RADARRIAUNET.COM - Dibebaskannya 19 nelayan asal Kecamatan Pasir Limau Kapas (Palika), Kabupaten Rokan Hilir (Rohil) oleh Police Marine, Selangor, Malaysia, beberapa waktu lalu disambut baik wakil ketua DPRD Rokan Hilir Abdul Kosim.
Dirinya mengatakan pembebasan itu merupakan negosiasi yang dilakukan pemprov Riau, pemkab Rohil, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) untuk Malaysia, serta para anggota DPRD Riau dan Rohil dengan Pemerintahan Malaysia.
Akos menyatakan, negosiasi antara antar kedua negara itu dalam pembebasan 19 nelayan Palika, Rohil di Selangor, Malaysia berjalan mulus.
"19 nelayan kita yang sempat ditahan Police Marine hingga dibebaskan tanpa tebusan berikut kapal yang digunakan nelayan Palika pun tak disita berkat negosiasi yang apik kedua perwakilan Indonesia-Malaysia, selama dua hari, kemarin," terang Akos, begitu sapaan akrab Abdul Kosim.
Dijelaskan Akkos, 19 nelayan Palika yang menangkap ikan melewati batas perairan itu diantar pulang lewat perbatasan kedua negara dengan suka cita.
"Diantarnya 19 nelayan oleh pemerintah Malaysia dan Indonesia di perbatasan laut kedua negara berkat kerja keras Bupati Rohil H Suyatno, Pemprov Riau, Pemkab Rohil, KBRI kita untuk Malaysia didukung para anggota DPRD Riau dan Rohil," ungkap Akos.
Akos pun kembali mengucapkan ribuan terima kasih atas upaya KBRI untuk Malaysia dalam pembebasan 19 nelayan Palika itu.
"Ke depan, laut kita harus diawasi dan jangan sampai kejadian serupa terulang kembali. Untuk itu, pemerintah perlu terus melakukan sosialisaikan tapal batas laut agar nelayan kita tidak melewati batas negara lain dalam mencari ikan," harap wakil rakyat daerah pemilihan Palika ini.
Diterangkannya kembali, negosiasi pembebasan 19 nelayan Palika mendapat tanggapan positif dari KBRI untuk Malaysia.
"Sosialisasi perbatasan dan undang-undang batas wilayah laut kepada nelayan harus digencarkan. Peran Dinas Perikanan dan Kelautan serta TNI Angkatan Laut dan pemerintah menjadi pokok utamanya. Karena, tapal batas laut sangat penting agar bagaimana teknisnya nanti nelayan kita tidak mencari ikan di negara lain," papar Akos.
Apalagi, sambung Akos, pemerintah pusat melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tengah gencar-gencarnya memerangi pencurian ikan yang dilakukan nelayan negara lain.
"Jangan sampai disaat KKP memerangi illegal fhising terhadap nelayan asing justru nelayan kita dianggap ikut mencuri ikan di wilayah mereka padahal karena tidak tahu batas wilayah. Untuk itulah perlunya peran stakeholder dalam menyosialisasikan tapal batas laut kepada nelayan," katanya.
Kemudian yang terpenting, sambung Akos, persoalan ini tak lepas dari masalah kawasan maritim Indonesia yang tengah didengungkan pemerintah pusat.
"Sehingga nelayan kita bisa mengelola sumber daya laut yang ada. Maka, seluruh pihak terkait harus saling bersinergi. Karena, menjaga perbatasan laut kita sama halnya menjaga jutaan nelayan," tutur Akos.
Rusdy/radarriaunet.com