Kamis, 12 April 2018|20:35:28 WIB
Jakarta: Terdakwa kasus perintangan penyelidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Fredrich Yunadi merasa tersiksa saat ditahan di Rutan Guntur, Jakarta Selatan. Dia memprotes menu sarapan di dalam tahanan.
"Bukan hanya soal obat, kalau pagi kacang hijau hanya satu sendok itu penyiksaan secara tidak langsung," kata Fredrich pada media di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (14/3).
Fredrich menyebut anggaran makanan di rutan itu sebesar Rp40 ribu. Namun dia menilai angka itu tak sesuai dengan makanan yang didapatkan.
"Katanya satu hari jatah Rp40 ribu, itu korupsi. Kita mau masukin makanan enggak boleh seminggu cuma dua kali. Apa itu punya perikemanusiaan?" kata Fredrich.
"Saya kan punya praduga tak bersalah tapi kami kayak narapidana," tambahnya.
Sebelumnya Fredrich meminta agar dipindahkan penahanannya ke Polres Jakarta Pusat atau ke Polda Metro Jaya. Dia beralasan kedua tempat tersebut lebih strategis. Namun Majelis Hakim meminta Fredrich bersabar dan menerima nasib.
"Resiko ditahan seperti itu mohon disadari," kata majelis hakim.
"Tapi ketenangan jiwa mohon dipertimbangkan," jawab Fredrich.
Fredrich Yunadi dan dokter RS Permata Hijau Bimanesh Sutarjo didakwa melanggar Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Mantan advokat Setya Novanto itu dianggap berupaya agar kliennya menghindari panggilan KPK sebagai tersangka kasus korupsi e-KTP saat itu.
Fredrich bersama dokter Bimanesh Sutarjo, dokter ahli spesialis penyakit dalam di RS Medika Permata Hijau, memesan kamar VIP di lantai 3 rumah sakit tersebut. Dokter juga melakukan diagnosa tanpa pemeriksaan terlebih dahulu.
Pmg/Cnni