Jumat, 07 Oktober 2016|10:41:02 WIB
RADARRIAUNET.COM - Heleni Ritliany (56) harus merelakan satu payudaranya diangkat karena kanker. Untuk itu dia berpesan pada siapapun yang didiagnosis kanker: jangan obati diri sendiri.
"Dulu rambut saya bagus dan tebal. Badan saya juga bagus. Tapi saya paling takut dioperasi. Dibiopsi saja saya takut. Hingga kanker berkembang jadi stadium 3A," tutur Heleni kepada detikHealth di sela-sela pertemuan para penyintas kanker payudara di Hotel Mercure, Jl Lodan, Ancol, beberapa waktu lalu.
Kata Heleni, mulanya dia menemukan benjolan kecil di payudara kiri. Setelah menjalani mammografi dan USG payudara, dia disarankan untuk biopsi. Tapi Heleni mengabaikan saran itu. Persoalannya satu: dia takut jarum suntik.
Merasa benjolan itu tidak mengganggu, Heleni pun mengabaikannya. Hingga tiga tahun kemudian, payudara kirinya semakin menunjukkan keanehan karena jadi lebih besar ketimbang yang kanan. Mau tidak mau Heleni pun menjalani biopsi.
"Waktu itu mau ambil hasil biopsi saya juga takut. Hasil biopsi waktu itu saya ambil di ulang tahun saya. Tadinya saya diamkan saja, lalu saya lihat ada tulisan carcinoma mammae. Wah namanya bagus, tapi pas saya cari di internet kaget banget karena artinya itu kanker payudara," kisah perempuan yang bekerja sebagai notaris ini.
Kaget dan merasa seperti divonis mati. Itulah yang dirasakan Heleni kala itu. Apalagi di keluarganya tidak ada riwayat kanker payudara. Akhirnya Heleni menerima penyakit itu dan berusaha mencari kesembuhan.
"Saya banyak dapat cerita orang-orang yang kena kanker payudara lalu pilih pengobatan herba, alternatif. Tapi malah jadi makin parah. Pesan saya jangan coba obati diri sendiri. Kanker itu berpacu dengan waktu," papar Heleni.
Pengobatan kanker, imbuhnya, harus dengan jalan medis karena dilakukan berdasarkan bukti ilmiah. Menurutnya tidak ada alasan untuk menjalani pengobatan medis, karena kalau terkait biaya, saat ini bisa menggunakan BPJS Kesehatan.
"Banyak kok pasien kanker yang pakai BPJS. Ayo cari pengobatan medis, cari dokter yang dipercaya," tambah Heleni.
Dalam pengobatan kankernya, Heleni harus menjalani 15 kali kemo. Kemoterapi pertama, Heleni ambruk. Sehingga kemo yang kedua dibagi menjadi 3. Demikian pula kemo ke-3.
"Setelah kemo, mendapat suntikan selama dua hari berturut-turut di perut agar darah putih naik. Kalau oke, lanjut kemo lagi. Setelah kemo ketiga yang a, b, c itu saya istirahat sebulan. Kemudian operasi pengangkatan, lalu istirahat sebulan lagi, baru lanjut kemo lagi," terang Heleni.
Dari kanker payudara yang menyerangnya, Heleni belajar untuk menjadi orang yang lebih kuat. Dia menyebut banyak mendapat mukjizat. Misalnya terkait darah putih, dari yang semula drop lalu seketika meningkat. Juga terkait biaya pengobatan, di mana dia banyak mendapat bantuan.
"Dapat penyakit ini, saya pasang badan saja. Saya tidak punya apa-apa, jadi saya jalani saja. Ini semua kuasa Tuhan," tambah Heleni.
Karena kanker payudara yang dialami, dia bahkan bisa kembali berkomunikasi dan bertemu dengan teman-teman lamanya dari SD dan SMP. Bahkan mereka akhirnya bisa reuni dan menggelar bakti sosial.
"Saya juga setelahnya berkesempatan ke Yerusalem. Dukungan yang ada membuat saya tetap semangat. Dan sekarang saya juga jadi rajin ikut seminar (seminar kesehatan)," ucap Heleni.
dtc/fn/radarriaunet.com