Rabu, 28 November 2018|03:30:16 WIB
Jakarta: Bank Indonesia (BI) membantah kelebihan takaran atau overdosis dalam menyesuaikan suku bunga acuan. Kenaikan BI 7 days reverse repo rate menjadi 6 persen guna menurunkan defisit transaksi berjalan ke dalam batas yang aman.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan kenaikan suku bunga pada beberapa hari lalu telah memperhitungkan berbagai hal. Termasuk kenaikan suku bunga acuan bank sentral AS atau The Fed.
"Itu telah memperhitungkan kemungkin kenaikan Fed rate di Desember dan tahun depan," kata Perry di JCC, Senayan, Jakarta Pusat, mengutip medcom.id Selasa, 27 November 2018.
Perry menegaskan tingginya suku bunga bank sentral saat ini tidak akan menghambat laju pertumbuhan ekonomi nasional. Sebab, bank sentral telah melonggarkan likuiditas melalui berbagai kebijakan.
Misalnya, kebijakan makroprudensial melalui relaksasi rasio loan to value (LTV) berupa penurunan uang muka (down payment/DP). Kemudian mengakselerasi pendalaman pasar keuangan dan lain sebagainya. BI juga mendorong sistem pembayaran untuk ekonomi digital bagi UMKM.
Semua kebijakan tersebut, sambung Perry, diibaratkan seperti satu jamu pahit untuk moneter dan empat jamu manis untuk mendorong pertumbuhan. Artinya, meski BI telah meningkatkan suku bunga, BI juga menetralkannya dengan kebijakan lain yang bisa mendorong pertumbuhan ekonomi.
"Jadi tolong jangan mengartikan kalau kita menaikkan suku bunga untuk menjaga stabilitas nilai tukar terus kita bisa menurunkan pertumbuhan ekonomi," jelas Perry.
Des/medcom.id