RADARRIAUNET.COM - Keributan pecah saat proses musyawarah tertutup antara orangtua pasien anak dengan manajemen Rumah Sakit St Elisabeth. Mereka kesal lantaran pihak RS enggan membeberkan dokumen atas pengadaan vaksin palsu dan pasien anak yang telah menerima vaksin palsu.
Berdasarkan pantauan awak media, aksi saling dorong dan bentak terjadi ketika rapat tengah berlangsung. Para orangtua terlihat terus mencecar Direktur Utama RS St Elisabeth Antonius Yudianto untuk menunjukkan dokumen kepada mereka.
Salah satu orangtua korban, Rio (37 tahun) mengungkapkan, RS St Elisabeth tidak memiliki dokumen pembelian vaksin. Ia mengaku, sebelum keributan terjadi, Antonius hanya bisa menunjukkan dokumen penawaran terhadap CV Asca Medical, distributor vaksin ilegal.
Padahal, menurut Rio, dokumen itu tidak bisa menjadi acuan untuk menentukan kapan dan jumlah anak yang menerima vaksin palsu. Ia menilai, RS St Elisabeth mencoba lepas dari tanggungjawab.
"Beliau (Antonius) mengeluarkan pernyataan vaksin palsu itu masuk ke RS. Kami tidak percaya. Pihak RS mengeluarkan fotokopi-an surat penawaran dari PT si pemalsu," tutur Rio di RS St Elisabeth, Bekasi, Jumat (15/7).
Lebih lanjut, ia menyampaikan, para orangtua juga meminta RS St Elisabeth untuk membuat perjanjian tertulis. Hal itu dilakukan, mengingat RS St Elisabeth enggan membeberkan dokumen kepada para orang tua.
Di tempat yang sama, Hutson Hutapea, salah satu orangtua korban yang juga berprofesi sebagai pengacara membacakan sejumlah tuntutan. Ada tujuh tuntutan yang dipaparkan kepada pihak RS St Elisabeth.
Pertama, menerbitkan daftar pasien yang di imunisasi di RS St Elisabeth periode 2006 (saat RS St Elisabeth pertama berdiri) sampai 2016. Kedua, untuk mengetahui vaksin palsu atau asli, harus dilakukan medical checkup (MC) di RS lain.
Adapun, untuk biaya MC ditanggung sepenuhnya oleh RS St Elisabeth dan untuk RS yang akan dilakukan MC ditentukan oleh orangtua korban.
Ketiga, vaksin ulang harus dilakukan apabila MC pasien teridentifikasi vaksin palsu dan semua biaya ditanggung RS St Elisabeth. Keempat, segala dampak dari vaksin palsu adalah menjadi tanggungjawab RS St Elisabeth, berupa jaminan kesehatan full cover sampai batas waktu yang tidak ditentukan.
Kelima, bagi anak sudah tidak dalam usia vaksinasi, maka RS berkewajiban memberikan asuransi kesehatan untuk para pasien hingga batas waktu yang tidak ditentukan.
"Manajemen RS juga harus memberikan informasi terkini kepada orangtua korban secara tidak terbatas dari informasi pemerintah, instansi lainnya bersifat proaktif. Ketujuh, lain-lain dan tambahan akan dipikirkan kembali," ujarnya.
Sementara itu, Antonius menyatakan belum bisa langsung menyepakati tuntutan tersebut. Ia meminta para orangtua untuk memberi waktu 1x24 jam kepada RS St Elisabeth untuk berdiskusi.
"Kami minta waktu sehari untuk berdiskusi sebelum menyepakati tuntutan tersebut," ujar Antonius.
cnn/radarriaunet.com