Selasa, 11 April 2017|14:01:58 WIB
Jakarta: Ketua DPR Setya Novanto dicegah bepergian ke luar negeri berkaitan dengan proses penyidikan kasus korupsi e-KTP dengan tersangka Andi Agustinus alias Andi Narogong. Permintaan cegah itu dilakukan lantaran keterangan Novanto diperlukan KPK.
"Setya Novanto dicegah ke luar negeri untuk 6 bulan ke depan, terhitung sejak kemarin. Pencegahan dilakukan dalam penyidikan kasus e-KTP untuk tersangka AA (Andi Agustinus)," kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah dikutip dari detik.com, Selasa (11/4/2017).
Febri menyebut pencegahan itu diajukan karena KPK merasa Novanto dibutuhkan keterangannya terkait kasus itu. Dengan pencegahan itu, KPK akan lebih mudah meminta keterangan Novanto.
"Saksi yang dicegah tentu dibutuhkan keterangannya. Dan untuk mengefektifkan penyidikan agar saat akan diperiksa sedang berada di Indonesia," ujar Febri.
Terkait kasus tersebut, sejauh ini status Novanto masih sebagai saksi. Novanto mengaku telah mendengar perihal pencegahan itu dan mengaku siap mematuhi proses hukum yang berlaku.
"Saya menghargai dan tentu apa pun yang diputuskan, saya sangat memberikan dukungan atas proses hukum yang berlaku di Indonesia," ujar Novanto sebelumnya.
Ketua DPR, Setya Novanto, berbicara soal pencegahan dirinya untuk berpergian ke luar negeri terkait kasus korupsi e-KTP. Novanto akan mematuhi proses hukum yang ada.
"Masalah pencegahan di luar negeri, saya baru tahu tadi. Saya menghargai dan tentu apapun yang diputuskan, saya sangat memberikan dukungan atas proses hukum yang berlaku di Indonesia," ujar Novanto saat ditemui di Senayan, Jakarta, Selasa (11/4/2017).
Novanto mengaku siap dipanggil KPK kapan saja terkait kasus e-KTP. Meski proses pemanggilan dirinya sebagai dewan jika merujuk ke UU MD3 harus seizin Presiden Joko Widodo, Novanto akan tetap datang dipanggil tanpa proses itu.
"Saya siap kapan pun diundang atau dipanggil KPK karena ini proses hukum yang harus saya patuhi. Saya setiap saat selalu siap diundang," ujarnya.
"Selalu kita siap meskipun secara MD3 proses undangan ini harus melalui proses izin presiden tapi saya selalu dalam undangan, saya selalu datang tanpa proses yang ada. Saya sebagai warga negara yang harus mematuhi masalah hukum dan saya harapkan ini bisa secara tuntas bisa selesai dengan sebaik baiknya," imbuhnya.
Status Novanto dalam kasus e-KTP terakhir sebagai saksi. Belum diketahui apakah ada perubahan status hukum Novanto terkait dengan pencegahan ini. Pimpinan dan Jubir KPK belum merespons ketika dikonfirmasi.
Namun jaksa KPK dalam surat dakwaannya untuk terdakwa Irman dan Sugiharto menyebutkan bahwa Novanto saksi yang 'istimewa'. Novanto dianggap terlibat dalam penggiringan anggaran untuk proyek e-KTP senilai Rp 5,8 triliun di DPR. Novanto berkali-kali membantah dakwaan KPK ini.
Sementara itu Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR akan mengambil sikap jika Novanto terbukti terlibat dalam kasus e-KTP.
"Pada saatnya nanti ketika, misalnya, ini sudah ada suatu apakah dalam posisi sebagai terdakwa dan sudah mempunyai keputusan dari lembaga pengadilan, MKD akan mengambil suatu sikap," ujar Wakil Ketua MKD Sarifuddin Sudding di gedung DPR, kompleks parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (11/4/2017).
MKD akan bersikap apabila sudah ada putusan inkrah dari pengadilan terhadap Novanto. "Iya, karena ini sudah ditangani oleh institusi penegak hukum. Kita tetap mengedepankan asas presumption of innocence (praduga tak bersalah)," kata Sudding.
Sekjen Hanura ini juga mengungkapkan kalangan internal MKD sudah menggelar rapat mengenai kasus e-KTP. Sudding menyebut pihaknya masih menunggu perkembangan kasus yang didalami KPK. Pencekalan terhadap Novanto juga dinilai dapat mengganggu fungsinya sebagai Ketua DPR.
"Kemarin memang kita ada rapat pleno di internal MKD dan kita sudah menyepakati karena memang sudah sejalan tata tertib di MKD bahwa kasus ini sedang dalam proses hukum dan kita menunggu perkembangannya kasus ini ditangani oleh institusi penegak hukum," ucapnya.
"Ya, saya kira (pencekalan) ini sangat mengganggu ya, apalagi dalam posisi sebagai Ketua DPR dengan hubungan-hubungan parlemen di lintas negara," tutur Sudding.
zet/dtc