Jumat, 08 Februari 2019|10:07:02 WIB
Jakarta: Sejumlah menteri Kabinet Kerja tak dapat menahan diri masuk ke gelanggang Pilpres 2019. Mereka terang-terangan menyuarakan dukungannya kepada pasangan Joko Widodo-Maruf Amin.
Dukungan atau aksi membela Jokowi itu diperlihatkan mulai dari menteri berlatar belakang partai politik seperti Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto dan Menteri Sosial Agus Gumiwang, hingga dari kalangan profesional seperti Menkominfo Rudiantara yang sempat menyinggung mengenai pemberi gaji kepada bawahannya.
Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu juga pernah menyatakan bakal memilih Jokowi. Ia menegaskan dirinya pengkhianat apabila tak memilih mantan Wali Kota Solo dalam kontestasi mendatang.
Pengamat Politik dari Universitas Gadjah Mada Wawan Masudi menilai ucapan dan tindakan para menteri bukan atas instruksi Jokowi demi meningkatkan elektabilitasnya di beberapa bulan terakhir jelang pencoblosan.
Aksi dan ucapan itu diduga Wawan lahir atas inisiatif pribadi para menteri. Tujuannya untuk menunjukkan kesetiaan kepada Jokowi selaku kepala pemerintahan dan penunjuk mereka sebagai pejabat pemerintahan.
"Jelas yang dilakukan menteri adalah menunjukkan kesetiaannya kepada Presiden. Wajar saja menunjukkan kesetiaan kepada yang menunjuk mereka. Sangat natural dan alami," ucap Wawan seperti sitat CNNIndonesia.com, Jumat (8/2/2019).
Terkait pernyataan politik para menteri, Wawan mengatakan hal itu tak serta merta bisa disebut bentuk kampanye. Menurut dia kampanye adalah ketika para menteri mengajak pihak lain untuk memilih pasangan Jokowi-Maruf Amin.
Di sisi lain, dalam beragam kesempatan, para anak buah Presiden hanya memaparkan data kinerja dalam empat tahun terakhir, seperti penurunan tingkat kemiskinan, pertumbuhan ekonomi, dan percepatan pembangunan infrastruktur.
Setidaknya hal itu yang dilakukan Airlangga dan Agus Gumiwang pada Minggu (3/2) dalam deklarasi dukungan alumni Sekolah Kolese Kanisius, Alumni Menteng '64, kepada Jokowi.
Wawan menilai itu sebatas bentuk kesetiaan. Hanya saja keterlibatan para menteri itu terlihat tidak elegan. Dia bahkan menyebut langkah dan pilihan kata para menteri ini bisa menggerus elektabilitas calon petahana jelang pencoblosan.
"Saya melihat ini kontraproduktif karena itu akan mudah dipersepsikan berbeda dan bisa digoreng siapapun," ucapnya.
Menteri, kata Wawan, memang posisi politik. Namun, para menteri harus ingat anak buahnya merupakan aparatur sipil negara yang harus netral, tidak menunjukkan keberpihakan terhadap sala satu calon mana pun dalam pesta demokrasi. Elektabilitas petahana berpotendi turun jika oposisi mampu mengkapitalisasi keterlibatan para pembantu presiden itu di gelanggang Pilpres 2019.
Menurutnya, para menteri seharusnya lebih elegan dan mengukur diri sebelum blak-blakan menyatakan dukungannya kepada publik.
Kinerja Lebih Penting
Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya setidaknya tiga alasan mendasari para menteri blakblakan menyatakan dukungannya kepada Jokowi. Pertama sebagai pembantu profesional yang memang wajar menyatakan dukungan supaya sistem yang dibangun saat ini bisa terus berlanjut.
Alasan kedua merupakan pilihan politik bagi para menteri berlatar belakang partai politik. Totok menyatakan hal itu merupakan dampak karena Indonesia masih menampung orang partai dalam kabinet. Selain itu juga sebagai bentuk mencari posisi kepada calon incumbent ketika terpilih kembali untuk periode kedua.
"Bisa juga dilihat dari kacamata sebagai upaya membangun komunikasi atau upaya positioning mungkin saja ada harapan terpilih kembali dalam kabinet," tuturnya.
Namun Totok mengingatkan keterlibatan para menteri dalam bentuk pernyataan atau deklarasi politik tak banyak memberikan pengaruh. Dia berpendapat para menteri seharusnya fokus bekerja dan tidak berkoar-koar menyatakan dukungan kepada calon incumbent.
"Pernyataan sikap politik menteri itu lebih kecil daripada kebijakan. Bekerja saja seperti Susi Pudjiastuti , Sri Mulyani dalam forum internasional, dan pekerjaan maraton Basuki lebih berimplikasi ketimbang pernyataan kontroversial," kata Yunarto atau Totok seperti sitat CNNIndonesia.com, Jumat (8/2/2019).
Selain tak berpengaruh besar, keterlibatan politik para menteri juga disebut bisa jadi bumerang bagi Jokowi daripada meningkatkan elektabilitas. Pernyataan dukungan diyakini lebih terasa bagi Jokowi jika dilakukan para kepala daerah terutama tingkat kabupaten dan kota.
"Karena mereka (kepala daerah) memiliki jaringan politik di daerah dan bersentuhan langsung dengan masyarakat, pemilik suara. Jangan sampai timses memahami menteri punya efek besar," Totok menegaskan.
RRN/CNNI