjual harga avtur lebih mahal kepada penerbangan domestik dibandingkan luar negeri. Selain itu, Pertamina juga dianggap melakukan monopoli karena menjadi pemain tunggal dalam distribusi avtur di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang.

Polemik tingginya harga avtur sebenarya berawal dari keluhan masyarakat atas tiket pesawat yang semakin mahal. Januari lalu, INACA IGN Ashkara Danadiputra menyebutkan salah satu penyebabnya adalah mahalnya harga avtur di dalam negeri dibandingkan di luar negeri. Di samping alasan lain, pelemahan kurs rupiah terhadap dolar AS.

Ketua Umum INACA IGN Ashkara Danadiputra mengatakan komponen biaya avtur mendominasi sekitar 40 persen dari struktur biaya operasional maskapai. Tak ayal, INACA meminta pemerintah menurunkan harga avtur.

Namun, dalam keterangan resminya tertanggal 1 Februari 2019 lalu, INACA memastikan bahwa harga avtur tidak secara langsung mengakibatkan harga tiket pesawat menjadi lebih mahal.

"Beban biaya operasional penerbangan lainnya, seperti leasing pesawat, maintenance dan lain lain memang menjadi lebih tinggi di tengah meningkatnya nilai tukar dolar Amerika Serikat," tulis Ashkara.

Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebenarnya telah mengatur formulasi harga avtur. Dalam hal ini, pemerintah tidak bisa semena-mena menjual harga avtur karena margin keuntungannya dibatasi sebesar 10 persen dari harga dasar.

Hal tersebut telah tercantum dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 17 K/10/MEM/2019 tentang Formula Harga Dasar dalam Perhitungan Harga Jual Eceran Jenis Bahan Bakar Minyak Umum Jenis Avtur yang Disalurkan melalui Depot Pengisian Pesawat Udara (DPPU) yang ditetapkan 1 Februari 2019 lalu.

Beleid ini mengatur, komponen harga penjualan avtur di DPPU terdiri dari biaya perolehan, biaya penyimpanan dan biaya distribusi, serta margin dengan batas atas, atau seperti formula berikut: Mean Of Platts Singapore (MOPS) + Rp 3.581 per liter + Margin (10 persen dari harga dasar).

Jika dibandingkan dengan negara lain, harga avtur di Indonesia memang masih lebih mahal di beberapa negara tetangga, tetapi masih cukup kompetitif. Mengutip data Badan Administrasi Informasi Energi AS yang ditampilkan situs www.aeroportos.weebly.com, harga avtur terakhir di Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng berkisar US$2,16 per galon AS (USG), Bandara Ngurah Rai (Bali) US$2,39 per USG, dan Bandara Kualanamu (Medan) US$2,43 per USG.

Sebagai pembanding, harga avtur di Singapura US$2,04 per USG, Thailand US$2,12 per USG, Malaysia US$2,09 per USG, Korea (Incheon) US$2,15 per USG, Jepang (Narita) US$2,27 per USG, Laos US$2,54 per USG, dan Filipina US$2,57 per uSG.

"Walaupun harga avtur lebih mahal dari negara lain tetapi kan selisih atau disparitasnya tidak terlalu tinggi," ujar Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati di Jakarta, seperti sitat CNN indonesia, Kamis (14/2/2019).

Disparitas harga avtur Indonesia dengan negara lain lebih kecil jika dibanding lonjakan harga tiket pesawat yang terjadi awal tahun ini yang berdasarkan penelusuran CNNIndonesia.com sempat tembus 120 persen.

Sebagai BBM non subsidi, lanjut Enny, Pertamina diberikan keleluasaan untuk menentukan harga berdasarkan pertimbangan bisnis dan mekanisme pasar. Mengingat Pertamina masih mengimpor minyak mentah, harga avtur akan dipengaruhi oleh pergerakan harga minyak dunia dan nilai tukar rupiah terhadap dolar.

"Sekarang, dengan harga minyak turun dan kurs rupiah berada di bawah Rp15 ribu per dolar AS mestinya harga avtur di Indonesia tidak terlampau jauh dengan harga avtur yang dijual kepada maskapai di negara-negara lain," katanya.

Karenanya, Enny menyarankan pemerintah mau menyampaikan simulasi mendetail dan transparan terkait komponen-komponen terbesar yang berkontribusi terhadap harga tiket pesawat dan kargo.

"Kalau misalnya ini merupakan kesalahan aksi korporasi ya tidak bisa dibebankan kepada konsumen. Katakanlah misalnya, salah satu maskapai investasi pembelian pesawat besar sekali ditambah pembiayaan suku bunga yang tinggi," jelasnya.

Kementerian Perhubungan (Kemenhub) telah mengatur batas atas dan batas bawah harga tiket pesawat dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 14 Tahun 2016 tentang Mekanisme Formulasi Perhitungan dan Penetapan Tarif Batas Atas dan Bawah Penumpang Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri.

Dalam beleid tersebut, pengaruh harga avtur terhadap harga jual tiket pesawat diperhitungkan sekitar 24 persen. Mengingat dinamika pasar yang terjadi selama dua tahun terakhir, Kemenhub pun mengkaji kembali besaran komponen penyusun tarif penerbangan.

"Memang kami saat ini sedang dalam proses mengkaji kembali komponen-komponen atau variabel-variabel yang memengaruhi tarif dasar airline (maskapai)," kata Polana pekan ini.


Sarat Politis

Pengamat sekaligus mantan Sekretaris Jenderal Kementerian BUMN Said Didu menilai sikap tergesa-gesa Jokowi dalam menyalahkan Pertamina atas harga avtur, sarat motif politis. Terlebih, tahun ini merupakan tahun pemilihan presiden (Pilpres). "Mendekati pilpres, siapapun mengeluh seakan-akan benar sehingga menimbulkan janji baru," ujarnya.

Said mengingatkan momentum Jokowi menyampaikan kritik terhadap Pertamina adalah di depan pengusaha hotel yang mengeluh terkena imbas negatif dari kenaikan harga tiket pesawat.

Sementara, informasi yang didengar Jokowi tingginya harga avtur yang dimonopoli Pertamina sebagai biang keladinya. Padahal, masih terlalu dini untuk menyimpulkan hal tersebut.

"Kesimpulan penyebab harga tiket naik karena avtur itu prematur," terang dia.

Terkait monopoli, misalnya, Said mengungkapkan bisnis distribusi avtur terbuka untuk badan usaha yang mau masuk. Terbukti, pada 2007, Shell pernah melakukan ekspansi bisnis ke lini penjualan avtur melalui unitnya Shell Aviation di Bandara Soekarno-Hatta. Namun, bisnis itu hanya bertahan selama dua tahun.

Menurut Said, tingginya harga tiket pada awal tahun ini terjadi karena pelemahan rupiah pada tahun lalu. Hal itu berimbas pada struktur biaya maskapai yang sebagian besar menggunakan dolar AS mulai dari biaya avtur, sewa pesawat, bandara, dan navigasi. Said mengungkapkan akhir tahun biasanya juga merupakan periode kontrak sewa pesawat berakhir sehingga faktor tingginya beban sewa bisa menjadi salah satu alasan.

Said mengingatkan Pertamina menjual avtur ke seluruh Indonesia, tidak hanya di Cengkareng. Bahkan, ke wilayah bandara yang secara keekonomian tidak layak.

Saat ini penjualan avtur di bandara dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10 persen. Jika pemerintah ingin menekan harga jual avtur, pemerintah bisa turun tangan dengan memberikan fasilitas bebas PPN atas penjualan avtur. Hal tersebut seperti diungkap Menteri BUMN Rini Soemarno dan masih dikaji oleh Kementerian Keuangan.


RRN/CNNI







Berita Terkait

Baca Juga Kumpulan Berita EKONOMI

MORE

MOST POPULAR ARTICLE