Selasa, 25 Agustus 2015|15:36:17 WIB
PEKANBARU (RRN) - Kementerian Keuangan Mengancam akan menjatuhi sanksi bagi beberapa daerah yang daya serap APBDnya rendah, seperti Jabar, Papua, Kaltim, DKI dan Provinsi Riau.
Sanksi ini berupa penyaluran non tunai dalam bentuk Surat Berharga Negara (SBN). Penyaluran non tunai dilakukan melalui konversi penyaluran dana alokasi umum atau dana bagi hasil dalam bentuk surat berharga negara bagi daerah yang mempunyai dana "idle" di bank dalam jumlah yang tidak wajar.
Asisten Bidang Ekonomi Pembangunan Setdaprov Riau, Masperi mengakui memang sejauh ini daya serap terhadap APBD Riau masih jauh dari harapan.
Hal ini tidak terlepas dari beberapa kendala yang dihadapi oleh sejumlah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di Pemprov Riau.
"Berkaitan dengan masalah ini,besok pak Plt Gubri bersama dengan Kapolda, Kajati serta Gubernur se Indonesia akan melakukan pertemuan dengan Presiden di Jakarta membahas persoalan ini, sehingga saya belum bisa mengomentari masalah tersebut," ujarnya.
Hanya saja, Masperi memberikan sedikit gambaran persoalan yang tengah dialami pihaknya dalam menjalankan kegiatan di APBD 2015 ini.
"Memang benar pusat itu sudah mentransfer secara tunai kesemua daerah termasuk Riau, tapi serapan dana itu masih rendah.
Ada yang mengatakan ini karena pemerintah daerah gamang, mungkin itu ada benarnya. Tapi yang jelas ada beberapa persoalan seperti miss manajemen, miss perencanaan dan beberapa persoalan lain yang ikut menghambat, sehingga jika dipaksakan akan ada konsekwensi hukum disana," tukasnya.
Salah satu proyek dengan dana besar yang belum bisa direalisasikan saat ini kata Masperi adalah pembangunan Riau Tower di Jakarta.
"Seperti pembangunan Tower Riau di Jakarta, dalam perencanaannya dibangun tahun ini, tapi bersamaan dengan DEDnya. Mana mungkin kita membangun fisik ditahun yang sama kita buat DED (Detailed Engginering Design). Itu kan sudah kesalahan dalam perencanaan, bisa beresiko. Jadi kita pahamlah ketakutan dari SKPD ini," tandasnya.
Sebagaimana diketahui sebelaumnya, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, di Jakarta, Jumat (21/8/2015) mengatakan sejak 2011 hingga Juni 2015 masih ada dana pemerintah daerah di perbankan, yang "menganggur" hingga Rp273,5 triliun dan jumlahnya berpotensi meningkat, apabila tidak ada terobosan dalam hal pencairan anggaran.
Kondisi ini bisa menghambat pendanaan belanja daerah, terutama belanja modal untuk pembangunan sarana infrastruktur yang dibutuhkan untuk menggairahkan kinerja perekonomian, agar tidak terus-terusan mengalami kelesuan.
Kementerian Keuangan mencatat lima provinsi yang masih memiliki dana menganggur terbanyak di perbankan atau "idle" sejak 2011 antara lain DKI Jakarta, Jawa Barat, Riau, Papua dan Kalimantan Timur.
Sedangkan untuk tingkat pemerintah Kota yang masih mempunyai dana menganggur atau "idle" di bank Nasional dan bank daerah hingga Juni 2015, Surabaya menduduki posisi teratas disusul Medan, Cimahi, Tangerang dan Semarang. Sedangkan tingkat Pemerintah Kabupaten, Kutai Kertanegara menduduki posisi teratas disusul Kabupaten Malang, Bengkalis, Berau dan Bogor.
Adapun sanksi yang diberikan berupa penyaluran non tunai dalam bentuk Surat Berharga Negara (SBN). Penyaluran non tunai dilakukan melalui konversi penyaluran dana alokasi umum atau dana bagi hasil dalam bentuk surat berharga negara bagi daerah yang mempunyai dana "idle" di bank dalam jumlah yang tidak wajar.
Penyaluran dana transfer ke daerah dalam bentuk non tunai tersebut, misalnya diganti SBN dengan tenor tiga tahun dan "non tradable" yang baru bisa dicairkan apabila pemerintah melakukan pembelian kembali (buy back/fn).