RADARRIAUNET.COM - Komisi pemberantasan Korupsi menyatakan proses penangkapan dan penetapan tersangka kepada Ketua Dewan Perwakilan Daerah Irman Gusman berdasarkan fakta dan bukti di lapangan.
Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan, penyidik KPK akan mengembangkan kasus dugaan suap yang dilakukan Irman, meski publik mempermasalah kecilnya uang suap yang hanya Rp100 juta.
"KPK kan selalu penyidiknya independen. Mereka akan mem-follow up segala hal yang terkait dengan temuan-temuan awal," ujar Agus di Kantor KPK, Jakarta, Senin (19/9).
Selain itu, Agus menegaskan, pimpinan KPK tidak bisa melakukan intervensi atas proses penyidikan tersebut. Pengembangan kasus merupakan kewenangan penyidik KPK.
"Pimpinannya tidak bisa dikte mereka (penyidik KPK). Jadi mereka hanya laporkan temuannya kepada pimpinan," ujarnya.
Sementara itu, Agus menilai, penetapan Jaksa Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat bernama Farizal sebagai tersangka penerima suap dari Direktur Utama CV Semesta Berjaya, Xaveriandy Susanto, merupakan hasil pengembangan.
Agus menyebut, ada transaksi uang sekitar empat kali dari Xaveriandy kepada Farizal. Suap kepada Farizal diduga untuk mengurus perkara pidana 30 ton gula ilegal yang digelar di Pengadilan Negeri Padang, Sumbar. Dalam kasus itu, Xaveriandy berstatus sebagai terdakwa.
"Kalau dengan jaksa sudah dijelaskan ya, bahwa sudah ada 4 kali penyerahan sebelumnya. Jumlahnya kalau tidak salah Rp365 juta," ujar Agus.
Irman resmi menjadi tersangka kasus suap untuk mempengaruhi kuota impor gula di Provinsi Sumatera Barat bagi CV Semesta Berjaya. Ia menjadi tersangka dengan pemberi suap Xaveriandy dan istrinya Memi.
Irman ditengarai memperjualbelikan pengaruhnya agar Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik agar memberi penambahan kuota impor gula oleh CV SB yang beroperasi di Sumbar.
Atas perannya sebagai penerima suap, Irman disangka melanggar pasal 12 huruf a UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor.
Sementara, Xaveriandy dan istrinya Memi selaku penyuap disangka melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 5 ayat 1 huruf b atau pasal 13 UU nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor junto UU No 20 tahun 2001.
cnn/radarriaunet.com