Putra Manajer Purbakala Palmyra Mengisahkan Eksekusi Ayahnya
Di alun-alun kota Palmyra ini, tubuh Khaled al-As'ad digantung, dan dipamerkan oleh ISIS selama tiga hari. CNN/Ike Agestu

Putra Manajer Purbakala Palmyra Mengisahkan Eksekusi Ayahnya

Kamis, 26 Mei 2016|17:12:29 WIB




RADARRIAUNET.COM - Tareq al-As’ad menunjukkan foto kaca mata sang ayah di layar telepon selulernya. "Kata matanya sudah bersama kami," kata dia. Kaca mata itu milik Khaled al-As'ad, guru besar arkeologi dan manajer purbakala kota Palmyra, atau yang juga dikenal dengan Tadmur, oleh warga lokal.
 
Ia tewas dipenggal ISIS pada Selasa, 18 Agustus tahun lalu—selang beberapa bulan setelah kelompok militan itu merebut Palmyra pada Mei 2015.
 
"Pada 2015, tepatnya 11 Mei, tentara Daesh masuk ke Tadmur dan mencoba untuk menguasai kota," ujar Tareq menyebut nama lain ISIS dalam bahasa Arab, ketika ditemui di Museum Nasional Damaskus akhir April lalu. 
 
"Saat itu pertempuran antara Daesh dan pemerintah terjadi sekitar 10 hari dan itu sangat menyulitkan penduduk karena kondisi itu membuat kami sulit keluar dari Tadmur."
 
Menurut Tareq, ISIS bersemangat untuk merebut Palmyra karena adanya kota kuno.
 
Palmyra, yang berada di Suriah tengah, memang terbagi dua: kota kuno berusia dua ribu tahun peninggalan Romawi, dan hanya beberapa ratus meter dari sana, kota modern yang tadinya dihuni sekitar 50 ribu penduduk.
 
"Saat itu saya meminta ayah saya keluar dari Tadmur untuk menyelamatkan diri seperti orang lain, akan tetapi ia menjawab, ‘Saya lahir di sini dan hidup di sini. Saya memberikan semua jasa saya, hidup saya, untuk kota ini. Kalau kalian mau keluar, silakan. Tapi saya akan tetap di sini, menjaga kota ini seperti saya menjaga roh saya,'" ingat Tareq.
 
ISIS yang menyerang dengan gencar dari arah utara dan selatan kota, kata Tareq, membuat warga hanya punya satu jalan keluar, yakni menuju Homs. 
 
"Saat itu, masih ada kesempatan untuk bisa keluar dari Tadmur dan hanya berlangsung satu hari dan itu saya pakai untuk keluar dengan bantuan beberapa teman," kata Tareq. "Saat itu saya bisa keluar dengan beberapa anggota keluarga lainnya, akan tetapi ayah saya bersikeras pada pendiriannya dan tetap tinggal di Tadmur."
 
Tareq mengaku ketika melarikan diri keluar Tadmur, ia tak menyangka bahwa situasi di kota kelahirannya akan menjadi sangat buruk. "Apa yang terjadi di Tadmur sangat mengerikan," ungkapnya.
 
Setelah masuk, selama 3-4 hari pertama, ISIS melakukan eksekusi massal sekitar 450 warga Palmyra. Kelompok militan itu juga langsung mencari pegawai pemerintah, termasuk ayah Tareq, yang menjabat sebagai kepala purbakala Palmyra selama lebih dari 50 tahun. 
 
Khaled sempat dipenjara ISIS selama enam hari, tetapi kemudian dibebaskan dengan syarat harus melapor ke ISIS setiap hari. 
 
"Setiap hari [ayah] harus datang ke Daesh untuk mengikuti kursus yang berkaitan dengan ke-Islam-an karena mereka menganggap ayah saya masih orang Muslim dan masih bisa ditoleransi," katanya. 
 
Namun ayahnya "tetap menolak untuk berbaiat kepada Daesh dan tidak mau memberikan rahasia penyimpanan harta arkeologi Tadmur," ucap Tareq.
 
Setelah ia keluar dari Palmyra, Tareq mengatakan bahwa pertempuran masih berlanjut, dan semua komunikasi terputus. 
 
"Kami tidak mendapat informasi soal ayah kami, hanya sepenggal dari orang-orang yang berhasil keluar Tadmur," ujarnya.
 
Hingga suatu hari kabar itu datang. Seorang warga Tadmur, kata Tareq, memberitahu keluarganya bahwa ayahnya telah meninggal, ditebas ISIS. 
 
"Ia dibawa ke tengah kota, dan warga diminta menyaksikan karena yang akan dieksekusi adalah orang penting, dan inilah contoh bagi orang yang bekerja kepada pemerintah, pada akhirnya mereka akan dieksekusi," ucap Tareq.
 
"Ayah saya diminta rukuk, agar mudah dieksekusi. Tapi ia menolak dan mengatakan, 'Saya akan berdiri seperti kokohnya tiang Tadmur dan pohon kurma di Tadmur,'" Tareq bercerita, raut mukanya tak tertebak. 
 
Dari warga Tadmur juga, ia memperoleh informasi bahwa jasad sang ayah dibawa ke alun-alun kota Palmyra, digantung di sebuah pilar, agar bisa dilihat oleh semua orang. "Daesh menjaganya, tidak diperbolehkan mengambil [jasad] dan memakamkannya."
 
Di malam hari, kata Tareq, beberapa warga mencoba mengambil jasad ayahnya. Namun mereka hanya berhasil mendapatkan kepala, serta kaca matanya.
 
"Setelah malam itu orang-orang mendapat kepala ayah saya, besoknya penjagaan diperketat. Setelah tiga hari, tubuh ayah saya dibuang ke padang pasir," ujarnya.
 
Ketika itu, kata Tareq, ada warga yang mengikuti dari jauh, sehingga mereka tahu posisinya. "Pada malam hari, mereka mengambilnya, lalu memakamkannya di luar kota," kata dia.
 
Palmyra kembali direbut oleh pemerintah Suriah dibantu militer Rusia akhir Maret lalu. Dalam sebulan, militer mengatakan telah menjinakkan 8.500 ranjau dan bahan peledak lain yang ditanam ISIS di kota itu. 
 
Namun hingga kini, Tareq mengatakan bahwa kepala dan tubuh ayahnya yang meninggal di usia 82 tahun, masih dikuburkan terpisah. Hanya kaca mata sang ayah yang sudah diterima ia dan keluarga.
 
“Kami berharap Palmyra akan aman, sehingga bisa mencari di mana tubuh ayah saya dikuburkan, kepalanya ditemukan, dan bisa dimakamkan dengan layak.” 
 
 
 
 
Cnn/radarriaunet.com






Berita Terkait

Baca Juga Kumpulan Berita NEWS

MORE

MOST POPULAR ARTICLE