Suhardiman Amby: 2 Juta Hektar Perkebunan Di Riau Tanpa Izin
ilustrasi. ant

Suhardiman Amby: 2 Juta Hektar Perkebunan Di Riau Tanpa Izin

Jumat, 30 September 2016|13:42:34 WIB




RADARRIAUNET.COM - Perambahan hutan secara besar-besaran di provinsi Riau telah terjadi pada akhir-akhir ini. Berbagai pihak pun menjadikan komoditas hutan sebagai sumber peningkatan ekonomi yang sangat menjanjikan, karena telah terbukti mampu menyumbang pemasukan yang sangat besar dan telah meningkatkan taraf hidup masyarakat di berbagai daerah di provinsi Riau.
 
Hal itu tidak dapat dibantah oleh siapapun, sebab selain hasil hutan dari perambahan tersebut dapat menjadi produk yang menjadi kualitas dan komoditas ekspor yang sangat bernilai tinggi, sementara pada akhirnya lahan hutan yang telah gundul akibat perambahan tersebut akan dijadikan sebagai areal perkebunan kelapa sawit.
 
Terkait dengan tema hutan dan segala aspek hayati yang berpotensi mendorong tingkat dinamika ekonomi, hal itu juga tidak terlepas dari fungsi hutan sebagai aspek pendukung iklim yang sangat penting untuk kehidupan semua makhluk hidup termasuk  manusia.
 
Bahkan dalam rangka melestarikan hutan di Indonesia, Badan Direksi Bank Dunia telah menyetujui bantuan hibah senilai $22 juta kepada Indonesia untuk memperkuat pengelolaan hutan tropis, pengentasan kemiskinan di antara masyarakat yang kebergantungan pada hutan guna mata pencahariannya dan menekan kerusakan lingkungan. Indonesia adalah negara dengan area hutan tropis terbesar ketiga di dunia.
 
Badan Pembangunan Internasional Denmark, DANIDA, memberikan kontribusi senilai 40 juta Kroner ($5 juta) ke total hibah yang dibiayai oleh inisiatif global bernama Forest Investment Program (FIP), atau Program Investasi Hutan. Hibah ini ditujukan untuk membantu Badan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH).
 
KPH merupakan salah satu program prioritas dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) karena berpotensi memperkuat tata kelola hutan, memperbaiki penggunaan aset sumberdaya alam menuju pembangunan berkelanjutan dan mengurangi kemiskinan di antara 32 juta rakyat Indonesia yang hidup di sekitar hutan. KPH berada di bawah naungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan 
 
Saat ini implementasi program KPH terhambat oleh peraturan yang tumpang tindih, kapasitas terbatas di beberapa tingkat, kurangnya investasi dan pembiayaan serta informasi yang tidak konsisten.
 
Program baru ini bertujuan mendukung KPH dengan memperkuat keahlian pemerintah daerah, organisasi masyarakat, pemegang izin pengelolaan hutan dan mempererat kemitraan di antara mereka. Program ini juga bertujuan mengatasi keterbatasan regulasi dan peraturan yang selama ini mempengaruhi kinerja KPH.
 
“Masyarakat yang hidup dekat hutan sangat bergantung pada kawasan hutan untuk mata pencaharian dan mereka termasuk yang paling miskin di Indonesia. Program Investasi Hutan menawarkan kesempatan untuk memperbaiki penghasilan mereka melalui pengelolaan lingkungan hidup yang lebih baik. Dukungan ini merupakan bukti nyata kami terhadap Indonesia terkait penguatan manajemen
 
Sebagai bagian dari perwujudan tatakelola pemerintahan yang baik, penerapan prinsip partisipasi dalam tata kelola sumber daya hutan dengan tegas diamanatkan dalam UU nomor 41/1999 tentang kehutanan. Partisipasi yang dimaksudkan adalah keterlibatan masyarakat dalam pembangunan sumberdaya hutan secara utuh mulai dari tahap perencanaan sampai pada proses monitoring dan evaluasinya.
 
Partisipasi publik penting untuk mengawasi praktik pengelolaan kehutanan, termasuk untuk melakukan: pengawasan, memberikan pendapat, rekomendasi, keberatan, atau keluhan, dan mengirimkan informasi dan laporan. Pemantauan juga melingkupi dokumen yang dihasilkan oleh pihak perusahaan untuk mendapatkan gambaran apakah prosedur pelaksanaan sudah dilakukan secara tepat. Lembaga lingkungan juga bertanggungjawab untuk memantau dampak sektor swasta terhadap lingkungan.
 
Penerapan prinsip transparansi dalam sistem pemerintahan menjadi pilar penting dalam mendorong tatakelola pemerintahan yang baik. Dengan lahirnya UU nomor 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik seharusnya dapat menjadi instrumen utama dalam mendorong penerapan prinsip tersebut.
 
Sehubungan hal tersebut diatas, DPRD provinsi Riau sebagai lembaga perwakilan rakyat Riau, tidak tinggal diam. Atas prakarsa para anggota dewan, lembaga tersebut telah membentuk sebuah panitia khusus (Pansus) untuk memonitoring keberadaan hutan yang saat ini sudah mencapai pada tahap degradasi.
 
Keadaan tersebut telah memunculkan berbagai persoalan di provinsi Riau. Perambahan hutan secara tidak terkendali telah banyak memakan korban, baik materi maupun nyawa masyarakat telah acap kali menjadi sasaran banjir dan bencana alam yang kejam, bahkan belakangan  bencana telah merebak hingga menjadi bencana asap, akibat pembakaran hutan secara massal oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
 
Perambahan hutan secara besar-besaran dan tidak terkendali si provinsi Riau semakin nyata berkat temuan Pansus Monitoring Lahan dan perizinan perkebunan di Riau, yang mana dalam rilisan temuan tersebut, ditemukan 2.2 juta hektar lahan Perkebunan di Riau tidak berizin dan terdiri dari ratusan perusahaan
 
Anggota DPRD Riau yang pernah menjadi Ketua Panitia Khusus Monitoring Perizinan Lahan, Suhardiman Amby mengatakan, perusahaan sawit ilegal di provinsi itu lebih banyak dari jumlah yang dirilis Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, yakni sekitar 127.
 
“Kalau Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) baru merilis 127 perusahaan sawit di Riau ilegal, Syukurlah sudah mulai ditanggapi. Tapi temuan kita lebih dari itu,” kata Suhardiman di Pekanbaru, Kamis [08/09].
 
Dia menyampaikan bahwa dalam temuan pansus ada 560 perusahaan sawit di Riau. Pihaknya menganggap setengah dari perusahaan itu tidak berizin. Jika secara keseluruhan luas perkebunan sawit di Riau 4,2 juta hektare (ha), maka 2,2 juta ha ilegal. “Maunya sekitar 200 lebih dikatakan perusahaan sawit ilegal di Riau,” ungkapnya.
 
Menurut dia, hasil kerja pansus tahun laku sudah diberikan kepada semua lini. Di antaranya sudah diberikan ke kepolisian, kejaksaan, Penyidik Pegawai Negeri Sipil, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), bahkan juga sampai ke Badan Intelijen Negara (BIN).
 
Dikatakannya untuk mengatasi masalah ini caranya ada dua. Pertama kalau negara ingin punya sumber pendapatan, maka legalkan lahan tersebut, lepaskan dari kawasan hutan, terbitkan NPWP dan tagih pajaknya. Kedua adalah moratorium oleh presiden.
 
“Kalau moratorium kita minta tidak ada lagi penambahan izin perkebunan kelapa sawit. Presiden melalui Kepresnya memoratorium izin perkebunan seluruh Indonesia dan eksekusi lahan ilegal yang dikuasai,” ujarnya.
 
Jika memilih moratorium, maka setelah itu eksekusi lahan yang ilegal tersebut oleh pihak yang berwajib terhadap perusahaan yang melebihi luas izinnya. Tapi hal itu nantinya tergantung kepada penegak hukum.
 
Lahan tersebut terindikasi ilegal karena ada yang tidak bersertifikat, perusahaan tidak punya Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), berada di kawasan hutan lindung dan mengalami tumpang tindih. Akibat lahan dikuasai dan ditanami secara ilegal, kata dia, negara berpotensi mengalami kerugian hingga Rp34 triliun.
 
Untuk mengungkap fakta yang sangat spektakuler ini,awak media mencoba konfirmasi kepada Kepala Dinas Kehutanan Riau, Ir. Fadrizal Labay, MP, terkait dengan perusahaan ilegal dan tidak berizin di Riau.
 
"Temuan Pansus itu jika memang benar dianggap ada yang berlebihan atas areal perusahaan, kan bisa diukur oleh pihak yang berwenang, seperti BPN, tapi siapa yang membiayai," katanya.
 
Sementara terkait dengan banyaknya perusahaan yang tidak mempunyai ijin dan 2.2 juta hektar lahan ditemukan tanpa ijin, Labay mengatakan bahwa itu disebabkan oleh banyak aspek.
 
"Penyebab hal tersebut bisa oleh banyak aspek. Dulu kan pada saat-saat penerapan otonomi daerah, banyak yang mengeluarkan perijinan. Dan inilah korban otonomi daerah," katanya.
 
Menurutnya saat itu banyak perijinan dan prosedural yang dibuat, yang saat ini hal itu telah didalami oleh semua pihak. 
 
 
Feri Sibarani/radarriaunet.com






Berita Terkait

Baca Juga Kumpulan Berita RIAU

MORE

MOST POPULAR ARTICLE