RADARRIAUNET.COM - Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) mendesak Bank Indonesia (BI) segera merealisasikan rencana relaksasi ketentuan pembiayaan di sektor properti guna menggairahkan kembali pasar hunian yang tengah lesu.
Ketua Umum REI Eddy Hussy mengaku, asosiasi yang dipimpinnya sudah sejak lama mengajukan permohonan kepada pemerintah dan bank sentral untuk memperlunak aturan kredit pemilikan rumah (KPR). Antara lain yang diminta adalah peninjauan kembali ketentuan uang muka atau Loan to Value (LTV) dan KPR inden untuk rumah kedua.
"Itu pasti sangat membantu, terlebih dengan kondisi yang sekarang (penjualannya) terus merosot," ujar Eddy, Rabu (25/5).
Sebaiknya, lanjut Eddy, BI jangan membatasi dulu penyaluran KPR inden untuk rumah kedua atau untuk sementara dilepas mengikuti mekanisme pasar.
Sementara untuk ketentuan LTV KPR, lanjut Eddy, idealnya porsi uang muka diturunkan menjadi 10 persen untuk kepemilikan rumah pertama dan menjadi 20 persen untuk rumah kedua. Saat ini, ketentuan LTV yang berlaku adalah 20 persen untuk kepemilikan rumah pertama dan 30 persen untuk rumah kedua.
"Sedangkan untuk kepemilikan rumah ketiga dilepas saja dulu, biar bank yang menentukan. Karena bank juga akan sangat hati-hati meskipun itu tidak diatur," katanya.
Eddy tidak menampik bahwa industri properti tidak luput dari aksi spekulasi pemilik modal. Namun, itu belum terlalu mengkhawatirkan karena pemainnya tidak terlalu banyak.
"Spekulan pasti selalu ada, tapi tidak sebahaya dan sebanyak yang kita bayangkan. Karena selain dia butuh hunian, tapi juga merupakan kebutuhan karena mereka butuh income," tuturnya.
Kombinasi Pajak
Bos PT Ekadi Trisakti Mas ini menilai relaksasi KPR harus diimbangi oleh stimulus pajak dari pemerintah. Meskipun ketentuan pajak penjualan atas rumah mewah telah dipangkas, tetapi Eddy menilai masih belum cukup.
Menurutnya, kriteria harga rumah mewah yang ditetapkan pemerintah masih belum menarik karena cenderung menimbulkan ketakutan bagi pemilik modal. Dia melihat, banyak peminat properti mewah yang membatalkan pembelian hunian karena takut harta dan kewajiban pajaknya ditelusuri oleh fiskus.
"Kami tahu pemerintah butuh penerimaan pajak yang lebih tinggi, tetapi kan ekonomi juga perlu didorong agar bisa naik. Kalau ekonominya tumbuh, maka setoran pajak juga akan naik," tandasnya.
cnn/radarriaunet.com