Rabu, 13 Februari 2019|14:29:34 WIB
Jakarta: Terdakwa kasus ujaran kebencian Ahmad Dhani Prasetyo menegaskan tidak sedang menjalani vonis 18 bulan atas kasus yang menimpanya. Ia merasa ada kejanggalan dalam keputusan penahanannya oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
Politikus Partai Gerindra itu merasa dirinya dapat ditahan apabila kasusnya sudah inkrah. Dhani masih menjalani proses hukum yakni mengajukan banding atas putusan hakim yang memvonisnya 1,5 tahun penjara lantaran disebut melakukan ujaran kebencian.
"Perlu dicatat saya tidak sedang menjalani vonis karena masih banding. Saya ditetapkan ditahan selama 30 hari oleh Pengadilan Tinggi Jakarta. Saya sendiri tidak tahu sebabnya apa," katanya di Pengadilan Negeri Surabaya, seperti sitat CNN Indonesia, Rabu (13/2/2019).
Pada 28 Januari 2019 lalu, Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan bahwa Dhani terbukti bersalah dalam kasus ujaran kebencian. Dhani dinyatakan bersalah atas cuitan di akun Twitter @AHMADDHANIPRAST. Menurut Hakim, Dhani dengan sengaja dan tanpa hak menyuruh menyebarkan informasi yang menunjukkan rasa kebencian.
Hakim juga memerintahkan penahanan Dhani. Berdasarkan Pasal 26 Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP) Hakim pengadilan negeri yang mengadili perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84, guna kepentingan pemeriksaan berwenang mengeluarkan surat perintah penahanan untuk paling lama tiga puluh hari.
Menanggapi pertanyaan Dhani, Kepala Hubungan Masyarakat Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, James Butar-Butar mengatakan penahanan Dhani sudah sesuai dengan aturan yang berlaku. Hal itu tertuang dalam Surat nomor 385/Pen.Pid 2019/PT DKI Jakarta. Surat itu sendiri diketahui baru ditandatangani pada 4 Februari 2019 silam.
"Penetapan nomor 385 2019, Dhani Ahmad Prasetyo, dengan ini dasar hukum penahanannya Pasal 45 Ayat 2 Jo pasal 28 UU 11 tahun 2008 Jo UU 19 tahun 2016, menetapkan ditahan di Rumah Tahanan Negara DKI Jakarta untuk paling lama 30 hari sejak tanggal 31 Januari 2019 sampai 1 Maret," kata James ditemui di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, Selasa (12/2).
James mengatakan penahanan Dhani itu juga sudah diatur dalam Pasal 27 KUHAP yang menyatakan hakim pengadilan tinggi yang mengadili perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87, guna kepentingan pemeriksaan banding berwenang mengeluarkan surat perintah penahanan untuk paling lama tiga puluh hari.
"Dia ditahan itu berdasarkan pasal 27 KUHAP, pengadilan tinggi yang menerima berkas perkara dari pengadilan negeri itu berwenang untuk melakukan penahanan selama 30 hari dan dapat diperpanjang 2x30 jadi 60 hari bisa diperpanjang," kata James.
Sayangnya, James enggan untuk berbicara lebih jauh terkait status penahanan Dhani dari tanggal 31 Januari sampai surat keputusan keluar pada tanggal 4 Februari 2019. Ia bersikeras bahwa penanganan perkara Dhani sudah sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku.
Pengamat Hukum Pidana Universitas Indonesia (UI) Teuku Nasrullah menjelaskan setelah seseorang yang terkena perkara mengajukan banding, hakim pengadilan tinggi terkait memiliki kewenangan untuk melakukan penahanan. Penetapan penahanan itu dilakukan seusai pihak yang mengajukan, menyerahkan memori banding ke pengadilan negeri tempatnya berperkara.
"Begitu tanggal 31 Januari Dhani mengajukan banding detik itu juga kewenangan beralih ke pengadilan tinggi kan, pengadilan tinggi saat itu juga memberitahukan bahwa 'Kami sudah menetapkan majelis hakim dan memerintahkan Dhani ditahan' sudah," ujar Nasrullah saat dihubungi melalui telepon, Selasa.
Nasrullah melanjutkan penetapan hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta itu bisa diberitahukan kepada pihak pengadilan negeri, dan pengacara Dhani melalui telepon atau surat elektronik (e-mail). Namun, dalam beberapa pemberitaan di media, hingga 4 Februari 2019 belum ada kepastian terkait status penahanan Dhani.
Hal itu terlihat dari pernyataan Humas Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Ahmad Guntur dan Pengacara Dhani Ali Lubis. Keduanya pada tanggal 4 Februari mengaku belum menerima penetapan terkait status penahanan Dhani.
Surat penetapan status penahanan Dhani pun diketahui baru ditandatangani pada 4 Februari 2019. Hanya saja informasi itu baru disampaikan ke publik oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada 6 Februari 2019 silam.
Menurut Nasrullah status penahanan Dhani tidak bermasalah apabila dalam petikan surat penetapan penahanan itu disebutkan 'Hasil Penetapan Hakim per tanggal 31 Januari'. Masalah bertambah saat Pengadilan Tinggi DKI pun tidak menyebutkan secara jelas terkait hal tersebut. Surat penetapan itu pun tidak dibuka kepada publik.
Penahanan Dhani menjadi janggal, kata Nasrullah, apabila dalam surat tersebut tidak disebutkan 'Hasil Penetapan Hakim per tanggal 31 Januari' dan secara riil itu terbit pada tanggal 4 Februari 2019.
"Kalau memang tanggal 4 Februari terbit sejak tanggal 31 Januari sampai tanggal 4 Februari itu atas dasar apa Ahmad Dhani ditahan. Itu bukan masalah terbit suratnya kapan tanggal diputuskan Dhani ditahan itu kapan musyawarah hakim," ujarnya.
"Kalau dalam surat tanggal 4 Februari itu memutuskan Ahmad Dhani ditahan sejak tanggal 31 Januari sampai sekian itu suratnya berlaku mundur dong enggak sah masa orang ditahan dengan berlaku mundur kayak begitu," kata Nasrullah.
Menurut dia, berkaca dari ketidakjelasan penerbitan surat penetapan dan status penahanan Dhani ini, sistem administrasi pengadilan harus dibenahi.
"Jangan ada kayak model begini mencari sebuah solusi. Memberlakukan tindakan legalisasi atas penahanan yang tidak sah, itu tanggal 31 sampai tanggal 4 tidak ada dasar hukum penahanan Ahmad Dhani," ujarnya.
RRN/CNNI