Problem Dana Eskalasi Riau, Apakah Pertanda Clear and Clean atau Menggurita?
ilustrasi. l6c

Problem Dana Eskalasi Riau, Apakah Pertanda Clear and Clean atau Menggurita?

Jumat, 14 Oktober 2016|15:43:13 WIB




RADARRIAUNET.COM - Persoalan terkait dana eskalasi yang telah dibayarkan oleh pihak pemprov Riau sebesar 220 miliar, kepada pihak ketiga atau kontraktor hingga saat ini masih menjadi ibarat menyembunyikan bangkai di dalam rumah, bagaimana pun pasti akan tercium juga.
 
Bagaimana tidak demikian, sebab pengeluaran dana APBD senilai ratusan miliar tersebut ditengarai sarat dengan permainan, karena tidak melalui tahapan pembahasan yang telah diatur.
 
Sejak bergulirnya informasi utang eskalasi yang harus dibayarkan oleh pemerintah Riau, pada beberapa tahun yang lalu, telah memunculkan polemik dan perdebatan antara pihak pemprov dan DPRD Riau. Hal itu terjadi, manakala adanya perbedaan yang signifikan terkait penghitungan jumlah utang eskalasi yang harus dibayarkan. 
 
Menurut Abdul wahid, salah satu anggota dewan dari fraksi PKB, mengatakan bahwa perbedaan penghitungan tersebut menjadi awal tidak di akomodirnya pembayaran. 
"Permasalahannya bermula saat adanya perbedaan yang sangat mencolok antara penghitungan kontraktor, Bani, dan BPK P," kata Abdul melalui sambungan selulernya.
 
Menurutnya penghitungan yang berbeda itu menjadi dasar pihaknya untuk mempertanyakan sisi keabsahan dan dasar hukum yang mana yang dijadikan acuan dalam perhitungan.
 
Tatkala itulah, pihaknya menolak untuk membahas terkait pembayaran eskalasi. Namun kenyataannya, selang beberapa waktu lamanya, tepatnya pada bulan Desember, tahun 2015, ternyata eskalasi dimasukan dalam APBD, tanpa sepengetahuan pihak Banggar. Dan hal berlanjut hingga pada pembayaran sebesar 220 miliar. Hal inilah yang menurut Abdul menjadi sebuah kebanggaan, dan menurutnya karena ini merupakan pelanggaran dalam tata tertib kedewanan dan berhubungan dengan sejumlah besar uang negara, maka pihaknya akan membentuk pansus untuk melakukan hak angket.
 
"Ini tidak bisa dibiarkan begitu saja. Kita dalam waktu dekat akan bentuk pansus dan laksanakan angket untuk mengurai permasalahan ini," katanya.
 
Ribut-ribut soal dana pembayaran eskalasi yang dilakukan Pemprov Riau tanpa persetujuan DPRD Riau akhirnya terungkap. Pembayaran yang jelas dilakukan untuk pembayar hutang terhadap perusahan kotraktor mencapai Rp250 milyar terhadap 9 perusahan.
 
Berdasarkan data yang diperoleh oleh komisi D DPRD Riau, tercatat sejumlah pekerjaan yang dilakukan oleh 9 kontraktor. Pemprov Riau terpaksa membayar uang eskalasi tersebut kepada sejumlah perusahaan. Persoalannya, kata Asri Auzar, dana ini tidak pernah diketahui oleh DPRD Riau.
 
Berikut ini adalah data perusahaan dan pekerjaan yang memaksa pemprov Riau membayarkan dana eskalasi kepada setiap perusahaan dibawah ini;
 
1. Proyek Pembangunan Jembatan Perawang yang dikerjakan oleh  PT. Pembangunan Perumahan.
 
2.Proyek Pembangunan Jalan Bagan Jaya,Kuala Enok dikerjakan oleh PT.Pembangunan Perumahan.
 
3. Proyek Pembangunan Jalan Dalu-dalu,Sp Manggala dikerjakan oleh PT. Adhi Karya
 
4.Proyek Pembangunan Jalan Sorek,Teluk Meranti dikerjakan oleh PT. Wijaya Karya
 
5.Proyek Pembangunan Jalan Sei Anggar,Bakan Jaya dikerjakan oleh PT.Hutama Karya JO dan PT.Duta Graha Indah
 
6. Proyek Pembangunan Jembatan Teluk Masjid dikerjakan oleh PT.Waskita Karya
 
7. Proyek Pembangunan Jalan SP Kumu,Sontang,Duri dikerjakan oleh PT. Istaka Karya
 
8.Proyek Pembangunan jalan Sei Paning-Teluk Masjid-SP Pusako dikerja oleh PT.Modern Widya Jo dan PT.Anisa Putri Ragil
 
9.Proyek Jalan Pelitung-Sepahan-Sei Paning dikerjakan oleh PT.Harap Panjang.
 
"Kami kaget ketika melihat adanya dana ekalasi masuk di Pemrov Riau. Namun Kita tetap Panggil Sekda Pemrov Riau terkait masalah dana eskalasi tersebut," kata Asri, Rabu 23/3/2016.
 
Seperti yang diberitakan sebelumnya, bau uang eskalasi terkait sejumlah proyek pembangunan gedung di Riau dipertanyakan. Eskalasi sejatinya adalah pembayaran hutang terhadap proyek multiyears 2004-2009. Jumlahnya luar biasa mencapai Rp1 triliun dari puluhan proyek yang akan dibayarkan dari APBD-P 2015.
 
Hal ini membuat memanas hubungan antara DPRD dan Pemprov Riau. Anggota Komisi E DPRD Riau, Muhammad Adil meminta KPK turun tangan menangani dugaan penyimpangan pembayaran hutang eskalasi proyek multiyears tersebut, sebab hal ini tidak pernah dibicarakan atau mendapat persetujuan dari DPRD Riau.
 
"Terkait sudah dibayarkannya hutang eskalasi oleh Pemprov, tentunya anggota DPRD Riau tak akan bertanggung jawab. Karena sebelumnya, DPRD Riau sepakat tidak membayar utang eskalasi ini dalam APBD-P 2015, karena ada beberapa versi putusan hukum yang membingungkan," katanya.
 
Maka, sambungnya sebelum ada pengesahan APBD-P 2016, diminta KPK turun ke Riau menyelesaikan masalah ini. Karena diduga melanggar aturan dan bisa dinilai ilegal. Politisi Hanura ini meminta KPK langsung turun tangan menangani kasus ini, kata M Adil.
 
Polemik pembayaran hutang eskalasi dibayarkan Pemprov karena tanpa sepengetahuannya DPRD Riau, ungkap Muhammadi Adil, harus ada kejelasan aturan hukum. Maka wajar, sebahagian anggota DPRD Riau menggalang dukungan menggulir hak angket.
 
Menurut M Adil, pembayaran Eskalasi itu mencapai 1 triliun rupiah dari akumulasi puluhan item proyek yang dilakukan pemerintah provinsi Riau.
 
"Ada puluhan item proyek yang masuk pembayaran Eskalasi. Kami dari awal tidak setuju. Taunya sudah dibayarkan," tutup M Adil.
 
 
Feri Sibarani/radarriaunet.com






Berita Terkait

Baca Juga Kumpulan Berita RIAU

MORE

MOST POPULAR ARTICLE