RADARRIAUNET.COM - "Ini orang Palembang yang nanti menjadi Kapolri," ujar politikus PDIP Junimart Girsang ketika mengingat kembali obrolan bersama Taufiq Kiemas.
Pencalonan Komisaris Jenderal Tito Karnavian menjadi Kapolri telah diprediksi lama oleh suami Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soerkarnoputri, mendiang Taufiq Kiemas. Hal itu terungkap dalam uji kelayakan dan kepatutan Tito bersama Komisi III DPR, Kamis (23/6).
Junimart menyampaikan, Taufiq Kiemas pasti menyambut baik pencalonan Tito menjadi Kapolri oleh Presiden Joko Widodo.
"Yang pasti Pak Taufiq Kiemas pasti senang. Karena beliau pernah mengatakan sewaktu anda masih AKBP Letkol saat itu, ini orang Palembang yang nanti menjadi Kapolri. Tolong diingat," kata Junimart.
Ternyata Tito dan Taufiq sama-sama memiliki kenangan dengan Palembang. Kedua pria yang berbeda usia 22 tahun ini sama-sama beralmamater SMA 2 Negeri Palembang. Keduanya juga dianggap sebagai pemersatu semua golongan.
Taufiq, mantan Ketua MPR, mempertemukan putra tokoh Partai Komunis Indonesia (PKI) DN Aidit dan putra tokoh Negara Islam Indonesia (NII) Kartosuwiryo beberapa tahun lalu. Sementara kemampuan Tito berkomunikasi, terutama dengan senior, memang diakui.
Kapolri Jenderal Badrodin Haiti pun yakin pencalonan Tito tidak akan menyebabkan konflik internal Polri karena melangkahi lima angkatan di atasnya. Badrodin percaya mantan Kapolda Metro Jaya tersebut mampu menjaga hubungan dan menjadi pemimpin bagi seniornya di Korps Bhayangkara.
Presiden Joko Widodo pun menyadari kemampuan mantan Kepala Densus 88 itu membangun jaringan. Hal tersebut mendasari penunjukan Tito sebagai calon tunggal Kapolri.
"Kemampuan, kompetensi, kecerdasan, membangun jaringan dengan rekan-rekan penegak hukum lainnya. Semua tahu beliau mendapat Adhi Makayasa," ucap Presiden pekan lalu.
Pencalonan Tito berjalan mulus di DPR. Komisi Hukum secara aklamasi menyetujui Tito sebagai calon Kapolri. Berbeda dengan sebelumnya, saat pencalonan Komisaris Jenderal Budi Gunawan, Fraksi Demokrat menolak pencalonan itu.
Saat pendalaman, mantan Kapolda Papua ini sudah disebut-sebut sebagai Kapolri. Sejumlah pujian disampaikan anggota, salah satunya politikus Partai Keadilan Sejahtera Aboe Bakar Alhabsyi.
Menurut Aboe, Tito adalah rising star karena pencalonan lulusan terbaik Akpol 1987 ini melewati lima angkatan termasuk tiga calon Kapolri pilihan Dewan Jabatan dan Kepangkatan Tinggi (Wanjakti) Polri.
Mereka ialah Wakil Kapolri Komisaris Jenderal Budi Gunawan (1983), Kepala Badan Narkotika Nasional Komisaris Jenderal Budi Waseso (1984), dan Irwasum Polri Komisaris Jenderal Dwi Priyatno (1982).
Politikus NasDem Akbar Faisal juga mengapresiasi pencalonan Tito. "Anda orang yang mendekati sempurna sebagai seorang polisi. Maka kemudian saya dan kami semua berharap banyak," kata dia.
Serenteng prestasi dikantongi Tito, seperti berhasil menangkap putra mendiang Presiden kedua Soeharto, Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto, soal pembunuhan Hakim Agung Safiuddin Kartasasmita.
Keberhasilan menangani terorisme juga dimiliki pria berumur 51 tahun ini mulai dari melumpuhkan teroris Dr Azahari dan kelompoknya dan membongkar jaringan teroris Noordin M. Top. Meskipun, ada catatan soal penanganan insiden bom di Jalan MH Thamrin, Jakarta, 14 Januari lalu.
Kesetiaan dan Masa Jabatan Kapolri
Sebagai mitra kerja Kepolisian, Ketua komisi hukum DPR Bambang Soesatyo menyatakan, jajarannya sama sekali tidak menerima pengaduan miring masyarakat mengenai Tito. Saat menguji kelayakan dan kepatutan, Bambang memperkirakan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme ini akan menjadi Kapolri dalam waktu lama.
"Saya memperkirakan saat Piala Dunia Rusia 2022 nanti Anda masih menjadi Kapolri," kata Bambang kepada Tito yang kemudian disambut tawa anggota komisi.
Merujuk Pasal 30 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri, usia pensiun maksimum anggota polisi adalah 58 tahun. Masa jabatan Kapolri dan presiden memiliki hubungan unik.
Di saat presiden hanya dapat memimpin lima tahun dan diperpanjang satu periode, Kapolri dapat menjabat selama apapun bergantung pada presiden.
Tidak ada satu UU pun yang membatasi masa jabatan Kapolri. Sehingga jika Jokowi tidak memberhentikan dan mengajukan calon baru, maka Tito dapat menjabat sebagai Kapolri selama tujuh tahun, yakni hingga 2023.
Bambang membandingkan Tito dengan Jenderal (Purnawirawan) Chairuddin Ismail dan Jenderal (Purn) Da'i Bachtiar. Dalam dua dekade terakhir, Da'i Bachtiar merupakan Kapolri dengan masa jabatan terlama.
Da'i Bachtiar menjadi Kapolri selama tiga tahun tujuh bulan. Dia menjabat sebagai Kapolri di dua presiden, Megawati dan Susilo Bambang Yudhoyono (21 November 2001-7 Juli 2005).
Da'i diberhentikan SBY saat berumur 55 tahun, pucuk komando korps Bhayangkara diserahkan kepada Jenderal Sutanto. Namun Kapolri dengan masa jabatan terlama sepanjang sejarah dipegang Soekanto Tjokrodiatmojo.
Dia menjadi Kapolri di era kepemimpinan Presiden Soekarno saat berumur 31 tahun (September 1945) dan diberhentikan pada Desember 1959. Sementara itu, Chairuddin Ismail merupakan Kapolri masa jabatan tersingkat, dua bulan.
Presiden Abdurrahman Wahid (Gusdur) mengangkat Chairuddin sebagai Pelaksana Tugas Kapolri tanpa persetujuan parlemen. Chairuddin diangkat menjadi Kapolri untuk menengahi perseteruan Gusdur dan Kapolri saat itu, Jenderal (Purn) Surojo Bimantoro.
Menyadari uniknya hubungan Kapolri dan Presiden, Wakil Ketua Komisi III Benny K Harman menanyakan loyalitas Tito kepada Jokowi. Tito mengatakan, institusi yang sekarang dipimpin Kapolri Badrodin Haiti memiliki dua sifat, sebagai lembaga eksekutif dan yudikatif.
Polri berlaku sebagai penyelenggara negara dan menjadi leading sector dalam keamanan dan ketertiban masyarakat sebagai lembaga eksekutif. Di sisi lain, Korps Bhayangkara menjadi penegak hukum karena termasuk lembaga yudikatif.
"Konteks penyelenggara negara, Polri harus loyal penuh terhadap presiden. Tapi dalam konteks yudikatif, kami harus loyal kepada hukum," jawab Tito.
Benny tersenyum mendengar jawaban itu. Politikus Partai Demokrat ini menuturkan, pertanyaan itu disampaikannya untuk mengantisipasi Kapolri dijadikan sebagai alat jelang pemilihan presiden (Pilpres) 2019.
"Hukum di atas presiden. Kalau ada Pilpres jangan Kapolri menjadi alat presiden, apalagi calon presidennya incumbent," kata Benny.
cnn/radarriaunet.com