RADARRIAUNET.COM - Langkah Presiden keenam Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono mengungkap dokumen hasil investigasi Tim Pencari Fakta (TPF) kasus meninggalnya Munir Said Thalib mendapat sindiran dari Hendardi, mantan anggota TPF.
Menurut Hendardi, apa yang dilakukan SBY saat ini seharusnya dilakukan ketika dia masih menjabat sebagai Presiden Indonesia.
"Ironisnya saat dia sudah lengser disebutkan, bahkan hingga nama-nama dan pihak-pihak yang diajukan untuk diperiksa," kata Hendardi saat ditemui di kawasan Tebet, Kamis (27/10).
Hendardi menjelaskan, saat menjabat, presiden SBY menunjukkan sikap tak mau mengumumkan hasil TPF Munir itu ke publik. Padahal, dia melanjutkan, saat itu banyak desakan dari publik untuk membuka dokumen tersebut.
Desakan publik itu tak membuat SBY mengumumkan hasilnya. Dia malah membeberkan semua setelah tak lagi menjabat sebagai presiden. "Itu hal yang saya kira ironi," kata Hendardi.
Sebagai catatan, dalam Keputusan Presiden No. 111 Tahun 2004 tentang Pembentukan TPF Munir disebutkan penemuan tim harus diumumkan ke masyarakat.
Namun saat itu, pemerintah beranggapan dokumen tersebut berstatus pro justicia lantaran masih digunakan untuk proses penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan oleh Polri. Dengan alasan itu maka dokumen tersebut tak diumumkan ke publik.
Hanya saja, Hendardi mengatakan bahwa status pro justicia terhadap dokumen tersebut sudah hilang sejak 2008 yang lalu. Itu ditandai dengan selesainya proses terhadap Muchdi PR yang dinyatakan bebas dari segala tuntutan hukum.
Hendardi beranggapan setelah bebasnya Muchdi PR yang saat itu menjabat sebagai Deputi V BIN, seharusnya SBY yang masih menjabat sebagai presiden langsung membuka dokumen itu ke publik.
"SBY memiliki waktu untuk membeberkan semuanya, kan pro justicia-nya selesai pada 2008," ujar Direktur Setara Institute tersebut.
cnn/radarriaunet.com