RADARRIAUNET.COM - Pacu jalur boleh dikatakan telah mendunia. Tapi hanya sedikit yang tahu, apa itu pacu jalur? Hanya ada dua kata, tapi sarat akan makna. Pacu adalah adu kecepatan. Sementara, jalur itu maknanya hampir sama dengan sampan. Hanya panjangnya yang membuat beda. Sampan atau perahu panjang terbuat dari pohon besar yang panjangnya mencapai 35 meter dengan diameter lebih dari 50 sentimeter.
Sampan panjang itu bisa dinamakan jalur apabila terdapat panggar (penyanggah atau penahan tempat duduk) di sepanjang perahu. Biasanya satu jalur itu memiliki panggar sebanyak 31 dengan panjang yang berbeda pula dan sudah dihias, diukir dan diperindah dengan motif-motif khas melayu Rantau Kuantan.
Di atas panggar, dibentangkan dua bilah papan yang panjangnya hampir menyamai panjang perahu. Dalam tradisi pacu jalur papan panjang itu disebut dengan ular-ular, yang berfungsi sebagai tempat duduk para pemacu di kiri dan kanan. Ular-ular ini kadang dipaku ke panggar dan kadang ada juga yang diikat ke panggar sebagai landasan. Biasanya itu tergantung dengan kondisi kayu jalur dan keyakinan sang tukang jalur. Sehingga pacu jalur memiliki makna adalah adu kecepatan sebuah perahu panjang dengan muatannya mencapai 40 hingga 60 pemacu di Sungai Kuantan.
Dalam sebuah nukilan sejarah yang lain, pembuatan jalur ini dijelaskan bahwa, pertama kali jalur diadakan di Rantau Kuantan sejak abad 20. Jalur yang aslinya dulu mempunyai panjang 30-35 meter dengan lebar maksimal 1,5 meter, dengan muatan pemacunya sebanyak 40-60 orang. Dibuat dari pohon besar yang liat tapi ringan. Berserat halus tapi tak lapuk. Lurus tapi tidak tirus. Tak berlubang tapi tak bertingkah. Dengan besaran lingkaran sepemelukan 4 orang dewasa, tumbuh di tanah yang berani, pohon yang ber-roh, bermambang akarnya, batangnya dan bermambang pula pada pucuk daunnya.
Standarisasi jalur harus mengikuti speknya. Misalnya model kayu sabatang, tidak boleh disambung dengan papan lembai-lembainya. Semua ornamen harus dipenuhi, tukang onjai, timbo ruang, tukang kabiar, tukang tari, karena semua itu ada maknanya, untuk mengantisipasi kayu yang sudah punah ranah. Ini juga perlu dipikirkan bersama, karena amat penting bagaimana mempertahankan budaya ini agar tetap alami dan tradisonal.
Seiring perkembangan zaman, pacu jalur telah menjadi salah satu aset budaya nasional yang diharapkan Bupati Kuansing Drs H Mursini MSi, tetap eksis sepanjang masa. Tentu, eksistensi budaya ini tergantung dengan ketersediaan bahan baku, seperti kayu, yang bisa didapatkan di hutan belantara yang masih perawan. Sekarang untuk mendapatkan kayu jalur masyarakat harus mencari ke daerah yang sangat jauh dengan medan yang cukup berat dan memerlukan biaya yang sangat mahal. Bahkan sudah di luar batas teritorial kabupaten ini, seperti di Pelalawan dan Sumbar.
Ukuran kayu yang panjang dan besar dirasakan sulit didapatkan masyarakat Dusun 3, Desa Sukaping Pangean. Sehingga masyarakat harus mengambil kayu jalur itu di greenbelt RAPP yang masih terpelihara dengan persyaratan administrasi yang ketat dan lengkap. “Payah cari kayu yang besar dan panjang sekarang,” kata Ketua Jalur Raja Kobra Gurun Pasir dari Dusun 3 Sukaping Pangean, Sulaiman, baru-baru ini.
teu/rpg/radarriaunet.com