Selasa, 18 Juli 2017|18:08:15 WIB
Jakarta: Ketua DPR Setya Novanto mengatakan telah memberi penjelasan kepada keluarga terkait statusnya sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan e-KTP.
Setnov mengatakan, penjelasan tersebut disampaikan usai menerima kabar penetapan tersangka oleh KPK, semalam. Ia mengumpulkan seluruh anggota keluarga dan kerabatnya di kediamannya, Jakarta.
"Kepada keluarga, istri dan anak karena sebelumnya juga kemarin saya sudah undang semua keluarga. Saya beri pengertian khususnya kepada anak-anak dan anak saya yang paling kecil," ujar Setnov dalam keterangan pers di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (18/7).
Setya Novanto Bantah Terima Jatah Proyek Rp574 Miliar Korupsi e-KTP
Ketua DPR Setya Novanto menegaskan tidak menerima aliran dana korupsi proyek pengadaan e-KTP. Dia membantah telah menerima jatah Rp574 miliar dari proyek yang diduga merugikan negara Rp2,3 triliun.
Setnov mengatakan, dirinya telah menjelaskan dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada 3 April lalu.
"574 miliar, kita sudah lihat di sidang (pengadilan) Tipikor, 3 April, saudara Nazar keterlibatan saya di e-ktp dan sudah membantah," kata Setnov di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (18/7).
Politikus Partai Golkar itu mengaku kaget atas penetapan status tersangka oleh KPK pada Senin (17/7) malam. Namun Setnov menyatakan akan mengikuti semua proses hukum yang berlaku.
"Saya sangat kaget dengan keputusan ini," katanya.
Nama Setnov muncul dalam surat dakwaan jaksa KPK, Irman dan Sugiharto. Setnov disebut bersama Andi Narogong, Anas Urbaningrum dan Muhammad Nazaruddin mengawal proyek e-KTP ini.
Mereka berempat sepakat, anggaran e-KTP sebesar Rp5,9 triliun -setelah dipotong pajak sebesar 11,5 persen, 51 persennya atau Rp2,6 triliun digunakan untuk belanja modal atau belanja rill pembiayaan proyek.
Sementara itu, sisanya, sebesar 49 persen atau senilai Rp2,5 triliun dibagi-bagikan kepada sejumlah pihak.
Pejabat Kemendagri, termasuk Irman dan Sugiharto, mendapat jatah 7 persen atau sejumlah Rp365,4 miliar, anggota Komisi II DPR sebesar 5 persen atau Rp261 miliar.
Kemudian Setnov dan Andi dapat sebesar 11 persen atau Rp574,2 miliar. Sementara itu, Anas dan Nazaruddin sebesar 11 persen atau Rp574,2 miliar.
Selanjutnya, sebesar 15 persen atau sejumlah Rp783 miliar dibagikan kepada pelaksana pekerjaan atau rekanan.
"Rp574 (miliar) itu besarnya bukan main, bagaimana transfer," ujar Setnov.
Dalam pertemuan itu, Setnov menegaskan tidak pernah terlibat dalam korupsi proyek e-KTP. Ia menyatakan pasrah kepada Tuhan atas nasibnya.
"Saya percaya Allah SWT yang tahu apa yang saya lakukan dan insya Allah apa yang dituduhkan itu tak benar," ujarnya.
Lebih lanjut, Setnov mengklaim sampai saat ini belum menerima surat penetapan tersangka dari KPK. Ia mengaku telah mengirim surat kepada pimpinan KPK agar surat tersebut segera dikirim kepadanya untuk dipelajari. Surat itu juga akan menjadi bahan untuk mengajukan praperadilan atau tidak.
"Tentu setelah menerima (surat penetapan tersangka), saya akan merenung dengan baik-baik dan konsultasikan kepada kuasa hukum," ujarnya.
Sebelumnya, Ketua KPK Agus Rahardjo menyebut Setnov berperan mengatur proyek e-KTP senilai Rp5,9 triliun bersama pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong. Ia berperan sejak awal perencanaan, pembahasan anggaran, hingga pengadaan e-KTP di Kementerian Dalam Negeri.
Ketua Umum Partai Golkar ini juga diduga mengatur peserta lelang megaproyek kartu identitas tersebut di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bersama Andi Narogong. Ia ditenggarai telah memilih perusahaan yang bakal menggarap proyek itu.
Setnov disangka melanggar Pasal 3 atau Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31/1999 sebagaimana telah diubah Undang-Undang Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kasus dugaan korupsi e-KTP juga menyeret anggota keluarga Setnov. Dalam penyidikan, dua anak Setnov, yakni Dwina Michaella dan Reza Herwindo diduga terlibat dalam korupsi e-KTP.
Dalam perkembangan penyidikan diketahui, Dwina merupakan mantan Komisaris PT Murakabi Sejahtera, salah satu perusahaan dalam konsorsium yang dibuat tersangka pihak swasta Andi Narogong yang sempat ikut tender proyek e-KTP.
Sementara Reza diduga memiliki perusahaan hasil kerjasama dengan Andi. Perusahaan itu dikabarkan berlokasi Equity Tower, SCBD, Jakarta Selatan.
Selain kedua anaknya, keponakan Setnov, yakni Irvanto Hendra Pambudi selaku Dirut PT Murakabi Sejahtera juga diduga terlibat dalam kasus yang sama.
cnni/pmg/rrn